Chapter III

2.4K 243 2
                                    

Freen's Point Of View (POV)

"Rane, aku yakin kamu berbohongkan?" Aku mengenggam erat tangan wanita yang telah aku beri seluruh hatiku untuknya. Aku menangis sambil memohon untuk tidak ditinggalkan.

"Maaf Freen, aku tidak pernah mencintaimu. Jadi, tolong mengertilah. Tinggalkan aku!" Dia mencoba melepaskan tangannya dari genggamanku, aku rasa aku akan benar-benar hilang kewarasan.

"Kamu tau betapa aku mencintaimu Rane? Aku memberikan semuanya untukmu, hati ini salah satunya. Kamu dulu mengatakan bahwa aku satu-satunya, tolong jangan begini Rane. Tolong." Aku menjadi pencundang dan terus memohon.

Seharusnya aku marah dan meninggalkannya, karena ternyata semua ini palsu, drama cinta kami berdua dibuat sengaja olehnya dan teman-temannya.

Seharusnya aku kecewa, dan rasa cinta ini hilang dalam sekejap.

Seharusnya dia aku beri pelajaran, karena mempermainkanku dari awal.

Atau, seharusnya aku berdiri dan tak mengucapkan satu kata pun.

Tapi, mengapa aku terlihat menyedihkan. Aku tertunduk di depannya, meminta hubungan ini dimulai dari awal. Tak apa jika cerita ini dimulai dengan kebohongan, tak apa jika semua ini adalah taruhan. Aku memintanya dengan air mata dan hati yang patah. Aku memintanya kembali dalam hidupku. Aku benar-benar tak mempunyai harga diri.

Saat aku memohon lagi, tiba-tiba seorang lelaki dengan tinggi yang sama denganku, datang memberiku tendangan yang kuat. Aku terpental, namun rasa sakit di tubuhku tidak sebanding dengan rasa sakit yang kurasa saat wanitaku hanya melihat saja diriku dalam kesakitan. Dia meninggalkanku dengan lelaki itu.

Aku terbangun dari mimpi buruk ini, salah satu dari bagian terburuk yang telah aku alami. Nafasku tidak karuan dibuatnya, seakan di kejar hantu, berlari dalam ketakutan. Aku menenangkan diriku sesaat, keringat sudah membasahi baju dan kepalaku. Mengapa mimpi itu harus datang hari ini, padahal aku sudah melupakan semuanya.

Aku mengatur nafas, beberapa kali aku hirup udara dalam-dalam, dan mengeluarkannya perlahan. Peristiwa itu mengingatkan tubuh ini, dan memberikan rasa sakit di hatiku. Bukan karena belum move on, tapi karena betapa bencinya aku dengan kata-kata yang aku lontarkan dahulu. Nafasku sudah kembali normal, mimpi itu memberi dampak buruk untuk mengawali pagi hari yang cerah ini. Aku melihat ke samping, Becca sudah tidak ada di kasur. Aku rasa dia sudah bersiap untuk pergi bekerja. Seperti biasa, aku langsung bergegas mandi dan mungkin akan memakan sereal sebagai sarapan.

Sambil memasang jam tangan, aku berhati-hati turun tangga, dan mendengar Becca yang sedang sibuk berbicara di telepon.

"Iya, sebentar lagi aku akan berangkat, Babe" Oh. Babe, panggilan sayang anak zaman sekarang. Mendengarnya saja membuat bulu kudukku merinding, aku tidak suka. Mual aku mendengarnya.

"Aku juga, bye." Dia mengakhiri pembicaraan dengan pacar Babe-nya. Aku tidak mood untuk menegurnya, jadi aku langsung saja mengambil mangkok dan aku penuhi dengan sereal yang banyak, susu sebagai resep terakhir. Aku makan tanpa basa-basi menyapa Becca di depanku. Aku merasa kesal sejak bangun tidur, jadi lebih baik aku penuhi mulut ini dengan susu dan gandum yang banyak.

"Pagi!" Dia menyapaku, aku jawab dengan anggukan.

"Kamu tidak menjawab sapaan pagiku?" Dia bertanya lagi, aku mengangguk lagi. Sereal memenuhi mulutku. Sedangkan aku menghindar kontak mata. Aku sedang tidak ingin berbicara, itu saja.

GL - Warm Heart - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang