Suara ketukan yang diiringi panggilan dari balik pintu membuat perempuan itu terpaksa berhenti dari kegiatannya membaca buku.
"Erika ...."
Sebentar, ia hanya menatap ke arah pintu, lalu kembali menatap buku yang masih ia pegang di tangan kanannya. Sementara namanya masih terus diteriakkan di balik pintu.
Suara di depan sana tak akan berhenti memanggilnya selama pemilik nama belum menampakkan wajahnya. Tak ada pilihan lain, selain menutup bukunya lalu berjalan menghampiri pintu yang sudah bosan diketuk itu.
"Erika!"
"Iya, Pa?" tanyanya ketika pintu telah terbuka lebar dan menampilkan sosok lelaki paruh baya yang tetap terlihat berkharisma.
"Rekan bisnis papa mau-"
"Maaf, Pa. Erika sibuk." Dengan cepat ia memotong tanpa menunggu ucapan sang Ayah selesai.
Hendru hanya bisa tersenyum dengan sedikit mengangguk, ia paham dan sangat maklum dengan kesibukan putri bungsunya itu sejak sang istri meninggalkan mereka.
Lelaki itu memilih pamit kembali untuk menemui rekan bisnisnya yang menunggu di ruang tamu seraya memikirkan alasan yang akan ia berikan nantinya.
Namun Erika, ia tidak benar-benar kembali pada kesibukannya. Sejenak ia terdiam duduk bersila di atas ranjangnya, entah apa yang ia pikirkan hingga ia memilih ke balkon untuk mendengar sedikit pembicaraan para tamu ayahnya itu.
Dengan langkah yang sangat pelan dan hati-hati ia menuju balkon yang berada tepat di atas ruang tamu. Padahal ia bisa saja berjalan seperti biasa tanpa mengendap seperti itu, siapa yang peduli dengan dirinya di atas sana. Semua asisten rumah tangga bahkan dibuat sibuk di bawah sana.
Butuh waktu lima menit barulah ia sampai di tempat tujuannya. Akan tetapi, saat ia tiba di sana, ternyata para tamu itu sudah berpamitan untuk pulang.
Ya, lambat, gumamnya dalam hati.
Samar-samar ia mendengar beberapa suara yang saling beradu tawa. Di bawah sana, ia melihat beberapa orang saling berjabat tangan sebelum memasuki mobil masing-masing.
"Aku harap kamu bisa membujuk anak gadismu untuk pertemuan keluarga kita selanjutnya," ucap lelaki tua itu sambil menepuk pelan bahu Hendru. Sementara di atas sana, Erika hanya menyunggingkan senyum mendengar permohonannya. Enak saja menyuruh ayahku untuk membujukku.
Setelah memastikan ketiga mobil hitam itu menghilang dari gerbang, Erika pun melangkah kembali ke kamarnya. Mencari cara yang paling tepat untuk menolak perjodohan tanpa menyakiti perasaan orang tuanya dan tentu yang tidak merugikan bisnis keluarganya.
Jika biasanya seorang yang dijodohkan akan pergi meninggalkan rumah, lain halnya dengan Erika. Gadis yang terkenal pembangkan dan keras kepala itu justru memilih cara yang lain yang lebih aman dan ia jamin lebih efektif.
Ia pikir dengan meninggalkan rumah rasanya sudah sangat biasa. Kebanyakan drama yang seperti itu digunakan oleh korban perjodohan hampir di seluruh belahan bumi, tetapi sangat sedikit yang berhasil. Karena pada akhirnya mereka kembali bisa dibujuk atau bahkan terpegaruh oleh ancaman.
Tiba di kamar, ia segera meraih ponsel yang sebelumnya dibiarkan tergelak di atas tempat tidur. Mencari kontak seseorang dan menghubunginya.
"Kak, aku butuh bantuanmu," katanya tanpa basa-basi saat video call terhubung dan menampilkan wajah lelaki tampan yang memenuhi layar ponselnya.
"Hei, ada apa lagi? Seorang lelaki mengganggumu? Katakan, yang mana lebih dulu kuhilangkan darinya? Nafsunya padamu atau ... nyawanya?"
Erika mengangguk. Kedua kakak beradik itu saling melempar senyum, lebih tepatnya seringai yang sangat mengerikan.
Assalamu'alaikum Warahmatullah
Hai ... kenalin, ini cerita pertama yang saya ikutkan dalam event PENSI yang diadakan oleh TeoriKata dengan tantangan menulis selama 25 hari.
Sebelumnya, saya mengucapkan terima kasih karena dengan adanya Event ini saya bisa kembali merasa tertantang untuk menemukan dan mengembangkan ide setiap harinya.
Untuk para pembaca, selain viewrs dan likenya, saya juga mohon kritik dan sarannya, ya. Meski belum sempirna, semoga ke depannya bisa semakin baik.
Salam sayang untuk kalian🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
Mystery / ThrillerPada akhirnya Erika akan bertemu dengan apa yang ditakdirkan untuknya. Sekeras apa pun ia menghindar.