13. Pesan Terakhir

268 64 53
                                    

Wanda menerima surat perintah dari atasannya dengan gamang. Dia tidak pernah menyangka, akan kehilangan salah satu anggota terbaiknya.

"Bu Wanda, manggil saya?" Tanya Arhan, begitu masuk ke ruangan atasannya itu.

"Silahkan duduk." ucap Wanda mempersilahkan.

Kening Arhan mengerut, ketika Wanda menyodorkan sebuah amplop coklat kepadanya.

"Silahkan dibaca." titah Wanda.

Arhan menurut, dan mulai mengeluarkan selembar kertas dari dalam amplop coklat tersebut. Membaca satu-persatu kalimat yang tertulis di sana, sebelum kembali melihat kearah Wanda. "Saya ... dimutasi?"

"Saya sendiri juga nggak paham, kenapa tiba-tiba kamu harus dimutasi di desa Sohokanggo, distrik Mandobo, yang sangat terpencil, di daerah Papua. Pagi-pagi sekali, surat perintah itu udah ada di meja saya. Dan tugas saya, hanya bisa menyampaikan apa yang sudah menjadi mandat dari pusat."

"Saya mengerti, bu."

"Arhan?" Panggil Wanda.

"Ya?"

"Apa kamu, punya masalah dengan salah satu petinggi di instansi ini? Mereka nggak mungkin tiba-tiba melakukan mutasi, sebelum pemberitahuan jauh-jauh hari, kan?" Tanya Wanda hati-hati.

Arhan diam, terlihat berpikir, sebelum akhirnya menggeleng. "Saya nggak tau, bu. Tapi ... ini bukan hal aneh di instansi kita, kan? Saat salah satu dari petinggi itu nggak suka sama anggotanya, maka, mereka biasanya akan melakukan mutasi atau pemecatan, walaupun kinerja kita udah bagus. Tapi, saya bersyukur, seenggaknya saya hanya dimutasi, bukan dipecat."

"Sayang sekali, karena saya harus kehilangan anggota yang selalu bisa diandalkan."

"Masih ada Brigpol Manggala sama Sagara di sini. Jadi, kalopun saya dimutasi, itu nggak akan ngaruh."

"Kata siapa? Manggala itu kadang nggak bisa profesional, kalo kerja! Jadi, itu udah jelas bikin saya pusing, karena kadang dia maunya dimanja, dan selalu menunda-nunda pekerjaan! Dia itu nggak bisa membedakan mana rumah sama kantor." gerutu Wanda.

Arhan terkekeh kecil. Wanda pun ikut tertawa kecil.

"Semoga betah di tempat baru. Dan, tolong usahakan agar kita semua tetap terhubung, walaupun di daerah itu susah sinyal. Sering-sering kasih kita kabar, kalo udah dapet sinyal."

"Akan saya usahakan." balas Arhan, "kalo begitu, saya permisi mau beres-beres dulu, bu."

Wanda mengangguk. "Hati-hati." pesannya.

Arhan hanya tersenyum kecil, lalu keluar dari ruangan Wanda.

"Susah kalo kerja sama orang yang nggak bisa profesional, dan punya kuasa. Selalu aja seenaknya sendiri! Makin lama, makin bobrok aja ini instansi. Gimana masyarakat mau percaya, kalo sesama anggota aja masih saling sikut." keluh Wanda.





***




"Pak Arhan mau kemana? Kok beres-beres meja kerja? Ini masih jam kantor, loh." Tanya Ajeng.

Arhan hanya tersenyum kecil. "Saya dimutasi." jawabnya santai.

"Hah! Yang bener, pak? Jangan becanda, ih!" Sahut Wulan, yang langsung mendatangi meja Arhan, diikuti yang lain.

"Seriusan, pak Arhan?" Tanya Sagara.

Arhan hanya mengedikkan bahunya, lalu menunjukkan surat perintah mutasi miliknya.

"Emang kenapa? Kok tiba-tiba dimutasi?" Tanya Varel, yang ikut terkejut mendengar berita tersebut, setelah membaca surat perintah mutasi milik Arhan.

"Sejak kapan ada mutasi karyawan, tanpa pemberitahuan?" Tanya Manggala.

My Youth (Side Story Miss Independent Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang