4. Cinta Sendirian

317 64 56
                                    

"Kakak!" Tegur Donita, yang melihat putri sulungnya itu justru tertidur di meja makan.

Yafa tersentak mendengar teguran Donita. Dengan terpaksa Yafa menegakkan tubuhnya. Matanya yang masih mengantuk pun harus ia buka lebar-lebar.

"Ngantuk banget kamu kayaknya. Begadang ya?"

Yafa hanya meringis. "Aku nggak sekolah aja ya, bun?"

"Emang kenapa? Kamu sakit?" Tangan Donita terulur untuk memeriksa suhu badan Yafa di keningnya. "Nggak panas, kok. Normal-normal aja."

Yafa menjauhkan tangan Donita dari dahinya. "Aku nggak sakit."

"Terus kenapa?"

"Ngantuk tau, bun."

"HEH! ENAK AJA, KALO NGOMONG!" Sentak Donita. "Sekolah yang bener! Dikira sekolah itu gratis apa? Bayar, kak! Apalagi sekolahmu biayanya nggak main-main! Siapa yang suruh kamu begadang coba? Kalo ayah tau, kamu pasti dimarahi!" Omelnya.

"Namanya juga ngantuk."

"Kamu abis begadang ngapain emangnya? Streaming? War tiket?"

"Enggak."

"Terus ngapain?"

"Ngerjakan tugas." jawab Yafa pelan.

"Tugas apaan? Susah banget emangnya sampai begadang segala?"

Yafa hanya mengangguk sekilas, lalu mulai mengambil piring, dan sarapannya. "Winnie the Pooh masih tidur?" Tanyanya, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Masih. Dia bangun jam tiga pagi tadi. Rewel, maunya ditemenin sama ayah. Abis itu tidur lagi mulai jam lima. Bunda pun juga sebenarnya masih ngantuk, karena nemenin adek telponan sama ayah. Tapi, ada rapat hari ini."

Kepala Yafa hanya mengangguk. Dia tentu tidak mau Donita tau, jika dirinya tidak bisa tidur, setelah menyatakan cinta kepada Arhan. Wanita itu pasti shock, jika tau bahwa dirinya benar-benar melakukan apa yang disarankan oleh Tenesya, tanpa bertanya dulu kepadanya.

Ingatannya kembali pada kejadian semalam. Begitu dirinya sudah menyatakan cinta, Yafa langsung mengakhiri panggilan mereka, tanpa berani menyentuh ponselnya kembali sampai pagi ini. Gadis itu bahkan tidak ingin tau, bagaimana respon Arhan, walaupun sebenarnya penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh Arhan tentang dirinya.

Ada perasaan malu, takut, dan cemas. Semua menjadi satu, hingga rasanya, Yafa merasa sedikit stres.

"Kakak! Kakak! Kak!"

Yafa kembali tersentak, saat Donita menggoyang pelan bahunya.

"Tadi ketiduran, sekarang ngelamun. Kenapa sih, kamu?"

"Cuma ngantuk."

"Nggak usah sekolah, deh. Ntar, kalo lagi pelajaran, nggak ngerti lagi apa yang diterangkan sama gurunya."

"Beneran? Aku boleh bolos?"

"Cuma sehari ini doang! Besok-besok udah nggak ada kompensasi!"

Yafa tersenyum lebar mendengar keputusan Donita. "Aku boleh ke rumah kak Tenesya?"

"Mau ngapain? Di rumah aja, sekalian minta tolong jagain adek. Lagi rewel dia, karena kangen ayah. Pasti nggak mau sama baby sitter-nya."

"Jagainnya sekalian main sama si kembar di rumah kak Tenesya. Ya? Boleh ya, bun?" Bujuk Yafa.

Donita terlihat berpikir, melihat wajah Yafa yang penuh harap. "Kalo gitu, kamu cepetan sarapan, abis itu siap-siap. Bunda antar kalian ke rumahnya Tenesya. Jam sepuluh nanti, bunda jemput."

My Youth (Side Story Miss Independent Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang