Chapter IV

2.5K 213 14
                                    

"Hanya dengan berada di sampingnya, aku merasa hidup. Namun, jika itu terlalu lama, aku rasa aku tak bisa mengendalikan perasaanku padanya. Tapi, jika aku jauh darinya, hatiku malah berdebar lebih kencang dari biasanya, penuh dengan rasa khawatir dan cemas. Maka, aku tak ingin terlalu dekat dan tak ingin terlalu jauh. Walaupun aku tau, takdir selalu membawaku selalu dekat dengannya."

Becca's Point Of View (POV)

"Bec, kasih aku kesempatan. Aku akan jadi seperti yang kamu mau! Please, sekali ini aja."

Nathan adalah pacarku yang entah ke berapa, aku tidak pernah menghitung. Dia selalu mengeluh dan mengeluh. Aku bosan dengan seseorang yang memposisikan dirinya sebagai korban setiap hari. Aku tau bahwa tidak ada yang sempurna, tetapi jangan keterlaluan seperti ini, perutku seperti di giring kekiri kanan, sesekali, seringkali maksudku, emosi ini selalu naik ketika dia membuka mulutnya hanya untuk mengeluh.

"Makan malam ini aku yang bayar, kita jangan bertemu lagi." Aku berdiri meninggalkan Nathan yang merengek meminta kesempatan. Apalah arti kesempatan, jika aku saja tidak ingin lelaki seperti dia ada di hidupku. Hubunganku belum satu bulan, tetapi kehidupanku seperti neraka, aku selalu mendengar banyak daftar keluhan yang berbeda setiap hari. Aku bukan psikiater, aku karyawan Human Resource Development. Jika saja ada orang yang melamar kerja dan diterima di perusahaan dan sifatnya seperti dia, siap-siap dapat surat teguran dan berakhir dipecat. Aku tidak tahan dengan keluhan lelaki yang terlihat gagah, namun ternyata lemah dalam menjalani kehidupan.

Aku sungguh akan komplain pada Yuki, dia yang memperkenalkan aku dengan Nathan. Wajahnya memang di atas rata-rata, tapi kelakuan jauh di bawah standarku. Yuki, akan aku hantui hidupmu sekarang juga.

Calling Yuki

Aku menghubungi Yuki beberapa kali, tetapi tidak di angkat.

"Yang benar saja?" Emosiku semakin naik. Selama ini aku tahan, aku selalu berkata mungkin saja Nathan tidak seperti ini esok hari, aku memaksakan diriku hingga esok, esok hari lagi, dan sekarang aku benar-benar angkat tangan. Jika aku beri dia kesempatan bahkan satu hari lagi, mungkin aku sudah berada di rumah sakit, hipertensi dan migran.

Aku menutup teleponku, menyerah menghubungi perempuan satu ini. Aku tidak habis pikir, mengapa aku bisa terhanyut dengan perkataannya, katanya aku pasti bisa menikmati hari-hari yang indah bersama Nathan dan lagi banyak cewek yang jatuh cinta kepadanya, tapi Nathan menolak semua cewek itu. 

Yuki berkata bahwa Nathan diam-diam naksir kepadaku, maka saat itu aku menerima tawarannya, satu minggu pdkt Nathan memang lumayan untuk di ajak ngobrol, maka saat dia memintaku menjadi pacarnya, aku akan mencoba, jawabku. Tapi hasilnya, malah setelah jadian dia tidak keren sama sekali, dia kira aku adalah buku diary-nya setiap saat, dia jarang mendengarkanku dan hanya selalu berbicara. Sekarang aku yakin, setelah aku putus dengannya di tengah makan malam yang dia sebut fancy's dinner, dia akan mengadu pada mamanya dan bertingkah seolah aku membuatnya menderita, tipikal seorang mental korban. Sekarang, aku benar-benar lega dengan terbebasnya dari akting dokter-pasien dan timbunan keluhan. Selamat tinggal untuk selamanya, Nathan!

Aku bergegas masuk ke dalam mobil, merebahkan punggung dan memejamkan mata sejenak. "Tenang Bec, tenang. Yuki kita bunuh besok." Beberapa kali dihubungi tidak di angkat, seberapa sibuk dia? Aku rasa dia tidak pernah lembur sama-sekali. Setiap jam pulang, dia langsung mengangkat tasnya dan pulang dengan pinggul sengaja di goyangkan. Aku kembali melihat layar handphone, "Lihat saja besok Yuki, berani-benarinya kamu mengabaikanku." Aku banting handphone ke bangku samping, merasa kesal dengan semua yang kulalui hingga hari ini. Aku menyalakan mobil, dan pulang kerumah.

Saat di perjalanan Yuki menghubungiku.

Yuki calling

Aku mengangkatnya, mode speaker.

GL - Warm Heart - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang