Suara tawa sedari menggema memenuhi sudut ruangan yang berukuran empat puluh meter persegi itu, dengan cahaya remang yang dihasilkan dari lampu lima watt.
Penerangan yang minim tetapi tidak bisa menekan rasa bangganya karena telah berhasil menjalankan rencananya. Lelaki itu adalah Yowan, teman lelaki Erika yang sudah lama menginginkannya.
Di ruang kotor itu, ia tidak sendiri. Ada Zaky yang sedari awal menemukannya di pinggir jalan terus berusaha menyadarkannya. Ia telah banyak minum hari ini hingga menjadikannya mabuk seperti itu.
"Gue hebat, kan, Zak?" tanya Yowan menepuk dadanya bangga.
Zaky mengerutkan alisnya heran, "emang lo habis ngapain?"
"Habis ngasih kado ke pujaan hati gue," jawabnya lalu kembali tertawa.
Sementara Zaky hanya menggeleng memaklumi keadaan temannya. Dari dulu ia memang mencintai seorang perempuan dan beberapa kali tidak pernah berhasil menyatakan perasaannya. Zaky pikir malam ini Yowan hanya berhalusinasi, perempuan mana yang mau menerima kado dari orang mabuk seperti dia.
Sebelum pukul tiga dini hari, lelaki itu sudah sampai dilokasi sesuai yang ditunjukkan dalam peta maps. Setelah mengobati luka di perut Erika, ia langsung mengotak-atik ponsel dan laptopnya mencari tahu siapa penelepon misterius tadi. Ia yakin orang itu ada hubungannya dengan kejadian yang dialami adik kesayangannya itu.
Sangat mudah menemukan titik lokasinya, dan kini ia telah tiba depan bangunan tua dan gelap. Tidak jauh dari jalan raya, hanya perlu beberapa menit berjalan kaki, karena memang tidak ada akses jalan masuk untuk kendaraan.
Sebelum memasuki dan memeriksa ruangan yang ada di dalam sana, ia mengeluarkan sebuah pistol yang telah diisi peluru baja dari saku jaketnya. Ia memasuki bangunan itu dengan langkah yang tenang dan santai layaknya memasuki sebuah restoran untuk menyantap hidangan kesukaannya.
Matanya melirik ke samping kiri dan kanan setiap ruangan yang ia lalui. Sorot mata itu benar-benar tajam dan membunuh, bahkan mampu membuat makhluk astral sekali pun ketakutan saat melihatnya. Itulah tatapan seorang Sean.
Berapa langkah, samar-samar ia mendengar percakapan dua orang dari salah satu ruangan di depan sana.
"Gue ngasih kado spesial yang gak akan dia lupakan," ia cegukan sebentar lalu kembali melanjutkan, "mungkin akan dia bawa sampai mati."
"Siapa pujaan hati lo itu?" tanya Zaky.
Jujur saja, sudah lama ia menaruh curiga pada Yowan. Perempuan yang ia inginkan itu adalah Erika, dan inilah kesempatan yang bagus untuk mencari tahu kebenerannya. Katanya, orang mabuk akan sangat mudah mengatakan sesuatu dengan jujur.
"Si cantik Erika."
"Apa?" Zaky meraih kerah baju Yowan.
Hampir saja ia layangkan sebuah pukulan ke wajah lelaki itu, namun Yowan lebih dulu menertawakannya.
"Kenapa? Lo juga naksir sama Erika? Sayangnya lo terlambat hahaha."
"Apa yang udah lo lakuin ke Erika? Jawab!"
Emosi Zaky benar-benar tersulut. Ia bahkan sudah menghajar temannya itu tanpa ampun. Ia pikir kado spesial yang dimaksud Yowan itu pasti hal yang lain. Pikirannya hanya satu, Yowan telah melecehkan perempuan yang dicintainya, dan itulah yang membuatnya tak ingin berhenti menghajar lelaki brengsek itu.
Tangannya terus bergerak memukul, sementara pikirannya tertuju pada Erika. Ia tidak habis dengan kondisi perpuan itu sekarang.
Ingatannya kembali pada saat pertama kali ia menemukan Yowan di pinggir jalan. Pemuda itu berjalan dengan langkah yang terhuyung, dengan tampilan memang sedikit berantakan. Andai ia tahu temannya itu baru saja melakukan kesalahan, ia tak akan bersusah payah menolongnya. Biarkan saja ia mati di pinggir jalan.
