Waktu berlalu begitu cepat. Perlahan, Yafa mulai bisa mengingat semuanya. Dokternya sendiri pun juga merasa takjub, dengan kondisi gadis itu yang bisa mengingat kembali dalam waktu 6 bulan saja. Tapi, jika mengingat bahwa Yafa sekarang dikelilingi oleh orang-orang baik, yang membantunya sembuh, hal itu jelas, bukanlah hal mustahil.
"Yaya! Yaya!"
Yafa menepuk dadanya sendiri, ketika Winter mencoba memanggil ayahnya. "Ini namanya kakak Yafa."
Winter menggeleng. "Yaya! Yaya!"
"Enggak! Nggak boleh! Bilang kakak dulu!" Yafa menghalangi Winter yang hendak keluar dari kamarnya.
"Yaya! Yaya! Yaya!"
"Ya udah, nggak usah! Nggak boleh keluar! Nggak boleh ketemu ayah!"
Winter mulai merengek, tangannya berusaha mendorong tubuh Yafa yang menghalanginya.
"Makanya ngomong dulu, kakak Yafa, tolong buka pintunya." pinta Yafa, agar bayi berusia 15 bulan itu menurutinya.
"Yaya!"
"Kakak! Bukan ayah!"
"Tutututu!" Winter menunjuk-nunjuk kearah pintu.
Yafa menggeleng. "Nggak boleh! Bilang kakak dulu, baru boleh keluar kamar. Masa, kamu cuma bisa panggil ayah sama bunda doang? Kakak nggak pernah dipanggil!"
Winter terlihat tidak peduli dengan ucapan Yafa. Bayi itu kembali mencoba mendorong Yafa, agar dirinya bisa keluar.
Namun, semakin Winter berusaha mendorong tubuh Yafa, gadis itu justru langsung memeluk adiknya erat. Hingga Winter memberontak, minta dilepaskan, karena Yafa yang terus mencium seluruh wajahnya.
Yafa terlihat tidak peduli, dia merasa terlalu gemas dengan adiknya tersebut, hingga akhirnya, Winter mulai menangis, karena tidak kuasa melawan. Yafa justru tertawa, lalu mencubit kedua pipi Winter, sampai bayi itu menangis semakin keras. Entahlah, hanya saja, Yafa merasa bahagia mendengar tangisan Winter, yang sangat memekakkan telinga.
"Kenapa, kak?" Tian masuk, dan langsung menggendong Winter, ketika bayi itu mengangkat kedua tangannya.
"Dia mau keluar, tapi aku nggak bolehin. Jadi, aku cium mukanya, terus aku cubit pipinya." jawab Yafa jujur.
"Astaga. Kalo nanti malam rewel, gimana?" Kata Tian, sembari menenangkan Winter.
"Nggak mungkin, kalo ayah tidur sama dia. Orang dia bucin sama ayah."
"Ada apa, ini? Kenapa adek nangis?" Tanya Donita yang baru saja datang.
"Udah datang, bun? Tumben cepet? Nggak gosip dulu?" Sindir Tian.
"Rumah sakit nggak mau, kalo sampai bayi-bayi yang baru lahir itu kebangun, gara-gara kebanyakan orang yang jenguk ibunya. Kalo Tenesya sendiri sih, sebenernya nggak mau ditinggal. Lagian ya, kalo nggak suka liat aku pulang, biar aku keluar lagi!"
"Cuma ngomong."
"Nggak penting!" Tandas Donita. "Haus ya, sayang? Ayo minum, yuk." Donita mengambil alih Winter dari gendongan Tian.
"Abis dicubit kakak dia, makanya nangis." adu Tian.
"Salah sendiri pipinya kayak bakpao! Kan, aku gemes!" Yafa membela diri.
"Kalian sama aja."
"Beda!" Sahut sepasang ayah dan anak tersebut.
"Terserah." Donita pergi dengan membawa Winter menuju dapur.
"Ayah!" Yafa langsung merangkul lengan Tian, yang hendak mengikuti langkah istrinya itu.
Mata Tian menyipit, merasa curiga dengan tingkah Yafa. "Mencurigakan. Pasti ada maunya."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth (Side Story Miss Independent Series)
FanficKUNYANG GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 R.A Maharani Yafara Kirana Mahendra putri sulung dari seorang Tian Mahendra itu kini sudah menjadi sosok gadis remaja yang cantik...