17

12 3 0
                                    

Pengakuan Livia lagi-lagi membuat kedua cowok itu meringis tidak menyangka, mengingat tingkah Tobi di sekolah, layaknya badut kelas, terlihat tidak punya masalah apapun, setelah mendengar pengakuan Livia akhirnya Tobi di bawa ke rumah Satria.

Satria yang membawa kendaraan sendiri kembali ke rumah Livia menjemput kekasihnya sebelum pulang kerumah, setelah mengantar Tobi, Felix dan Livia langsung pulang, di dalam mobil hanya kesunyian tidak ada yang mengeluarkan suara.

Livia menoleh menatap keluar jendela sedangkan Felix beberapa kali menghela nafas, "Liv", panggilnya memecah keheningan, Livia menoleh dengan alis terangkat menunggu ucapan cowok itu.

"Gue cemburu", ujarnya

"HAH"

Felix berdecak melihat wajah Livia yang terlihat melongo tidak paham dengan ucapannya yang tiba-tiba itu, "maaf, tapi gue ngak suka melihat lo seperhatian itu sama Tobi ataupun sama cowok lain, gue yang selama ini berjuang tapi orang lain yang menerima perhatian lo", ujarnya.

"Lix"

Panggil Livia lembut membuat telinga Felix memerah seketika, baru kali ini Livia memanggil namanya dengan suara yang membuat jantung Felix jumpalitan.

"Maaf, tapi gue ngak tau soal perasaan gue, ayah sudah menoreh luka terlalu dalam sampai gue beranggapan semua laki-laki sama saja, hanya sumber luka untuk gue", ujar Livia lirih.

Felix menoleh sekilas tersenyum mengerti, "ngak usah fikirin, kita selesaikan dulu masalah lo sama ayah Tobi, setelahnya gue yang akan buat lo paham dengan perasaan lo sendiri", ujar Felix yakin.

Livia mengangguk berharap semuanya berjalan lancar.

Sampai di rumah Livia keduanya keluar dari mobil, Felix mendekat ke arah Livia mengusap puncak kepala gadis itu lembut, "masuk gih, kunci pintu dan jendela jangan buka pintu jika ada yang datang", perintah Felix.

Livia mengangguk bergegas masuk mengunci semua jendela dan pintu bergegas lari menuju kamarnya, melihat Livia sudah mengunci semuanya, Felix kembali ke rumah, tersentak kaget melihat kedua orang tuanya yang duduk do sofa ruang tamu menatap ke arah anaknya dengan tatapan sulit di artikan.

"Dari mana kamu?", tanya ayah Felix menatap tajam ke arah anakny, melihat jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam.

Felix meringis menghembuskan nafas duduk di salah satu sofa menceritakan semua apa yang terjadi, raur keduanya tentu berubah-rubah mendengar cerita dari anakny itu.

"Jadi Livia di jual ayahnya sendiri dan yang membelinya adalah ayah dari tema kelas kamu", ujar ayah menyimpulkan cerita dari anaknya

Felix menganggukan kepala tatapannya menyendu, "ayah akan memantu tapi dengan satu syarat", ujarnya membuat Felix langsung mendongak penuh harap.

"Kamu sekarang belajar memimpin perusahaan ayah", ujarnya membuat Felix melotot namun kemudian menganggukan kepala menyetujui.

Ayah Felix tersenyum ternyata gadis itu sangat berarti bagi anaknya lihat saja sekarang Felix menerima permintaannya, padahal selama ini Felix selalu menolak jika dia di minta belajar mengambil alih perusahaan.

"Kamu tenang saja, ayah akan menyelesaikan masalah Livia besok, agar kehidupannya bisa tenang, tapi ada satu hal yang pasti, ayah Livia tentu akan di penjara", ujar ayahnya membuat Felix menganggukan kepala mengerti.

"Tidak masalah yah, kalau itu semua demi ketenangan Livia", ujarnya, mama tersenyum bangga kearah anaknya.

*****

Besoknya di sekolah lagi-lagi 2 IPA 2 menjadi pusat perhatian di lapangan, sudah berapa kali mereka di hukum satu kelas, entah siapa yang menyebarkan soal mereka yang keluar dari club, untung foto yang beredar tidak menampilkan Livia, hanya foto Tobi, Satria dan Felix.

"Anjir lah, kena hukum lagi kita", celetuk Dira.

Tobi meringis menggaruk tengkuknya, "maaf atuh, karena gue kalian juga sampai kena, tuh guru juga ngeselin parah masa ketua kelas yang berulah anggotanya ikut kena hukum", omelnya.

"Makanya Tob, kalau mau nakal panggil-panggil dong", celetuk Tomi langsung di hadiahi tabokan dari Siti.

"Bagus sih, ngak perlu masuk matematika", celetuk Feli malah senang.

Drettt

Drettt

Drett

Livia terlonjak kaget merasakan getaran ponsel di saku rok abu-abu menandakan ada panggilan masuk, dengan alis terangkat Livia melirik nomor yang tidak di kenal, dengan perasaan takut Livia mengangkat panggilan itu.

"APA"

Semua langsung menoleh kaget melihat Livia yang langsung menampilkan raut yang berbeda, setelah panggilan terputus Livia menunduk, "haruskah gue nangis atau terwata", gumamanya masih terdengar.

Lisa mendekat menepuk pundah sahabatnya, "kenapa hm?", tanyanya lembut, Livia menghela nafas.

"Ayah di tangkap Lis, karena kejadian kemarin", ujarnya, perasaannya begitu berkecamuk ada perasaan sedih, senang, sakit, kecewa bercampur menjadi satu.

Felix tersenyum mendengar hal itu, ayahnya benar-benar membantunya, namun itu artinya Felix akan benar-benar di sibukan dengan perusahaan mulai sekarang.

"Gays gays, kabur aja yuk, kita ke belakang sekolah lapar gue", ujar Tobi tiba-tiba.

Yang lain menghela nafas, kenapa cowok itu bisa jadi ketua kelas sih, mereka merasa salah pilih sekarang.

Frozen Heart (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang