"Baik anak-anak tugasnya di kerjakan bekelompok, ibu sudah membagi kelompok di papan tulis, cukup dua orang saja, ini hanya tugas membuat satu cerpen dengan sudut pandang dari dua orang, jadi kelompoknya tidak perlu banyak", ujar guru sebelum keluar dari kelas.
Felix menatap papan tulis tersenyum senang melihat namanya satu kelompok dengan Livia, tentu itu adalah hal yang menyenangkan untuk Felix, walaupun Livia sama sekali tidak peduli dengan siapapun yang menjadi teman kelompoknya, bahkan kalaupun tidak ada yang mau satu kelompok dengannya toh dia bisa mengerjakan sendiri.
Lisa menoleh menatap Livia kali ini dia tidak satu kelompok dengan sahabatnya itu, "hm Liv, lo ngak apa-apa kan satu kelompok sama Felix?", tanyanya.
Livia menoleh menganggukan kepala yakin membuat Lisa menghela nafas lega.
Kelas seperti biasa heboh, Livia membenamkan kepala menggunakan tangan menghadap ke dinding tidak menghiraukan kelas yang sudah seperti pasar penjual ikan, Felix menghela nafas keluar kelas, Lisa dan Satria sudah duluan ke kantin.
Felix hanya membeli beberapa roti dan juga minuman kaleng kemudian kembali menuju kelas, tatapannya tertuju pada Livia yang masih dalam posisi yang sama, dengan pelan Felix mendekat duduk di kursi Lisa membuat Livia menoleh mengira jika sahabatnya itu sudah kembali dari kantin.
Mata Livia membola sempurnah menatap Felix lah yang duduk di sampingnya, Livia bahkan reflesk duduk mengerjapkan mata membuat Felix memalingkan wajah berdehem menoleh kembali mengulurkan dua roti dan minuman kaleng ke arah Livia.
Gadis itu menaikan alis tinggi menunjuk dirinya, Felix mengangguk sebagai jawaban, belum sempat Livia menolak Felix sudah memotong.
"Gue ngak terima penolakan, makan saja, gue ngak taro racun sumpah!!", ujar Felix, terdengar helaan nafas Livia sebelum mengambil roti dan minuman kaleng pemberian Felix.
Kelas yang tadinya heboh menjadi hening menatap interaksi keduanya, bahkan beberapa dari mereka sudah mengigit jari gemas sendiri, menahan agar tidak menyeletuk nyaring menganggu interaksi keduanya.
Bagaimana tidak jadi bahan tontonan selama satu kelas dengan Livia belum ada yang berinteraksi dengannya selain Lisa, bahkan Satria hanya sesekali saja, yang lain terlalu segan untuk mendekat karena aura Livia membuat mereka enggan untuk mendekat.
Lisa dan Satria yang baru masuk kelas menautkan alis bingung menoleh menatap arah pandang teman kelasnya, keduanya melongo terutama Lisa, di sana Livia tengah memakan roti dengan Felix yang menatap dari samping tanpa kedip, Lisa sampai menahan nafas melihat keberanian Felix membersihkan ujung bibir Livia dengan ibu jarinya.
"HUAAA ANJIRR GUE NGAK BISA TAHAN", teriak Nina membuat Felix dan Livia menoleh keget menatap tatapan teman kelasnya yang masih menatap ke arah keduannya.
"Anjir lah kalian berdua", umpat Tobi menggelengkan kepala
"Pengen nikahin sumpah gemmes bangat", teriak Siti tidak kalah heboh, Lisa terkekeh menatap teman kelasnya yang begitu dramatis karena interaksi langka dari sahabatnya.
"Mau di posisi Felix", celetuk Tomi membuat Felix dan Satria menoleh manatap tajam ke arahnya, Tomi meringis terkekeh sendiri.
Lisa menepuk pundak Felix memberi kode agar kembali kebangkunya, Felix bergegas berpindah tempat, sedangkan Livia tidak peduli dengan celetukan dari teman kelasnya.
*****
Sepulang sekolah tanpa mengganti seragam Felix sudah ada di rumah Livia duduk di sofa ruang tamu, pintu rumah sengaja di buka lebar, Felix menatap sekeliling tidak ada foto keluarga, tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah ini, Felix meringis menggelengkan kepala.
"Ehm, gue cuma punya ini", ujar Livia keluar membawa minuman kaleng dan cemilan.
Felix mengangguk, "santai aja, kita mau ngerjain tugas bukan makan-makan", ujarnya duduk sejajar dengan gadis di depannya, meja kaca sebagai perantara.
Livia mengangguk membuka lebtopnya, "gue yang ketik ya", ujarnya, Felix mengangguk sebagai jawaban.
Keduanya kini mengerjakan tugas dengan serius sesekali saling bertukar pendapat, Felix sering memancing Livia agar tersenyum atau sekedar tertawa namun usahanya sia-sia, Livia hanya menampilkan wajah datar.
"Akhirnya selesai juga" ujar Felix meregangkan tubuhnya.
Livia hanya diam menyimpat tugas mereka sebelum mematikan lebtopnya, Felix menatap setiap pergerakan dari gadis di depannya, "ehm". Livia menoleh dengan alis terangkat menatap Felix yang malah memalingkan wajah ke samping, Livia mengangkat bahu acuh kembali aktifitasnya
"Livia"
Felix mengepalkan tangan saat mata gadis itu kini kembali menatapnya, Felix berusaha menahan diri agar tidak memalingkan wajah, "gue mau ngomong", ujarnya membuat Livia menghentikan aktifitasnya yang sedang memasukan buku ke dalam tas, kini tatapannya fokus menatap ke arah Felix dengan alis terangkat menunggu.
"Gue minta izin Liv, gue mau menyelami kehidupan lo, gue ingin mendekat", mata Livia membola sedetik sebelum wajahnya kembali datar, lebih datar dari sebelumnya, Felix tidak tahu saja hati Livia sekarang rasannya di remas, Felix mengigit bibir bawah menatap lekat pada manik mata Livia yang terlihat redup, "boleh?", tanyanya.
Livia menghela nafas menunduk menggelengkan kepala, "jangan mendekat", ujarnya membuat Felix tersentak mendengar suara Livia yang terdengar semakin dingin dari biasanya.
"Liv, beri gue satu kesempatan untuk mendekat", pintanya lagi.
Livia mendongak menatap mata Felix yang penuh harap, Livia mengepalkan tangan memalingkan tatapannya, "jangan pernah mendekati orang yang patah hati karena ayahnya sendiri, lo akan sakit", ujarnya membuat Felix mengatupkan bibir mendengar suara penuh kesakitan dari gadis imut di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Heart (Selesai)
Short StoryCinta, satu kata penuh makna. Tapi Cinta, tidak ada artinya bagi yang pernah merasa patah dan kecewa. Namun apakah Cinta mampu meluluhkan hati yang beku ? hati yang sudah tertutup rapat dengan benteng kokoh dan kuat. Ini kisahnya, kisah seorang Feli...