Suasana sekolah heboh seketika karena berita tadi pagi soal Tifa, gadis itu sudah menjadi bahan olok-olokan satu sekolah sampai bel pulang berbunyi, Tifa yang tidak tahan bahkan membolos, sekolah juga sudah memberi sangsi agar gadis itu di kembalikan lagi ke sekolah sebelumnya di bandung sesuai dengan permintaan wali gadis itu.
Di koridor Felix berlari mengikuti Livia yang sudah menjauh bersama Lisa dan Satria, "Liv", panggilanya membuat ketiganya langsung menoleh kompak dengan alis terangkat tinggi
"Liv, gue sama Satria duluan ya, lo hati-hati", pamit Lisa, Livia mengangguk sebagai jawaban menatap punggung Lisa dan Satria yang menjauh.
"Gue mau ngomong Liv", ujar Felix.
Livia menghela nafas menoleh menatap cowok itu, "anggap tidak pernah terjadi apa-apa jika lo merasa bersalah, gue sudah bilang itu bukan salah ayah lo, semua orang berhak menilai dari pandangan mereka, gue ngak sakit hati sama sekali", ujarnya membuat Felix mengatupkan bibir.
"Kalau lo ngak sakit hati, lo pulang sama gue", ujar Felix membuat gadis itu menghela nafas jengah menganggukan kepala sebagai jawaban.
Entah sihir atau bukan senyuman Felix kembali terlihat di wajah tampannya padahal seharian tidak ada sedikit pun senyuman cowok itu terbit di wajahnya.
Keduanya sampai di rumah agak lambat sedikit karena macet, keduanya sampai bertepatan saat ayah Felix pulang kerja, ayah yang melihat sosok Livia bergegas keluar dari mobilnya berjalan mendekat ke arah gadis itu.
"Makasih Lix, gue masuk dulu", pamit Livia, di jawab anggukan Felix.
"Ehm"
Livia yang hendak melangkah menuju rumahnya menoleh, alisnya terangkat menatap ayah Felix menatapnya dengan tatapan penuh sesal, Livia menghela nafas.
"Nak, maaf", ujarnya menatap Livia.
"Ngak usah minta maaf om, Livia sudah lupa soalnya, anggap tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya", ujarnya yakin menatap ayah Felix.
Ayah menganggukan kepala menatap anaknya yang tidak mengalihkan pandangan dari wajah gadis itu, "yaudah kamu makan di rumah", ajak ayah membuat Felix langsung menoleh.
Livia menunduk mengigit bibir bawahnya menatap Felix dan ayahnya, "boleh om?", tanyanya, senyuman lebar terbit di wajah ayah Felix dengan senang hati langsung merangkul Livia masuk kedalam rumah meninggalkan Felix yang diam melongo.
Tentu kedatangan Livia di sambut antusias sama mama, bahkan mama menyiapkan banyak makanan, "silahkan sayang, jangan sungkan, makan yang banyak ya'", ujar mama lembut mengusap rambut Livia.
"Makasih tan", sekuat tenaga Livia menahan air mata, perlakuan mama Felix adalah sesuatu yang sangat Livia impikan.
Suasana hangat di ruang makan tentu menyentuh hati Livia, bahkan sudut bibirnya sedikit terangkat walaupun tidak terlihat, sesuatu yang belum pernah terjadi selama bertahun-tahun lamanya.
*****
Livia membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamar, ingatannya masih tertuju pada kehangatan yang tercipta di rumah Felix tadi, tidak di pungkiri ada setitik kebahagiaan di hati Livia, haruskah Livia berterimah kasih dengan Tifa, karena gara-gara gadis itulah Livia kenal dengan orang tua Felix meski awalnya Livia merasa kedua orang tua Felix sama saja dengan orang di luaran sana.
Menganggapnya anak jalang, seperti ayah kandungnya.
Livia tersentak kaget mendengar ketokan di pintu bawah masih menggunakan piyama tidurnya Livia beranjak turun menaikan alis, siapa yang bertamu di malam seperti ini, saat pintu terbuka matanya membola sempurnah menatap ayahnya berdiri di sana dengan senyuman.
"Pake baju ini sekarang, kita keluar makan di restrauran", ujar ayahnya, Yanto
Livia merasa seperti mimpi sekarang tidak biasanya ayahnya bersikap baik seperti ini, tanpa pikir panjang Livia bergegas ke kamar mengganti pakaian dengan dress yang di bawah ayahnya, lagi-lagi hatinya tersentuh.
Di dalam mobil tidak ada obrolan di antara keduanya namun hal itu sudah membuat Livia bahagia belum pernah merasakan hal yang seperti ini dengan ayahnya selama Livia menjadi seorang anak.
"Ayo masuk", ajak Yanto tersenyum.
Livia mengangguk berjalan beriringan, alis Livia terangkat tinggi melihat ayahnya mendekati seorang pria paruh baya yang terlihat leboh berumur di bandong ayahnya dengan seorang laki-laki seusia dengannya menunduk ke bawah.
"Maaf lambat", ujar Yanto ramah membuat pria itu mengangguk tersenyum melirik ke arah Livia.
Livia duduk di samping ayahnya menatap lurus ke arah laki-laki yang sama sekali tidak peduli, "bagaimana pak Feri apa anak saya cocok ?", tanya Yanto membuat Livia menoleh dengan alis bingung.
"Dia cantik, boleh lah, saya suka daun-daun muda seperti anak bapak", ujarnya tersenyum menjijikan ke arah Livia.
Livia melongo, mengerti situasi ayahnya ingin menjualnya pada pria di depannya.
Laki-laki tadi mendongak sinis namun matanya membola sempurnah menatap Livia, begitupun dengan Livia keduanya sama-sama terlonjak kaget di tempat.
"LO"
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Heart (Selesai)
Short StoryCinta, satu kata penuh makna. Tapi Cinta, tidak ada artinya bagi yang pernah merasa patah dan kecewa. Namun apakah Cinta mampu meluluhkan hati yang beku ? hati yang sudah tertutup rapat dengan benteng kokoh dan kuat. Ini kisahnya, kisah seorang Feli...