Wajah Yowan sudah babak belur, namun senyum masih terus tersungging di bibirnya. Senyuman yang menjijikan di mata Zaky. Ia bersumpah akan menghabisi Yowan jika memang benar itu yang terjadi. Tidak peduli lagi dengan hubungan persahabatan.
Di balik tembok, Sean mendengar semua percakapan mereka dan melihat lelaki itu pergi setelah menghajar temannya. Ia sengaja membiarkan lelaki itu keluar terlebih dahulu.
•○°•○°
"Bagaimana?" tanyanya setelah menyesap kopi yang baru saja disuguhkan oleh pengawalnya.
"Saya sudah pastikan, dia berangkat sesuai dengan tiket yang anda berikan," jawab pengawal yang duduk tegap di seberang meja.
Ia mengangguk kecil seraya meletakkan cangkir kembali ke atas meja. Senyumnya tersungging mengingat rencana yang ia susun akhirnya berjalan dengan lancar. Dan, tanpa seorang pun yang tahu.
Merasa tugasnya sudah selesai, pengawal itu pun pamit pergi melaksanakan tugas yang lain. Dalam hati ia merasa ada yang aneh dengan tuannya kali ini. Ini kali pertama ia tidak tahu sama sekali dengan rencananya.
Sementara di sebuah bangunan tua, seorang pemuda dibuat tercengang ketika mendapati temannya tak lagi bernyawa dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Dia adalah Zaky. Pagi ini, ia sengaja mengunjungi Yowan sebelum penduduk lain menemukannya. Selain berniat meminta maaf atas perlakuannya beberapa jam lalu, ia pun ingin menyeret temannya itu untuk menemui Erika.
Namun, ternyata lelaki malang itu telah tiada dan menyisakan banyak pertanyaan di kepalanya. Siapa yang melakukannya? Tidak mungkin lelaki itu meninggal hanya karena ia dihajar.
Perlahan ia mendekat, menyentuh tubuh dingin temannya yang terbujur kaku itu. Betapa kagetnya ia saat membalik mayat Yowan. Ternyata ada banyak bekas tusukan di beberapa bagian tubuhnya. Ia mundur beberapa langkah dengan tubuh yang gemetar. Siapa yang sudah melakukannya?
Ia masih terpaku menatap jasad temannya, hingga suara sirine polisi menyadarkan dan membuat tubuhnya semakin bergetar ketakutan.
"Angkat tangan!"
Ia mengangkat tangan ke samping wajah kiri dan kanannya seraya berbalik menghadap rombongan polisi.
"Bu-bukan saya, Pak," ucapnya terbata.
"Silahkan ikut kami dan jelaskan di kantor," kata seorang polisi yang kini tengah memasang borgol.
Ia tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Tak ada yang bisa dilakukan sekarang, untuk membela diri pun polisi dan siapa pun itu tidak akan percaya.
Sepasang mata dengan sorot yang tajam sedari tadi mengamati setiap aktivitas manusia yang berada di sekitar rumah itu. Ia tersenyum puas, meski sedikit merasa prihatin dengan pemuda yang menjadi kambing hitam di sana.
Jerit tangis histeris orang tua dan kerabat seakan tenggelam di tengah suara cibiran orang yang berkerumun. Mereka hanya tahu membicarakan kejadian dan menyumpah serapahi orang yang tertuduh sesuai dengan apa yang disuguhkan kenyataan di depan mata tanpa ingin mencari tahu kebenarannya.
"Dasar manusia gak punya hati."
"Mengerikan sekali," timpal yang lainnya seraya bergidik ngeri.
Kantong jenazah telah diangkat menuju ambulance untuk dibawa ke rumah sakit. Sebelum dimakamkan, jenazahnya akan dioutopsi terlebih dahulu, meski pihak keluarga telah mengikhlaskan.
"Kita memang harus membersihkan tangan yang kotor," ucap seseorang di balik pohon dengan seringai yang menakutkan.
》》》Alhamdulillah hari keempat《《《
Jumlah kata 1003😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
Mystery / ThrillerPada akhirnya Erika akan bertemu dengan apa yang ditakdirkan untuknya. Sekeras apa pun ia menghindar.