Arhan tersenyum miris. Dulu, dirinya adalah seseorang yang selalu menerima pesan dari Yafa, dan membalas sekadarnya. Tapi kini, semuanya telah berubah. Berganti dengan dirinya, yang selalu mengirim pesan kepada gadis itu.
Mungkinkah, kali ini kisah cintanya kembali gagal?
Apakah ini karma yang harus dia terima, atas apa yang sudah dilakukan ayahnya di masa lalu?"Kamu ambil lembur lagi?"
Arhan tersentak, saat Wanda tiba-tiba saja datang dan bertanya. Laki-laki itu mengangguk kikuk. "Iya, bu."
"Udah seminggu ini kamu ambil lembur terus. Biasanya selalu pulang tepat waktu. Kenapa? Nggak kencan sama Yafa?" Goda Wanda, sepertinya wanita itu tidak tau apa yang sedang terjadi diantara Arhan dana Yafa.
"Enggak dulu, bu. Yafa lagi fokus belajar, mau masuk kuliah."
Wanda mengangguk mengerti. "Iya juga."
Wanda menepuk pundak Arhan. "Semangat ya!"
"Makasih, bu."
"Saya pulang dulu, kalo gitu." pamit Wanda.
"Hati-hati."
Arhan kembali melihat ponselnya, berharap salah satu pesannya dibalas oleh Yafa, walaupun sepertinya mustahil.
Laki-laki itu meletakkan ponselnya, lalu beranjak dari duduknya. Melangkahkan kakinya keluar kantor, hanya untuk memperhatikan suasana sekeliling. Hingga matanya terhenti, ketika melihat cafe di seberang jalan.
Senyum tipis muncul di bibir Arhan. Dia ingat saat dirinya tiba-tiba dibawa paksa oleh seorang wanita hamil, lalu menyuruhnya duduk, dan bicara dengan Yafa.
Arhan tercenung. Wanita hamil itu. Jika Yafa bisa meminta tolong kepada wanita itu saat berusaha mendekatinya, bukankah itu berarti, dirinya juga bisa melakukan hal yang sama?
Kepala Arhan mengangguk yakin. Laki-laki itu tersenyum lebar, lalu buru-buru kembali masuk ke dalam guna mengambil ponsel.
"Maaf mengganggu, bu Wanda. Ada hal yang saya lupa barusan. Bisa saya minta tolong?"
***
"Jadi, udah ketemu mau masuk universitas mana, kak?" Tanya Tian, ketika mereka sedang sarapan.
Yafa menggeleng. "Nggak tau. Nggak tertarik kuliah."
"Mungkin sekarang enggak, tapi nanti, kamu pasti bakal mikir, kalo pendidikan itu penting." Tian menasehati.
"Kakak minatnya di bidang apa?" Tanya Donita.
"Jadi fangirl." jawab Yafa sekenanya.
"Heh! Yang bener aja! Masa iya, kamu mau seumur hidup jadi fangirl? Member NCT aja banyak yang udah sarjana!" Tegur Tian.
"Emang kenapa? Ayah kan, banyak uangnya? Nanti ajalah, kalo aku lagi mood, pasti aku bilang sama ayah, kalo mau kuliah. Sekarang lagi nggak mood soalnya."
"Kuliah kok nunggu mood. Kalo mood kamu sampai seumur hidup nggak mau kuliah, gimana?" Cecar Tian.
Yafa hanya mengedikkan bahunya. "Ya udah, nggak usah kuliah. Aku mau jual pulau aja. Ntar duitnya bisa buat bangun kos-kosan elit, kayak kak Tenesya. Enak jadi ibu kos, cuma pake daster, tapi duit ngalir tiap bulan. Tapi, karena aku punya dua pulau dari kakek sama nenek peot, yang satunya juga aku jual, buat bangun gedung khusus konser dengan kapasitas seratus ribu orang, terus disewakan. Lumayan, bisa nonton gratis, tanpa harus war tiket, karena targetku cuma konser K-Pop."
"Terserah kamu lah, kak! Capek ayah ngasih tau kamu."
"Ya iyalah, hidup juga, hidup aku. Jadi ya, terserah aku."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth (Side Story Miss Independent Series)
FanfictionKUNYANG GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 R.A Maharani Yafara Kirana Mahendra putri sulung dari seorang Tian Mahendra itu kini sudah menjadi sosok gadis remaja yang cantik...