Baru saja ia memutuskan sambungan telepon, kini kepalanya pun hampir terbentur ke setir saat kakinya harus menginjak rem mendadak untuk menghentikan mobil yang sedang melaju itu.
"Shit!" umpatnya ketika mengangkat kepala dan melihat ke depan sana.
Sebuah mobil terparkir melintang tepat di tengah jalan dengan lampu yang menyorot tajam ke arahnya. Sejenak ia memperhatikan, ada apa dengan pengendara itu? Apa ia sudah gila? Mengapa mobil itu seolah sengaja menghalangi jalannya.
Tak berselang lama, seseorang tampak turun dari kursi kemudi. Tanpa berpikir lebih lama lagi, ia pun turun dan berniat menghampiri orang aneh di depan sana.
"Kamu siapa?" Regan menyipitkan mata berusaha mengenali sosok yang kini berdiri tak jauh di depannya.
Tak ada jawaban, lelaki itu terus melangkah mendekatinya. Sorot lampu mobil yang dibiarkan terus menyala itu jelas saja menghalangi pandangan Regan hingga ia sulit melihat lawan bicaranya.
"Sebaiknya kamu tinggalkan Indonesia malam ini juga!" katanya saat berdiri tepat di hadapan Regan.
"Kenapa ak-"
"Lakukan saja kalau kamu ingin ayahmu tetap baik-baik."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, ia kembali memutar langkah dan segera pergi meninggalkan Regan yang masih terdiam di tempatnya. Ia membuang gas beberapa kali sebelum melajukan mobilnya melewati Regan yang masih berdiri dalam kebingungan.
Regan tidak habis pikir dengan lelaki aneh itu. Apa masalahnya hingga ia harus meninggalkan Indonesia?pikirnya.
Ia mencoba mengingat-ingat, bukankah selama ini ia baik-baik saja? Dan sepertinya ia tidak memiliki masalah dengan siapa pun. Namun, satu hal yang kini menjadi tugasnya, yaitu mencari tahu siapa orang itu dan apa alasannya menyuruhnya pergi begitu saja.
Dering ponsel berhasil membuatnya tersadar.
"Kamu di mana?" tanya seseorang di balik telepon.
"Tunggu aku dua puluh menit lagi."
Ia menggeleng sebelum memilih kembali memasuki mobil dan melaju di tengah jalan menuju tempat janjiannya bersama seseorang tanpa memedulikan perintah orang aneh barusan.
Sementara di tempat lain, seorang perempuan tengah berlari kecil dari parkiran menuju ruang tunggu. Masker dan kaca matanya ternyata tidak bisa menyembunyikan kecantikan yang ia miliki. Sepanjang jalan, mata orang-orang yang dilalui terus menatapnya tanpa berkedip, hingga ia merasa sedikit risih dan menyesal ke tempat ini. Padahal ini sudah malam, mengapa mata mereka bahkan seperti mata kucing di malam hari.
Ia merutuki kebodohannya sendiri setelah melihat jam di layar ponselnya. Kurang lima belas menit lagi, artinya ia harus bersabar selama itu ditatap buas oleh lelaki di sekelilingnya. Harusnya tadi ia tidak perlu buru-buru untuk tiba di sini.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya lelaki tampan yang menjadi penyebab kehadirannya di tempatnya ini pun muncul dan melangkah ke arahnya sambil tersenyum. Ia membuka kaca matanya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya masih menyeret koper. Sepatu sport yang ia gunakan sengaja disamakan dengan warna topi dan maskernya yang berwarna putih . Jaket kulit hitam itu sudah cukup kontras dengan kulitnya yang putih, dan semakin mengeluarkan aura ketampanannya.
"Kak," pekik Erika ketika tangan lelaki itu langsung memeluknya. "Gila, kamu makin tampan saja tinggal di Maroko," gumamnya masih mengagumi wajah tampan yang tersembunyi di balik masker itu.
"Kamu juga ..." jedanya sambil memicingkan mata melihat tubuh mungil di depannya itu, "makin cantik."
Keduanya saling memeluk melepas rindu sebelum meninggalkan tempat menuju parkiran.
"Gimana, Kak?" tanya Erika tiba-tiba saat mereka baru saja menutup pintu mobil.
"Gi-mana apanya?"
"Kak Sean, aku yakin kamu belum pikun." Erika merungut kesal sembari melipat lengannya di depan dada.
Sean melirik adiknya sebentar seraya mengacak rambut gadis itu dengan gemas. Tentu saja ia belum pikun, dan apa pun yang berkaitan dengan Erika tidak akan pernah ia lewatkan sedikit pun.
"Udah, tenang aja, kupastikan orang itu akan menghilang malam ini juga bahkan sebelum aku menemuinya," ucapnya sebelum menyalakan mobil dan menjadi salah satu kendaraan yang melaju di jalanan ibu kota.
•○°•○°
"Om Andra apa kabar?" Gadis itu tersenyum menatap lelaki di depannya.
"Baik," jawabnya singkat sembari meletakkan ponselnya ke atas meja.
"Papaku nitip salam. Tahun depan ia berencana mengundang Om Andra ke Belanda."
Mendengar nama Belanda, seketika membuat pikiran Regan kembali teringat pada kejadian di tengah jalan beberapa saat lalu.
"Sebaiknya kamu tinggalkan Indonesia malam ini juga!"
"Lakukan saja, kalau kamu ingin ayahmu tetap baik-baik."
Apa sebenarnya yang terjadi? Apa selama ini ayahnya punya musuh? Tapi kenapa ia tidak pernah diberi tahu soal itu?
Ucapan orang itu benar-benar mengganggu pikirannya sekarang. Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua pikiran buruk yang akan terjadi jika ia tidak melakukan apa yang diperintahkan padanya.
"Regan ..." panggilnya membuat pemilik nama spontan mendongak. "Are you oke?"
Regan hanya mengangguk dengan sedikit senyum yang menghiasi bibirnya. Namun, senyum itu seketika terhenti saat tiba-tiba jemari perempuan itu menggenggam tangannya.
"Kamu boleh cerita apa pun dan kapan pun kamu mau," katanya kembali berusaha meyakinkan Regan.
Sekali lagi, Regan hanya membalas dengan sebuah anggukan. Seolah tersadar dengan sesuatu, ia kembali meraih ponselnya sebelum pamit pergi meninggalkan teman perempuannya itu.
"Sorry, Lis. Aku harus pergi."
"Tap- Regan!" teriak Elis berusaha menyusul Regan.
Dengan langkah lebar dan cepat, ia terus berjalan menuju tempat di mana mobilnya terparkir. Ia tiba-tiba mengkhawatirkan ayahnya.
"Regan, tunggu!"
Akhirnya Elis berhasil menyusulnya. Menahan lengannya saat ia akan membuka pintu mobil. Regan hanya berbalik menatapnya, menghembuskan napas kasar lalu mengajaknya masuk ke mobil.
"Masuk dulu, nanti aku ceritakan di jalan."
Akan tetapi, sepanjang perjalanan keduanya hanya diam. Tak ada yang ingin memulai untuk bersuara, memilih tenggelam dalam sunyi yang mereka ciptakan sendiri.
Hanya beberapa menit melaju di jalanan, tibalah mereka di depan sebuah rumah mewah dengan beberapa lelaki yang bertubuh tegap dan besar yang setia menjaga gerbang.
Regan membunyikan klakson untuk menyapa para pengawal ayahnya itu sebelum memasukkan mobil ke dalam garasi. Dalam hati, ia merasa tenang saat melihat rumahnya masih dijaga ketat seperti itu. Itu berarti ayahnya akan tetap aman.
Masih tanpa suara, Regan turun dari mobil dan segera melangkah menaiki anak tangga dengan Elis yang terus berjalan di belakangnya.
Tangannya terulur memegang knop dan membuka pintu kamar ayahnya dengan pelan. Entah mengapa perasaannya menjadi tidak tenang malam ini sebelum memastikan keadaan ayahnya baik-baik saja.
Ia tersenyum saat mendapatkan ayahnya telah tertidur dengan tenang. Namun, alisnya sedikit mengerut melihat sebuah map yang tergeletak di bawah jendela sana.
"Itu apa?" tanya Elis melihat map coklat itu berada di tangan Regan.
Dengan hati-hati, Regan membukanya dan ...
TINGGALKAN MALAM INI JUGA!!!
ATAU KAU AKAN MENYESALElis memekik kaget dan refleks menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Matanya terbelalak menatap Regan tidak percaya. Apa itu sebuah ancaman untuk Regan?
Alhamdulillah selesai untuk hari pertama
Jumlah kata 1045😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
Mystery / ThrillerPada akhirnya Erika akan bertemu dengan apa yang ditakdirkan untuknya. Sekeras apa pun ia menghindar.