Semalam itu, warga di Violet Garden gempar setelah mendengar kabar terjadi pencurian di rumah Nadine yang kehilangan sebuah televisi dan juga sekotak perhiasan. Benda tersebut raib dan mengakibatkan kerugian yang cukup vital bagi Nadine. Baskoro keheranan sendiri dengan keamanan di perumahan yang satu ini, dia bahkan tidak tahu bagaimana para komplotan pencuri tersebut bisa masuk ke dalam perumahan ini.
Memang perumahan Violet Garden tidak memiliki pagar pembatas yang bisa dijadikan keamanan lebih lanjut bagi warganya karena hanya sekumpulan unit 36 subsidi yang tidak mewah seperti perumahan di pusat Banjarmasin. Namun, tetap saja ini menjadi suatu masalah yang krusial dan cukup mengganggu aktivitas serta kenyamanan para warga yang tinggal di dalamnya.
Setelah para warga yang penasaran dengan kondisi Nadine pulang, Baskoro dan Bu Rora sengaja menunggui wanita tersebut untuk beberapa saat sekadar menenangkan Nadine yang sekiranya masih syok. Siapa yang tega meninggalkan seorang wanita sendirian setelah terjadi kemalingan yang melukai kondisi? Baskoro duduk di ruang tamu yang lengang bersama Nadine yang juga sudah lebih tenang, Bu Rora sendiri kembali dari dapur membawa segelas air hangat untuk diminum Nadine.
Baskoro memandangi Nadine dari pucuk rambut hingga ujung kaki, wanita itu seratus persen pasti masih terkejut dengan kehilangan barang penting yang dibeli dengan uangnya sendiri. Mendadak hati Baskoro berdetak saat mengingat kembali jeritan Nadine saat itu, membuat banyak orang berhamburan keluar rumah.
“Gimana perasaan ikam sekarang, Nad?” tanya Baskoro memecah keheningan.
Nadine mengangkat bahunya, menatap Baskoro intens ke dua belah matanya. “Aku masih syok, Bas. Enggak nyangka ternyata bisa sampai kaya gini,” balas Nadine kembali dengan suara bergetar yang dibuat, wajahnya sendu dan kuyu.
“Diminum dulu, Ading, tenangkan diri ikam dulu,” ujar Bu Rora, menyodorkan air hangat yang langsung ditandaskan oleh Nadine.
Dari jauh, terlihat Amanda dan Pak Zulfikar berlari menuju rumah Nadine yang tinggal sisa beberapa orang. Mereka menerobos masuk karena mendengar kabar tidak menyenangkan dari mulut warga lain. Amanda mendekat, kemudian bertanya pada Nadine dengan penuh atensi dan rasa penasaran yang tidak terbendung lagi.
“Gimana ceritanya, Nadine? Kenapa bisa kemalingan?”
“Begini, Pak, Bu. Awalnya saya itu sedang dengerin podcast di kamar sama kucing saya, entah karena saya terlalu lelah atau bagaimana, akhirnya saya tertidur dan mungkin lupa mengunci pintu depan. Itu sore hari, karena saya terbangun sudah malam sebab ingin minum. Nah, ternyata televisi dan perhiasan saya sudah raib semua.”
Amanda mengusap mukanya kasar, merasa frustrasi dan ikut kesal mendengar cerita Nadine. “Nah, itu lah makanya kau harus kunci rumah. Memang banyak sekali orang enggak bener belakangan.”
Bu Rora menimpali, “Betul, Amanda. Kita harus hati-hati dengan keadaan sekitar yang sudah mulai parah. Kemarin ulun juga hampir kehilangan uang dipalak di Gang Saadah sama preman sepertinya.”
Heh? Masa, sih? Kasihan Bu Rora, dong. Apa itu juga kerjaan Linggar? Kalau udah sampai kek gini, udah berlebihan banget, sih. Nadine mengangkat kepalanya, merasa terkejut dengan pengakuan Bu Rora, yang lain mengangguk setuju.
“Wah, parah ini perumahan,” Amanda bersuara. “Kemarin saluran saya mampet, Bu Rora dipalak, sekarang rumah Nadine kemalingan juga. Entah gimana yang punya perumahan ini, warganya enggak diperhatikan sama sekali.”
Pak Zulfikar yang sejak tadi diam akhirnya ikut ambil suara. “Saya setuju, sejak kemarin perumahan menjadi sarang penyakit dengan sampah yang menggenang, istri saya sampai harus dibawa ke rumah sakit karena makan makanan yang sudah dikerumuni lalat, pasti berasal dari sana. Sekarang, Nadine kecolongan. Besok apa?”
Amanda bersemangat lagi. “Ha, dengar, lah! Bu Juju masuk RS juga akhirnya gara-gara lalat dari sampah masuk ke makanan. Udah enggak beres ini, pindah lah, yok!”
Kenapa orang-orang mudah sekali untuk terbawa suasana? Baskoro keheranan, menatap satu-satu warga yang ada di sana. “Bapak, Ibu, mungkin yang dikatakan pian semua ada benarnya, tapi ulun lihat perumahan ini dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Ulun sudah ada bukti kalau semua yang terjadi belakangan disebabkan oleh orang tidak bertanggung jawab.”
