6

14 3 0
                                    

Felix duduk di balkom kamar menatap kedepan tepat ke arah kamar Livia yang terlihat tertutup, udara malam menambah kesan dingin, rintik hujan kini mulai turun membasahi bumi, makin lama hujan semakin deras, Felix yang hendak kembali masuk mengurungkan niat melihat Livia yang tiba-tiba keluar dengan mata sembab menutup terlinga dengan airponds merentangkan tangan menikmati rintikan hujan.

Matanya terturup terlihat sesekali menghembuskan nafas, dari jauh Felix bisa melihat gadis di sana kini mengeluarkan air mata, Felix mengigit bibir, jiwa penasaran dalam dirinya semakin menggebu-gebu di dalam sana, pandangannya teralihkan mendengar teriakan lantang dari halaman rumah Livia.

"LIVIAAAAAAAAAAAAA"

Livia terlonjak kaget melepas airponds di telinganya, menoleh ke bawah mengusap air matanya kasar melongo menatap Lisa yang kini berdiri di bawah payung berwarna merah, Livia bergegas turun, Felix masih berada di balkom kamar memperhatikan interaksi keduanya.

"Ada apa?", tanya Livia terlihat khawatir menatap Lisa masih di tempat yang sama, bukannya menjawab Lisa melepaskan payung di tangannya membuat hujan kini membasahi tubuh keduanya.

Livia melotot, Lisa tersenyum menarik tangan Livia lembut, "perlahan-lahan Liv, gue harap rasa sakit di dalam sana kian menghilang di gantikan kebahagiaan", ujarnya, Livia tidak tahu jika Lisa sudah menangis.

Lisa tersenyum dengan air mata yang kian keluar dari matanya, hujan sudah menutupi tangisannya, "giliran gue membuat lo bangkit seperti yang lo lakukan beberapa tahun lalu", lanjutnya membuat Livia membeku di tempat.

Gadis itu sangat paham apa yang Lisa maksud, saat kedua orang tua Lisa bercerai kehidupannya benar-benar hancur dan kacau, saat itu Lisa masih SMP, walaupun berbeda sekolah, Livia satu-satunya orang yang mendampingi Lisa saat terpuruk sampai ayah gadis itu menikah lagi dengan perempuan pilihannya, tapi kini Lisa mendapat kebahagiaan keluarga barunya begitu sayang padannya, ibu sambungnya lebih menyayangi di banding ibu kandung sendiri.

Namun nas saat Lisa bangkit giliran Livia yang di hantam luar biasa, hidup yang awalnya sudah sepi semakin sepi, hidup yang awalnya menyakitkan semakin menyakitkan membuat Livia kian tidak tersentuh seperti sekarang ini.

Livia dan Lisa masih terdiam di bawah hujan deras, Felix yang melihat itu bergegas ke bawah keluar membawa payung, kedua gadis itu tersentak kaget merasakan hujan tidak membasahi tubuh mereka, keduanya kompak menoleh menatap Felix.

"Kalian berdua mau sakit hah", omel Felix.

"Kalian berdua masuk sana, ganti baju, gue sudah pesan minuman hangat sama martabak", lanjutnya.

Livia dan Lisa bergegas masuk kedalam rumah Livia, Felix mengikuti dari belakang duduk di sofa ruang tamu menunggu.

"Gimana, udah lega?", tanya Livia menatap Lisa yang kini menggunakan pakaian Livia.

Lisa mengangguk menyeringai, terkekeh sendiri melihat wajah datar sahabatnya namun terpancar raut khawatir disana, "yaudah turun kuy, di bawah masih ada Felix", ujar Lisa, Livia menghela nafas ikut turun ke bawah.

"Woy pesanannya sudah sampai aja", celetuk Lisa menatap makanan di meja ruang tamu.

Felix memutar bola mata malas, "tuh minum dulu jangan sampai kalian berdua sakit, ngapain sih main hujan-hujan malam hari, kenapa ngak sekalian nyanyi lagu india", omel Felix gemas sendiri.

Lisa terkekeh, "ngak hapal gue", ujarnya mengangkat bahu acuh membuat Felix melongo, berbeda dengan Livia yang sudah asik menghabiskan martabak di tangannya, Lisa tersentak menyadari sesuatu, matanya memicing ke arah Felix dengan sekuat tenaga Lisa menelan martabak di mulutnya.

"Kok lo di sini Lix?", tanyanya akhirnya.

Felix menaikan alis bingung, "emang kenapa kalau gue di sini ?", tanyanya balik tanpa menjawab pertanyaan gadis itu.

"Lo nguntit Livia ya, ngaku lo, ngaku ngak", ujar Lisa langsung menjambak rambut Felix.

"Auhh sakit Lis, lepasin dulu anjir", ujar Felix berusaha melepas tangan Lisa, Livia tidak terganggu sama sekali kini gadis itu menanbah martabak kedalam mulutnya.

Felix meringis setelah jambakan di rambutnya terlepas, matanya melotot ke arah Lisa, "gila, kenapa Satria bisa macarin macan kek lo", ujarnya membuat Lisa melotot garang siap mencakar wajah cowok itu namun dengan cepat Felix menghindar.

"Rumah gue di sebelah", ujarnya, duduk di samping Livia yang sama sekali tidak peduli dengan keduanya.

"Oh", ujar Lisa mengambil martabak di meja, "HAH", kagetnya menoleh.

"Lalod", celetuk Livia menatap wajah Lisa yang masih cengo.

Felix tidak peduli, cowok itu lebih fokus menatap wajah gadis di sampingnya, masih terlihat wajah sembab di sana membuat Felix meringis.

"Liv, gue semakin tertarik sama lo"

Frozen Heart (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang