Livia berlari sekuat tenaga air mata mengalir deras di pipi, dadanya bergemuruh, hatinya kembali hancur karena ayah kandungnya, rintik hujan kini mulai membasahi bumi, semakin lama hujan semakin deras, tubuh mungil Livia sudah mengigil, tubuhnya luruh di pinggir jalan yang sepi.
"Hiks"
Ingatannya kembali pada kejadian beberapa menit yang lalu di restoran.
"LO"
Brakkk
"AYAH, berhenti yah, Tobi tidak peduli ayah menghancurkan semua perempuan di luaran sana tapi tidak dengan dia ayah", ujar Tobi menunjuk Livia dengan tatapan kecewa menahan amarah yang sebentar lagi meluap.
Dadanya bergemuruh, hatinya sakit, kenapa ayahnya tidak berubah, semakin tua semakin menjadi-jadi sifatnya.
"Diam kamu Tobi, kamu bicara lagi besok semua alat di tubuh mama kamu ayah lepas", ujar Feri mengancam ke arah anaknya.
Terlihat Tobi mengepalkan tangan menoleh ke arah Livia yang terlihat masih syok menyadari dirinya di jual oleh ayahnya sendiri, air mata luruh di pipinya, "PERGI LIVIA, LARI DARI PARA MANUSIA BIADAP INI", teriak Tobi membuat Livia tersentak sadar bergegas berdiri namun sialnya tangannya langsung di raih Yanto.
"Lepas ayah hiks, belum puas hancurin hidup Livia selama ini hah", Livia berusaha meronta-ronta sekuat tenanga
Tidak ada yang bernai membantu, semua sudah tahu siapa pak Feri, Tobi yang hendak membantu Livia langsung di hadang oleh beberapa bodygard sudah Feri siapkan.
"Om, lepasin Livia sialan, lo sama setannya sama orang tua sialan ini", umpat marah Tobi berusaha melepaskan diri dari tiga bodygard yang mengunci pergerakannya.
Livia menoleh menatap wajah Tobi ketua kelasnya yang selama ini terkenal ceria, bobrok, gila, ternyata kehidupannya tidak seindah yang dia tampakan sehari-hari.
"Livia lari", ujar Tobi meringis, badannya sudah terasa sakit, tenaganya tidak sebanding dengan ketiga orang yang mengunci pergerakannya.
Livia menginjak kaki Yanto bergegas pergi dari sana, sebelum keluar Livia menoleh menatap Tobi yang menganggukan kepala menyuruhnya untuk segera lari sejauh mungkin.
"KEJAR ANAK ITU, YANTO SUDAH MENJUALNYA PADA SAYA", amuk Feri menatap tajam ke arah Tobi.
Tobi luruh kebawah saat tubuhnya di lepaskan, tatapannya tajam menatap ke arah Feri dan Yanto yang sama sekali tidak peduli, dengan lemas Tobi mengambil ponselnya menghubungi seseorang yang bisa membantu Livia sekarang.
"Sakit hiks", tangis Livia pecah di bawah derasnya hujan.
Mendengar sayup-sayup suara mendekat berlari, Livia menguatkan dirinya berdiri kembali berlari tanpa tujuan, entah sudah berapa kali Livia terjatuh, tidak peduli dengan lutut yang sudah berdarah dan nyeri terkena air hujan.
"Mamaaaa tolongin Livia hiks"
Brughh
Tubuh mungil Livia hampir terjungkal jika orang yang di tabraknya menahan tubuhnya, Livia langsung meronta, "lepansin gue, tolongggg".
"Stt ini gue Liv, ini gue Felix", ujar orang itu, Livia mendongak mengusap wajahnya, menghalau dari hujan, menatap Felix benar-benar yang ada di depannya membuat Livia langsung memeluk tubuh Felix dengan erat.
"Hikss bawa gue pergi Lix gue mohon".
Felix yang awalnya membeku karena pelukan Livia tersadar, Felix meraih tangan Livia membawa ke arah mobilnya yang terparkir agak jauh dari tempat mereka berdiri.
Di dalam mobil Livia masih menangis sesenggukan, Felix mengambil ponselnya menghubungi Lisa.
"Gue sudah ketemu Livia Lis, lo sama Satria langsung balik, kita ketenu di rumah Livia", ujarnya langsung mematikan panggilan.
"Hiks"
Felix menghentikan mobilnya di pinggir jalan, menarik Livia kedalam pelukannya, "lo sudah aman, tenang ya, kita pulang", ujarnya lembut mengusap punggung Livia, mengecup puncak kepala gadis itu lembut.
Livia mengangguk mengigit bibirnya melihat itu Felix menggeram gemas mengusap bibir gadis itu dengan ibu jarinya, "jangan gigit nanti berdarah, ini pake jaket gue aja", ujarnya mengambil jaket di belakang mobil.
Dengan pelan Felix memakaikan jaket pada tubuh gadis di sampingnya, perlakuan Felix membuat Livia terenyuh begitu saja.
Felix kembali menancap gas menuju rumah Livia, hujan masih jatuh membasahi bumi namun tidak sederas tadi.
Sampai di rumah Livia, gadis itu turun di bantu Felix, Lisa dan Satria yang sudah menunggu bergegas mendekat, "lo ngak apa-apa kan Liv?", tanya Lisa membuat Livia langsung mendongak, menubruk tubuh Lisa menangis histeris.
"Ayah menjual gue Lis, tolong, bunuh gue sekarang Lis, lebih baik gue mati saja", tangisnya pecah, semuanya menahan nafas mendengar pengakuan dari Livia.
Tadi Tobi menghubungi Lisa yang kebetulan di luar dengan Satri mencari makanan, namun Tobi tidak bilang tentang masalahnya, cowok itu hanya menyampaikan jika Livia dalam bahaya dan memberi alamat sebuah restoran, Satria yang juga panik langsung menghubungi Felix untuk membantu mencari gadis malang itu
Namun saat mendengar pengakuan dari Livia dada mereka bergemuruh terutama Felix yang kini mengepalkan tangan, menahan amarah, Lisa juga sudah menangis memeluk tubuh rapuh sahabatnya, setelah tangisan keduanya reda Lisa melepas pelukannya.
"Lo mandi air hangat dulu, nanti kita mencari solusi", ucap Lisa lembut, Livia mengangguk menatap mereka bergantian.
"Gue mohon jangan tinggalin gue", ucap Livia lirih.
Ketiganya mengangguk ikut masuk kedalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Heart (Selesai)
Short StoryCinta, satu kata penuh makna. Tapi Cinta, tidak ada artinya bagi yang pernah merasa patah dan kecewa. Namun apakah Cinta mampu meluluhkan hati yang beku ? hati yang sudah tertutup rapat dengan benteng kokoh dan kuat. Ini kisahnya, kisah seorang Feli...