Dengan sedikit terburu-buru, Donita segera menekan tombol yang ada di atas ranjang Yafa, agar dokter dan perawat yang sedang berjaga mendatangi mereka, begitu melihat mata Yafa sudah terbuka.
Perasaan Donita begitu campur aduk. Disatu sisi dirinya merasa bahagi, karena putrinya sudah membuka mata. Namun, di sisi lain, wanita itu juga merasa cemas, ketika melihat raut wajah sang dokter yang sepertinya membawa kabar buruk.
Kepala Donita menggeleng kecil. Dalam hati, dia terus meyakinkan dirinya sendiri, bahwa putrinya akan baik-baik saja. Karena Yafa adalah gadis kuat. Dia gadis pintar, cerdas, dan luar biasa.
Kalimat itu terus ia gaungkan dalam hatinya. Berharap dengan begitu, semesta akan mendengarkan, dan Tuhan mengabulkannya, agar putri sulungnya bisa segera kembali seperti sedia kala.
Donita hanya memperhatikan sang dokter kejiwaan yang dulu pernah menangani gadis itu. Dokter wanita itu melambaikan tangannya di depan wajah Yafa, dan mencoba mengajak gadis itu bicara.
"Halo, Yafa. Masih ingat sama dokter, nggak?"
Yafa hanya diam. Matanya memang terbuka, namun terlihat kosong. Tidak ada kehidupan. Seperti ruang kosong, yang sudah lama ditinggalkan.
"Yafa ..."
Dokter spesialis kejiwaan itu kembali mencoba agar Yafa melihat kearahnya, dengan menjentikkan jarinya di depan mata gadis itu. "Yafa ..."
"Mau ... pulang ..." Yafa menangis, "takut... Yafa mau pulang, om! Mau pulang! Yafa takut!"
Tangis Yafa semakin histeris. Donita pun hanya bisa menggenggam tangan gadis itu, karena Yafa terus memberontak.
"YAFA MAU PULANG, OM! DI SINI GELAP! AYAH! BUNDA! TOLONG KAKAK, KAKAK MAU PULANG! KAKAK TAKUT! MAU PULANG!"
Yafa terus berteriak histeris, dan berusaha melepaskan pegangan dari orang-orang di sekitarnya.
"BUNDA! KAKAK TAKUT! TOLONG KAKAK! TOLONG!"
"Tolong suntikkan obat penenang!"
Salah satu perawat melakukan apa yang dikatakan oleh dokter. Menyuntikkan obat berisi cairan penenang.
"BUNDA! BUNDA! DI SINI GELAP! TOLONG! TOLONG KAKAK! KAKAK CAPEK! KAKAK LAPAR! KAKAK HAUS!"
Beruntungnya, obat penenang tersebut bekerja lebih cepat. Hingga beberapa menit kemudian, Yafa mulai tenang, sebelum akhirnya kembali tertidur, dengan air mata yang masih mengalir.
Donita tak henti-hentinya mengecup punggung tangan Yafa. Beberapa kali menempelkan punggung tangan tersebut pada pipinya. Membersihkan bekas air mata gadis itu, dan air matanya sendiri yang masih terus mengalir, dan seperti tidak ada tanda-tanda akan berhenti.
"Bisa saya bicara dengan bapak Tian?"
Donita menoleh kearah dokter yang menangani Yafa. "Ayahnya sedang ada di luar pulau untuk bertemu seseorang, dokter. Seseorang yang mungkin saja bisa membantu Yafa kembali seperti semula."
"Sayang sekali."
"Ada apa, dokter? Silahkan sampaikan saja kepada saya apa yang terjadi kepada Yafa. Saya perlu tau, karena saya juga ibu sambungnya."
Dokter tersebut mengangguk. "Baiklah, silahkan ikut ke ruangan saya."
Walau merasa berat, karena harus meninggalkan Yafa sendirian, Donita pun menurut.
"Saya titip putri saya ya, suster?" Pinta Donita, kepada salah satu perawat yang ada di sana.
"Baik, bu."
"Terima kasih."
Perawat tersebut mengangguk sekilas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth (Side Story Miss Independent Series)
FanfictionKUNYANG GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 R.A Maharani Yafara Kirana Mahendra putri sulung dari seorang Tian Mahendra itu kini sudah menjadi sosok gadis remaja yang cantik...