Seketika terdengar suara dengungan lebah kembali yang berkerumun dari para warga, mereka berdecak dan saling memandangi penuh tanya. “Maksud kamu apa, Bas?” Amanda bersuara kembali. “Bukti apa yang kamu maksud?”
“Jadi begini, ulun selalu membersihkan sampah di saluran air dekat musala belakang. Sampah-sampah itu muncul terus-menerus karena ada orang yang sering buang sembarangan, yang pasti bukan dari kita. Ulun sudah memasang beberapa kamera pengawas di sekitar perumahan untuk memantau setiap kegiatan mencurigakan yang terjadi. Karena tidak ada yang responsif untuk mengurus keamanan, jadi ulun memasang beberapa CCTV di titik buta, dibantu sama broker Violet Garden setelah ditelepon beberapa waktu lalu.”
Waduh, mampus. Nadine yang tidak tahu hal ini merasa risau, bagaimana jika dirinya tertangkap basah ada di kamera pengintai yang digunakan Baskoro? Kenapa juga dia begitu peduli dengan kemaslahatan warga yang tinggal di Violet Garden? Nadine pasti terpojok jika terdapat sosok dirinya masuk ke dalam kamera tersebut.
Tidak, dia tidak boleh sampai ketahuan oleh warga di sini. Bagaimana jika yang dia pikir sebelumnya bisa terjadi betulan? Ah, sial! Seharusnya Nadine tidak perlu risau dirisak atau dipindahkan dari perumahan ini, toh, hanya sebagai tugas dan dia masih bisa ditempatkan di perumahan lain atau bahkan di Luxury Valley.
Tapi … gue enggak bisa ….
Kenapa? Padahal ide merusak saluran air di sini adalah ide besarnya yang dieksekusi Linggar dengan berlebihan. Apa karena hatinya sudah mulai tertancap dengan tanah Violet Garden dan orang-orang di dalamnya? Tidak bisa seperti ini! Akal pikirannya yang rasional sudah mulai diracuni dengan perasaan yang mendayu-dayu.
Para warga yang masih berdiam diri di rumah Nadine saling berbincang mengenai hal yang diungkapkan Baskoro. Mereka saling pandang dan merasa setuju untuk melihat bukti yang sudah dikumpulkan oleh Baskoro melalui kamera pengintai yang sudah dipasangnya tanpa diketahui oleh warga lain.
“Bagaimana, Pak, Bu? Apakah berkenan untuk melihat bukti yang sudah ulun kumpulkan beberapa hari terakhir? Mungkin pelaku yang mencuri televisi Nadine hari ini juga tampak di CCTV yang saya pasang, karena letak rumah Nadine berada di pertigaan yang juga saya pasangi untuk mengintai dengan mudah.”
Para warga sudah bersedia dan akhirnya membuat Baskoro melesat kembali ke rumahnya. Dia membawa sebuah laptop yang sudah terbuka dan tampak aplikasi pengintai melalui kamera CCTV terbuka di sana. Nadine menggigit kukunya dramatis, dia merasa cemas jika nantinya bisa terlihat di sana dan semua rencana untuk membawa warga pindah ke Luxury Valley akan gagal.
Nadine ikut melongok dari belakang tubuh warga yang sudah menunduk di meja memandangi aplikasi dan melihat sebuah video rekaman beberapa hari yang lalu. Terlihat orang berbaju hitam dengan topeng ala pencuri berjalan celingukan di area belakang perumahan, tangan mereka membawa masing-masing dua buah kantong plastik besar. Kantong tersebut dibuka, kemudian sampah yang ada di dalam mereka hamburkan ke saluran air yang mengalir dan ternyata berakhir mampat di sekitar rumah Amanda.
Mereka saling tos, kemudian kembali melakukan hal yang sama berulang kali dengan membuang kantong berisi sampah sebanyak lima kali. Setelah itu, mereka kabur dengan motornya ke area perkebunan sawit. Menghilang di dalam kegelapan kebun yang penuh dengan pepohonan sawit yang berjejer.
“Nah, ternyata bukan dari orang kita, Pak, Bu.”
Pak Zulfikar memainkan janggutnya. “Kalau begitu, berarti ada pihak lain yang memang ingin membuat onar di lingkungan perumahan kita. Wah, ini patut untuk ditangkap segera si pembuang sampah.”
“Kurang ajar memang, sampahnya sampai ke saluran dekat rumah saya itu!”
Baskoro menggulirkan anak panah ke video lain. “Sekarang, kita coba lihat video rekaman hari ini,” ucap Baskoro seraya mengklik video tersebut untuk diputar.
Nadine terperanjat, dia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi jika nantinya tampak di dalam video tersebut. Apa yang harus dia katakan? Apa yang sekiranya bisa membuat dirinya lepas dari akar permasalahan yang sudah semakin larut ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ini Dijual | [END]
ChickLit🏆 NOVEL TERBAIK III "VIOLET GARDEN SERIES" AT PRESS X ANSAR SIRI Keterlaluan! Kali ini Nadine benar-benar tidak bisa memutar otak lagi untuk menuntaskan tugas yang diberikan Linggar. Perumahan Luxury Valley adalah perumahan mengenaskan yang pernah...