Jika video hari ini ditayangkan di depan umum seperti sekarang, mau diletakkan di mana wajah Nadine? Pasti dia akan tampak jelas terpampang di sana baru selesai berbincang dengan orang suruhan Linggar yang membawa televisi dan perhiasan tersebut. Nadine pikir, hal seperti ini hanya terjadi di film-film atau cerita yang dia tonton untuk menghabiskan waktu luang di sela pekerjaan, tetapi nyatanya terjadi di kehidupan nyata.
Video tayangan CCTV di laptop Baskoro menyala, mulai berputar dan memperlihatkan lingkungan Violet Garden yang tampak lengang malam itu. Tidak ada orang sama sekali yang berseliweran atau lewat di jalan depan perumahan. Kemudian, di detik ke sekian, terlihat dua orang lelaki dengan sebuah motor Vario putih masuk ke jalan depan perumahan, melaju lurus hingga ke arah belakang musala dan PAUD.
Mereka berhenti, memarkirkan motor di jalan setapak yang menuju ke arah perkebunan sawit. Mereka terlihat berbincang sekejap sebelum akhirnya berjalan ke arah rumah Nadine. Sesampainya di unit enam, mereka tidak tampak terlihat kebingungan untuk membuka pintu atau jendela. Justru langsung mengetuk pintu rumah Nadine dan berbincang beberapa kali dengan si pemilik rumah sebelum dipersilakan masuk.
Video tampak tidak begitu jelas sebab mereka sudah masuk ke dalam rumah. Tak berselang lama, kedua komplotan itu keluar dengan membawa televisi bergotongan dan tampak Nadine seperi mengusir mereka untuk berjalan lebih cepat. Setelah itu, video memperlihatkan Nadine berteriak histeris dan kejadian sampai saat ini. Video berakhir, orang-orang memandang Nadine dengan skeptis, penuh pertanyaan dalam benak mengenai maksud dari video yang sudah ditonton.
“Hei! Tadi kamu bilang kemalingan? Kenapa ini mereka malah kamu suruh masuk ke dalam?” tanya Amanda setelah selesai menonton video, nadanya tampak kesal dan penuh emosi. “Gimana ini sebenarnya?”
“Loh, ikam bilang kena pencurian? Harusnya mereka masuk ke dalam secara sembunyi-sembunyi, ini kenapa malah bertamu?” Bu Rora ikut menimpali Amanda.
Hancur sudah, Nadine terjebak. Dia tidak bisa berkata-kata karena bukti sudah terlihat jelas di dalam sebuah video CCTV yang bahkan dia sendiri tidak tahu keberadaannya di mana. Mampus! Kenapa dia tidak memikirkan sejauh itu? Pasti karena menganggap ini adalah perumahan tipe 36 subsidi dan tidak banyak fasilitas seperti satpam, kamera pengintai, hingga pagar pembatas sehingga memudahkan untuk melancarkan aksi yang diminta Linggar.
Para warga sudah berang, seperti merasa dipermainkan oleh Nadine. “Orang ini pasti sama, mereka juga yang buang sampah sembarangan di sekitar saluran air kita,” ujar Pak Zulfikar menambahi keruh suasana. “Coba lihat bajunya, mereka sama. Motor yang mereka pakai juga sama. Apa bukan komplotan yang sama itu?”
“Iya juga, ya.”
“Betul itu!”
“Pasti kamu salah satu komplotan dari mereka, kan? Ngaku aja lah kamu!” Amanda menunjuk Nadine yang sudah diam seribu bahasa di tempat duduk. Peluhnya mengalir membasahi tengkuk, kakinya dingin seperi kristal salju yang baru turun, dia tengah memikirkan cara bagaimana agar bisa lepas dari permasalahan yang sudah larut ini.
Andai saja dia tidak menerima apa yang diminta oleh Linggar dan hidup sesuai dengan prinsip, pasti tidak akan terjadi seperti ini! Nadine memang butuh uang, maka dengan mudah dia tergiur fantasi finansial untuk mempermudah kehidupannya, padahal itu hal yang sangat riskan. Akhirnya terjadi lah hal tidak diinginkan seperti dugaan sebelumnya. Apa yang kini harus dia lakukan selain terduduk dengan wajah pias?
Bahkan Nadine tidak berani memandang Baskoro yang sudah menatap tidak percaya pada Nadine. “Nad, coba ikam jelaskan ….” Baskoro akhirnya bersuara.
“Orang baru datang, udah bikin onar satu lingkungan! Maksud kamu apa?”
Jemari Nadine diremas kencang, dia menelan ludah sebelum angkat bicara. “Iya! Saya memang bersalah atas semua hal yang terjadi di Violet Garden! Saya memang penjahat yang pantas untuk dihukum atas semua kelakukan yang terjadi. Saya adalah orang suruhan Linggarjati Darmawan, pemilik perumahan Luxury Valley yang menjadi saingan perumahan ini!”
Semua terkejut, tetapi Baskoro lah yang paling terkejut, seolah paham dengan jalan pikiran Nadine yang akan diungkap. “Pak, Bu, saya memang mata-mata di sini. Bahkan unit yang saya beli bukan hasil dari jerih payah saya. Saya bukan wartawan TV seperti yang diketahui banyak orang. Saya seorang broker! Agen properti yang diminta bos saya untuk membuat kalian pindah dari Violet Garden.”
“Sekarang, saya sudah menjelaskan semuanya kepada kalian. Saya siap untuk menerima segala macam risiko yang akan didapat setelah membuat kacau lingkungan di sini.” Nadine menunduk malu, menanti para warga yang sudah geram dan ingin main hakim sendiri. Terutama Amanda yang memiliki tempramen tinggi dan bersiap untuk menyeret Nadine keluar dari perumahan.
“Kurang ajar memang! Binatang! Bisa juga buat onar di tempat orang! Orang macam kamu ini harus musnah! Saingan bisnis itu yang sehat! Ini kotor mirip parit busuk dekat rumahku, main dalam rupanya!”
“Ya ampun, Nadine. Ibu enggak percaya ikam ternyata sejahat ini. Ibj udah anggap ikam anak, mau makan di rumah saya silakan! Tapi kenapa ikam harus kek gini?”
Ya, warga di sini memang memiliki hati yang lembut. Mereka saling menjaga satu sama lain ketika ada orang baru yang datang. Nadine masih ingat betul, Bu Rora yang menjadi orang pertama untuk Nadine singgah makan, Baskoro yang datang ke rumahnya membawa sepotong puding untuk dinikmati, Pak Zulfikar dan istrinya yang menawarkan tumpangan pulang. Mereka memang baik, hanya Nadine di sini yang memiliki hati busuk.
Tak terasa, bulir air hangat menetes dari pelupuk matanya yang sudah sembab. Ulu hatinya terasa nyeri teriris luka transparan hasil perbuatan yang dilakukan kepada para warga. Harusnya Nadine tidak berada di sini, dia tidak pantas menjadi bagian dari warga Violet Garden.
“Ayo semua! Kita usir wanita ini dari perumahan!”
Semua warga yang tersisa hendak menyeret Nadine dari rumah untuk diusir dari hadapan mereka. Amanda sudah bersiap untuk menarik lengan Nadine dan membawanya pergi. Namun, belum sempat dia menarik, Baskoro berdiri. “Tolong berhenti, Amanda.”
“Kenapa kamu, Bas? Orang ini harus diberi pelajaran!”
“Saya bilang tolong berhenti!”
Pandangan mereka tertuju pada Baskoro yang berteriak. “Kita tidak boleh main hakim sendiri. Ada hal yang harus dijelaskan secara detail dan rinci dari Nadine. Baru kita bisa mengambil keputusan yang tepat. Kalau main hakim sendiri seperti ini, apa tidak beda jauh dengan apa yang sudah dilakukannya?”
Ah … Baskoro kenapa harus berbuat demikian? Memang Nadine adalah orang paling berengsek yang pernah hidup, menjadi bagian dari bajingan tengik seperti Linggar yang memanipulasi setiap rintang yang menjadi terjal di perjalanannya dan Nadine adalah salah satu umpan empuk yang bisa dipermainkan begitu saja. Coba lihat, sekarang apa yang bisa Nadine lakukan jika semuanya sudah terbongkar akibat rasa iseng Baskoro yang memasang CCTV di setiap titik buta di Violet Garden? Mana peduli Linggar dengan keselamatan anak buahnya yang berada di ujung tanduk.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ini Dijual | [END]
ChickLit🏆 NOVEL TERBAIK III "VIOLET GARDEN SERIES" AT PRESS X ANSAR SIRI Keterlaluan! Kali ini Nadine benar-benar tidak bisa memutar otak lagi untuk menuntaskan tugas yang diberikan Linggar. Perumahan Luxury Valley adalah perumahan mengenaskan yang pernah...