11

14 3 0
                                    

Latifa gadis yang sudah terobsesi pada Felix saat gadis itu di angkat menjadi anak dari kakak mama Felix, cowok itu awalnya tidak peduli dengan tingkah Tifa, lamban laun tingkah gadis itu membuat Felix risih, namun Tifa tidak pernah menghiraukan hal itu, tujuannya hanya satu memiliki Felix, dulu saat keluarga Felix pindah ke ausralia gadis itu sampai stress.

Kini gadis itu sudah menangis pilu di ruang kepala sekolah penub dramatis, membuat kepala sekolah memijit pelipis, "baik biar bapak yang mengantar kamu ke kelas", ujarnya akhirnya, senyuman gadis itu terbit berharap rencananya berhasil memindahkan Livia ke kelas berbeda.

Sampai di depan kelas terlihat Tifa tersenyum penuh kemenangan membuat teman kelas Livia menatap jijik ke arahnya, "bapak sudah dengar kalau Livia menganggu anak baru, jadi bapak dengan berat hati memindahkan Livia ke IPA 3", ujar kepala sekolah membuat suara gaduh terdengar di dalam kelas.

"Pak, maksudnya apa, lebih baik saya ikut pindah kelas pak dari pada nenek sihir itu jadi satu kelas kita", celetuk Tobi menggeram marah tatapannya sinis ke arah Tifa, tatapan yang belum pernah muncul di wajahnya selama ini.

"Saya juga pak, jijik satu kelas sama saitan yang terkutuk", celetuk Ragil unjuk tangan.

Kepala sekolah memijit pelipis bingung sendiri, menghela nafas akhirnya kepala sekolah menatap Tifa dengan tatapan penuh intimidasi, "jika Livia yang menganggu tidak mungkin teman kelasnya yang lain angkat bicara, bapak tidak peduli dengan permintaan orang tua kamu, jadi sekarang kelas kamu di IPA 5", ujar kepala sekolah tegas.

Tifa mengerjap mengepalkan tangan menatap tajam ke arah Livia yang hanya diam menatap meja di depannya, debgan hentakan kaki dan teriakan dari anak-anak 2 IPA 2 mengantar kepergian Tifa.

"Lix, dia siapanya lo sih ? Maaf nih ya, ganggu bangat soalnya", celetuk Feli seperti biasa tajam.

Felix terkekeh mendengar celetukan teman kelasnya, "sepupu tiri gue", ujarnya membuat semuanya langsung menoleh dengan alis terangkat bingung

Tawa Tobi pecah seketika, "anjir lah gue receh amat, emang ada ya sepupu tiri biasannya tuh saudara tiri", ujarnya berusaha meredakan tawannya.

Yang lain ikut mengangguk menimpali setuju, Felix menjelaskan alasannya kenapa memanggil Tifa dengan sebutan sepupu tiri, penjelasan Felix membuat mereka mengangguk-anggukan kepala mengerti.

Livia berjalan sendirian di koridor sekolah menuju parkiran, kebayakan teman kelasnya masih ada di dalam kelas begitupun dengan sahabatnya, Lisa.

Srekk

Plakkk

Tamparan keras terdengar di penjuru koridor membuat teman kelas Livia yang sudah di depan beranjak lari mendekat melihat Tifa berdiri di hadapan Livia dengan tatapan tajam, Tifa menjambak rambut sebahu Livia kasar, tidak ada ringisan terdengar dari Livia padahal ujung bibirnya sudah robek dan berdarah karena tamparan keras Tifa tadi.

"Ngak usah ganjen tai, hanya gue yang bisa milikin Felix, lo cuma cewek ngak tahu diri yang hadir di hidup Felix", ujarnya menguatkan jambakannya.

Bughhhh

Lisa yang sudah menggeram marah di depan kelas tadi berlari mendorong sekuat tenaga tubuh Tifa sampai terbanting ke dinding, "lo apain sahabat gue anjing", amuk Lisa menarik rambut Tifa tanpa perasaan.

Yang lain hanya diam menikmati pertunjukan, sesekali meringis melihat kemarahan Lisa yang menakutkan, rambut panjang Tifa di tarik seperti orang yang menarik binatang perliharaan, mendorong tubuhnya sampai terjungkal kebelakang.

"Lo sekali lagi menyentuh Livia mati lo di tangan gue", ancap Lisa menendang Tifa yang sudah menangis sesenggukan, Felix hanya diam menatap dengan wajah datarnya, berlalu meninggalkan Tifa bersama teman kelasnya yang lain.

"Makanya jangan sok jagoan, itu baru satu orang udah kalah belum juga dua puluh orang", celetuk Dira terkekeh sinis meninggalkan Tifa yang masih menangis mengepalkan tangan penuh dendam.

*****

Felix di sambut tatapan tajam dari kedua orang tuanya, Felix memutar bola mata malas sudah tahu jika Tifa melapor dengan kejadian di sekolah tadi, dan Felix yakin gadis itu sudah mengarang semua carita agar kedua orang tua Felix berpihak pada Tifa.

"Mama ngak pernah ajarin kamu seperti itu Felix", omel mama menatap tajam ke arah Felix.

"Lah salah Felix apa?", tanyanya dengan wajah sok polos.

"Kamu diam saja saat Tifa di rundung hah, dia perempuan Felix", ujar Ayah penuh amarah menatap tajam anaknya

Felix mendengus kesal, "dia pantas mendapatkannya ayah, dia yang duluan, ngak mungkin teman kelas Felix merundung kalau bukan dia yang cari masalah duluan", ujarnya menahan agar suarannya tidak meninggi.

Mama menaikan alis tidak biasanya Felix bisa menahan diri untuk tidak berdebat panjang, menatap mata serius anaknya membuat mama menghela nafas, "apa yang terjadi ?", tanyanya, suaranya melembut.

Felix menghela nafas menceritakan semuanya tanpa di kurangi atau di tambahi, ayah dan mama sampai melongo mendengar cerita anaknya, menggeleng kepala tidak percaya bagaimana bisa ada gadis seusia Tifa yang sudah jago membalikan fakta dengan sangat luar biasa baik.

Frozen Heart (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang