Perasaan Sesungguhnya 2

1.2K 99 25
                                    

"Anjani," panggil Jenggala dengan suara rendahnya.

"Gue beneran harus sakit dulu ya supaya lo mau peduli sama gue?"

Jenggala menghela napas berat mendengar pertanyaan yang diajukan Anjani. Satu tangannya terulur, membawa tangan dingin Anjani dalam genggaman. Melingkupi jemari mungil gadisnya penuh afeksi.

Jantungnya hampir menggila tadi saat melihat Anjani duduk payah di atas matras seorang diri. Jenggala bahkan harus merengek pada Langit agar diberikan izin tidak mengikuti kegiatan api unggun hanya untuk menemani Anjani.

"Ngga, Jan," sanggah Jenggala. Hanya kata-kata tersebut yang mampu terucap dari lisannya. Lidahnya seolah kelu, dipaksa bisu atas kebenaran isi hatinya.

Anjani mengubah posisi menjadi duduk tegap menghadap Jenggala. Tanpa memedulikan panitia kesehatan yang berjaga, Anjani membawa tubuhnya masuk ke dalam dekapan Jenggala. Ia menenggelamkan kepalanya dalam pundak kokoh Jenggala. Meresapi kehangatan yang ditawarkan tubuh kekasihnya.

"Aku se-nggak keliatan itu ya di mata kalian?" Anjani menggumam. "Padahal tadi aku duduk deket pintu masuk, tapi Kak Langit sama Kak Laut lewat gitu aja." kekehan hampa Anjani mengudara.

"Kamu, kamu bahkan nggak nengok sedetik pun waktu aku dibawa masuk sama panitia kesehatan. Pusat dunia kamu cuma Aruna, ya? Aku beneran nggak bisa sama sekali ya, La?"

Anjani memejamkan matanya saat tidak mendengar jawaban dari Jenggala. Benar. Memangnya ia mengharapkan apa? Bukannya pertanyaan yang diajukan sudah jelas jawabannya?

•••

Seorang perempuan dalam balutan celana kulot sepanjang mata kaki berwarna hitam dan kaus lengan pendek berwarna biru langit yang dimasukkan ke dalam celana berjalan lunglai memasuki gerbang rumahnya. Baru satu langkah ia menginjak teras rumah, sebuah klakson motor mengejutkannya. Ia lalu menatap berang motor yang berhenti tepat beberapa senti meter di dekatnya.

"Sorry, sorry. Gue nggak maksud buat lo kaget." Laki-laki yang hampir menabrak Anjani turun dari motor sambil melepas helmnya.

Anjani yang sudah kehabisan tenaga memilih tidak menjawab. Ia berniat berlalu begitu saja tanpa mencari tau perihal kedatangan laki-laki tersebut. Namun, saat hendak melanjutkan langkah, tangan laki-laki tersebut menahannya.

"Maaf, gue beneran nggak sengaja."

Anjani menatap balik, ia menghela napas jengah. "Nggak apa-apa. Lo cari siapa? Langit? Laut? Angkasa? atau Ar-"

"Jenggala!" sebuah suara menghentikan pertanyaan Anjani.

"Oh temennya Aruna," gumam Anjani.

Anjani menarik tangannya yang masih dipegangi laki-laki yang jika ia tidak salah mendengar bernama Jenggala. Tanpa berbasa-basi, Anjani berlalu, meninggalkan Jenggala yang menatap kepergiannya dengan rasa penasaran.

•••

"Anjani?"

Perempuan yang tengah memainkan pasir di jalanan dengan kakinya mendongak, menatap seseorang yang baru saja memanggilnya. Senyum ramah Anjani terukir kali ini. Berbeda dengan pertemuan pertama kali di antara keduanya.

"Haha lagi bagus mood-nya ternyata." Jenggala, laki-laki yang menyapa Anjani terkekeh pelan.

Seolah tersihir, wajah tampan Jenggala bermandikan cahaya lampu jalan membuat Anjani terpana. Laki-laki yang tengah duduk di motornya terlihat begitu memikat. Membuat semburat merah timbul di pipi gadis mungil tersebut.

"Sorry buat pertemuan pertama kemarin. Mood gue emang jelek banget," tutur Anjani penuh rasa bersalah.

"Santai aja, Ra," jawab Jenggala. "Terus lo di sini ngapain?"

cowardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang