Yafa tidak bisa menyembunyikan senyumannya, begitu melihat Arhan sudah menunggu di sebuah kursi taman, dimana mobilnya diparkir.
"Udah lama, kak?" Tanya Yafa.
Arhan balas tersenyum. "Baru aja."
Tanpa permisi, Yafa pun duduk di sebelah laki-laki itu.
"Gimana ujiannya? Bisa?" Tanya Arhan penuh perhatian.
"Bisa dong! Kalo nggak bisa, nanti kita nggak dibolehin ketemu sama ayah! Aku belajar mati-matian tau, kak! Biar nilaiku nggak turun!" Ucap Yafa mulai curhat.
"Emang kenapa kalo kita nggak bisa ketemu? Biasanya juga gitu, kan? Lagian, kalopun kita nggak ketemu, masih bisa video call."
Bibir Yafa mencebik. "Rasanya beda tau, antara ngobrol langsung, sama yang cuma video call! Lebih enak ketemu langsung, biar so sweet, kayak kisah cintanya bunda Donita."
"Oh ya? Emang bunda kamu kisah cintanya gimana?" Pancing Arhan, agar gadis itu mulai bercerita. Entah kenapa, tetapi Arhan merasa bahagia, hanya dengan mendengarkan gadis itu bercerita banyak hal tentang kegiatannya.
"Kata bunda, jaman dulu itu, jarang ada orang yang punya alat komunikasi. Jadi, mereka bakal langsung ketemu kalo lagi kangen! So sweet, kan? Beda sama ayah! Kehidupan dia tuh rasanya datar-datar aja! Soalnya ayah tuh, orangnya patuh banget sama aturan. Tau ah, kalo ngomongin ayah tuh, aku rasanya sebel banget! Dia tuh terlalu sibuk kerja, kerja, kerja! Kayak nggak punya kehidupan lain!"
"Ayahmu kerja kan, buat keluarga kalian. Buat bayar sekolahmu, dan itu nggak gratis." ucap Arhan mengingatkan.
Mata Yafa memandang ke depan. Terlihat tidak ingin mengingat hal apa saja, yang sudah ia lalui selama ini. "Iya." jawabnya singkat.
Tak ingin berlama-lama mengingat masa lalu. Yafa kembali memalingkan wajahnya kepada Arhan. "Jadi, apa jawaban kakak? Aku mau jawabannya sekarang!"
"Kamu nggak mau jalan-jalan dulu? Kita bisa makan dulu di luar, kalo kamu mau. Kamu pasti capek, dan belum makan." saran Arhan.
Yafa menggeleng cepat. "Aku nggak mau jalan-jalan! Aku butuh jawabannya sekarang! Jadi gimana? Kakak nggak liat aku kayak anak kecil lagi, kan? Iya, kan?" Desaknya.
"Kenapa buru-buru banget pengen tau jawabannya, sih? Mending kita-"
"Iiissshhh! Jangan ngulur-ngulur waktu! Jawab aja sekarang!" Yafa tetap pada pendiriannya.
Arhan pun mengalah. Laki-laki itu menarik nafas panjang sebelum akhirnya mengangguk. "Iya. Aku nggak lagi ngeliat kamu sebagai anak kecil. Maaf, karena selama ini udah mikir begitu sama kamu. Selama satu bulan belakangan, aku tau, kamu bukan cewek remaja yang hobi nongkrong, pakai make up tebal, ataupun cewek-cewek yang kalo nggak dibalas chat-nya, bakal spam, tanpa tau kesibukan seseorang."
Senyum di bibir Yafa mengembang, mendengar jawaban Arhan. Benar kata pepatah, sebuah usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.
"Tapi ... bukan berarti kita bisa punya hubungan semacam pacaran!"
Arhan menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri, di depan wajah Yafa. Hingga membuat kening gadis itu mengerut kecewa.
"Kenapa gitu?" Tanya Yafa, merasa dipermainkan.
"Karena kamu harus selesaikan pendidikanmu dulu! Kamu harus jadi sarjana! Kamu harus punya gelar! Harus jadi cewek pintar!"
"Ujung-ujungnya disuruh belajar lagi!" Dengus Yafa. "Padahal aku suka sama kakak, biar bisa ngerasain gimana rasanya pacaran! Soalnya kan, aku nggak perlu repot-repot kuliah, karena cita-citaku mau jadi istri kak Arhan aja!"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth (Side Story Miss Independent Series)
FanfictionKUNYANG GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 R.A Maharani Yafara Kirana Mahendra putri sulung dari seorang Tian Mahendra itu kini sudah menjadi sosok gadis remaja yang cantik...