1

30 3 0
                                    

Matanya menyendu, binar yang biasannya secerah matahari terlihat meredup bagaikan malam tanpa bintang, cowok tampan itu menghela nafas menatap bangunan dua lantai di depan sekarang, rumah itu terlihat asri dengan tanaman terawat di halaman, namun tidak mampu membuat suasana hatinya membaik, berpisah dengan sahabat-sahabat gobroknya membuat suasana hatinya semakin kacau.

Dengan langkah lesu cowok itu masuk kedalam rumah bergegas menuju kamar di lantai dua, masih dengan wajah masam cowok itu melangkah menuju balkom kamar, menatap lingkungan baru yang akan di tempati permanen, perumahan di ibu kota terlihat sangat pengap dengan rumah yang saling berdempetan, tatapannya kini tertuju pada satu rumah tepat di samping rumahnya.

Salah satu kamar di rumah itu berhadapan langsung dengan kamarnya, jaraknya hanya sekitar dua meter, rumah yang terlihat sepi tanpa penghuni, alis cowok itu terangkat sedikit tersentak melihat seorang gadis keluar dari kamar seberang, wajah gadis itu terlihat imut, dengan pipi cabby, rambut sebahu, poni tipis, bibir berwanah merah jambu.

Cowok itu mampu melihat detail wajah gadis di seberang dengan jarak dua meter, terlihat gadis itu duduk di sebuah kursi menutup kuping dengan airpods, matanya tertutup, sesekali rambut sebahunya terbang di terpa hembusan angin kecil.

"FELIXXXX ARGANDA"

Cowok itu terlonjak kaget mendengar teriakan mama dari bawah, dengan cepat cowok itu bergegas masuk kedalam kamar turun kebawa, menatap sosok mama yang menyiapkan makanan di meja makan, di sana terlihat seorang pria paruh baya yang di panggil, Ayah oleh Felix, sudah duduk di salah satu kursi.

"Bagaimana rumahnya ? Suka ?", tanya ayah.

Felix mendongak mengangguk sebagai jawaban, "yaudah makan dulu baru istirahat, besok langsung sekolah", ujar mama ikut duduk di depan anaknya.

"Aku sekolah di mana yah?", tanya Felix setelah menelan makan di mulutnya

"SMA Pancasila", ujar Ayah, Felix mengangguk saja.

Suasana seketika hening, ketiganya terlihat menikmati makanan, di hari pertama menempati rumah baru.

*****

Livia Denada, gadis imut dengan tubuh terbilang mungil itu kini meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut menutupi tubuhnya, jam weaker berbunyi di atas nakas di samping tempat tidur membuat tidur Livia terganggu dalam tidurnya, perlahan tangan Livia terangkat meraih jam weaker mematikan.

Dua detik, Livia akhirnya bangun menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya, menggunakan seragam sekolah, jam dinding baru menunjukan pukul 06.00 namun gadis itu sudah siap berangkat ke sekolah, perlahan gadis itu keluar kamar turun menuju lantai satu, rumah terlihat sunyi membuat gadis itu menghela nafas bergegas keluar.

Gadis itu berangkat menggunakan sepeda, hanya beberapa menit saja gadis itu sudah sampai, setelah memarkir sepedanya dengan baik Livia berjalan menuju kelas yang berada di lantai dua, kelas 2 IPA 2, sekolah masih sepi hanya satpam yang berada di sekolah sepagi ini, itulah salah satu alasan Livia suka datang pagi buta.

"Seperti biasa lo selalu datang pertama", celetuk seorang gadis yang baru masuk kedalam kelas bersama seorang cowok.

Alisa atau biasa di panggil Lisa, sahabat Livia dari kecil, walaupun di SMP mereka tidak sekolah di tempat yang sama namun di SMA keduanya kembali bersama, Lisa salah satu orang yang tahu pasti keadaan dari sahabatnnya itu.

"Lo kayak ngak tau Livia aja", ujar cowok di samping Lisa bergegas menuju bangkunya tepat di belakang bangku kedua gadis itu.

Satria, cowok yang dekat dengan Lisa dari SMP membuat cowok itu juga sedikit dekat dengan Livia meski tidak tahu apapun yang terjadi pada gadis itu, yang Satria tahu, Livia gadis dingin, cuek, dan tidak tersentuh.

Kelas menjadi hening setelah seorang guru masuk dengan seorang cowok tampan dengan alis tebal, hidung mancung, mata cerah berbinar menatap teman kelas barunya, bisikan-bisikan kagum terdengar jelas di gendang telinga cowok yang berdiri di depan kelas.

"Kita kedatangan teman baru, Felix silahkan perkenalkan diri", ujar guru mempersilahkan.

Felix tersenyum menambah kesan tampan di wajahnya membuat para murid cewek di kelas memekik tertahan, "halo perkenakan nama gue Felix Arganda panggil gue Felix, atau kalian mau panggil tampan jugaa boleh, pindahan dari australia, jangan heran kenapa gue fasih bahasa indonesia karena gue asli indonesia, jangan tanya soal alamat rumah karena itu privasi", ujarnya terkekeh di akhir kalimat.

Semua mata sudah terkagum-kagum menatap cowok di depan kelas kecuali Livia yang hanya menoleh sekilas sebelum kembali menatap buku di meja dengan pandangan kosong.

"Felix silahkan duduk di bangku kosong di samping Satria", ujar guru.

Melihat Felix sudah duduk di bangku kosong, guru melanjutkan materi pelajaran membuat keadaan semakin hening, hanya saja mereka tidak memperhatikan ke depan kelas beberapa ada yang asik dandan, ada yang tidur, ada yang mencoret-coret buku, Felix bahkan sampai melongo melihat kondisi anak kelas yang menurutnya terlalu ajaib.

Frozen Heart (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang