Chapter V

2.2K 224 4
                                    

Becca's Point Of View 

Kenyataan yang aku hadapi memang terlihat sederhana bagi orang lain yang menilai. Aku menjalani hidup penuh dengan pertimbangan, yang akhirnya membuat aku menjadi seorang yang tidak jujur pada diri sendiri. Hati dan pikiranku sering mengambil keputusan yang membuat hidupku semakin bimbang dan tak punya arah, karena mereka tidak pernah mempunyai keputusan yang sama. Jika menelusuri kehidupan yang telah kupilih, aku merasa diriku terlihat menyedihkan dan sengsara. Masa lalu yang begitu hitam pekat milik Freen juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan hidupku.

Aku menyukai Freen dari dulu, dia adalah seorang teman yang sangat baik dan pintar. Dia peduli dengan hal kecil yang terjadi dalam hidupku, dan berusaha menghiburku setiap saat. Dia bisa menilai keadaanku hanya dengan melihat wajah atau mendengar suaraku. Aku tidak pernah bertemu seseorang yang memiliki pemikiran dewasa dan sangat bijaksana sepertinya, dia selalu bisa mengatasi persoalan apa pun, kecuali kekerasan. Dia adalah wanita yang sangat lembut, sangat sederhana dalam berpenampilan, dan dia mempunyai wajah yang sangat cantik.

Tapi, saat masa sulitnya, saat masa yang membuatnya menderita dan hancur, aku tidak bisa mengulurkan tangan sedikit pun, saat itu dia berubah menjadi Freen yang tidak kukenal. Dia mabuk-mabukan, hilang kendali, kasar, dan tak ada jejak Freen yang lama lagi di dalam dirinya. Aku tidak mengerti mengapa dia bisa seperti itu dulu, Freen tak pernah memberi tau aku dan ibunya sebab depresi yang dia alami. Aku tau dia pernah putus cinta, tapi saat itu dia berhasil mengatasi situasi sulit tersebut. Aku menemaninya saat itu, dia juga tidak terlalu tertekan seperti yang dia alami sekarang. Namun, bagiku ini semua karena wanita jalang itu. Semua karena dia.

Freen selalu mengunci dirinya, dan tak peduli dengan siapa pun. Dia selalu menolak kedatanganku, mengusirku dengan berbagai macam kata kasar yang tak ingin aku dengar. Bahkan salah satu kata itu masih aku ingat sampai sekarang, saat dia tidak menerima aku di sisinya, dia hanya ingin sendiri dan berusaha menghilangkan keberadaanku.

"Kamu tidak pernah mengerti satu pun yang aku rasakan, pergilah! Jangan pernah datang kepadaku dengan tatapan kasihan itu. Aku tidak ingin melihatmu lagi, selamanya." Saat mendengar kata-kata ini, hatiku seperti hancur berkeping-keping.

Namun, aku masih tetap berusaha memahaminya. Walaupun aku tak tau sebab mengapa dia seperti ini. Tapi, ternyata aku mulai takut.

Kata-kata dengan segunung kekecewaan yang terucap jelas dari mulutnya itu membuat aku merasa kehilangan keberanian untuk berada di dekatnya kala itu. Namun, aku keras kepala dan tetap berusaha walau hatiku sakit.

Dia bukan ingin menjauhiku, tapi dia hanya sedang tertekan dengan semua yang dia alami. Freen masih membutuhkanku.

Aku menguatkan diriku sendiri untuk tidak hilang dari hidupnya, aku tak ingin menyerah. Aku belum lelah.

Di kala itu, tak ada kalimat yang bisa menenangkannya, aku tidak bisa memilih satu kalimat pun yang bisa memulihkan keadaan. Aku masih tetap bertahan di atas pijakan ini untuk selalu berada di sampingnya, hingga dalam waktu yang lama.

Tapi aku tak berjanji saat itu, karena jika saja, mungkin ketika hatiku lelah nanti, aku akan perlahan mundur. Mungkin dia memang tidak pernah membutuhkan aku dari awal, aku saja yang merasa bahwa aku diperlukan.

Tapi tetap saja, aku berharap dia bisa bangkit.

Freen, jangan jauhi aku lagi, bisik hati yang merintih untuk memiliki.

________


Bukan hal yang baru bagi kami untuk selalu seperti ini, duduk berdua dalam kesunyian, kadang dia memberiku penuh kasih sayang dan perhatian, juga menjadi tempat ternyaman yang aku miliki, menggenggam tanganku saat hatiku sedang gundah, memelukku saat aku menangis, dan mengusap air mataku. Dia memang tidak akan pernah melihatku sebagai wanita, ya aku tau itu, dia hanya melihatku sebagai adik atau sahabatnya.

GL - Warm Heart - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang