Pria paruh baya itu mendekat, matanya tidak lepas dari wajah gadis imut di hadapannya, mata pria itu menyendu, wajah gadis itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, Livia mengerjapkan mata menatap pria itu semakin dekat ke arahnya, Livia mundur kebelakang ketakutan.
"Arini", panggil pria itu membuat Livia berhenti mundur.
"Om kenal mama?", tanya Livia akhirnya berani membuat pria itu tersentak kaget.
"Kamu anaknya Arini, Arini Denada?", tanyanya dengan mata berembun.
Livia menganggukan kepala, "sayang hiks", tangis pria paruh baya itu pecah menarik Livia ke dalam pelukannya, memeluk erat, meluapkan rasa rindu di dalam hatinya, buah hatinya ada di depan sekarang.
"Maaf om, saya ke sini mau cari ayah", ucap Livia melepas pelukan dari pria asing di depannya.
"Aku ayah kamu, aku Nahen suami dari Arini Denada", ujar Nahen menunjuk satu foto yang ada di ruang tamu, Livia menoleh menatap foto di sana matanya membola tidak percaya, di sana ada mamanya bersama dengan pria di depannya tersenyum ke arah kamera, tentu Livia tahu rupa sang mama, banyak foto mamanya tersimpan di rumah apalagi saat mengandung Livia.
Air mata Livia luruh kembali menatap Nahen, "tapi kenapa ayah ninggalin kami?", tanyanya lirih, Nahen menggelengkan kepala, membawa Livia ke sofa ruang keluarga.
"Ayah tidak pernah meninggalkan kalian, maaf, maafin ayah, karena almarhumah nenek membuat kita harus berpisah, almarhum nenek kamu mengusir ibu kamu karena merasa status kita tidak setara, ayah tentu sangat marah, ayah mencari kalian kemana-mana tapi almarhumah nenek menghapus semua akses untuk bisa bertemu dengan kalian, di akhir hayat nenek barulah beliau mengatakan keberadaan kalian namun nas saat itu bertepatan ibu kamu sudah meninggal", jelas Nahen mengusap rambut Livia lembut, tidak percaya jika anaknya masih hidup.
Selama mencari keberadaan istrinya Nahen tidak menemukan tanda-tanda kehadiran Livia, apalagi Yanto adik kandung Arini mengatakan jika Arini meninggal bersama anak yang sedang dia kandung.
Nahen menatap setiap inci wajah anaknya terkekeh sendiri, "mata kamu mirip ayah ternyata", celetuknya menarik Livia kedalam pelukannya.
Livia membalas pelukan dari Nahen tidak kalah eratnya, "kamu mau tinggal disini?", tanya Nahen tanpa melepas pelukan.
Gadis itu menggeleng membuat Nahen langsung melepas pelukannya menatap anaknya dalam, "Livia sudah terbiasa hidup sendiri Yah, biarkan Livia tinggal di rumah mama, sampai waktunya tiba di mana Livia bisa menerima semua kenyataan", ujarnya.
Nahen meringis merasakan ribuan paku menancap di hatinya mendengar penurunan dari gadis itu, Nahen berusaha tersenyum menganggukan kepala mengerti.
*****
Satu minggu berlalu.
Livia kini terlihat berubah drastis, senyumannya muncul di wajah imutnya, Lisa salah satu orang yang tentu sangat bahagia melihat perubahan sahabatnya.
Sahabatnya kembali.
Satu minggu pula Nahen tidak berhenti bolak balik mengunjungi anaknya, namun satu minggu lamanya kehadiran Felix tidak pernah terlihat lagi, rumah di seberang terlihat kosong selama seminggu, sudah berapa kali Livia ke sana mencoba mencari namun nihil tidak ada satu orang pun di sana, nomor Felix juga tidak pernah aktif selama seminggu ini
Selama seminggu tanpa kehadiran Felix, Livia mernyadari satu hal, dia juga jatuh cinta sama cowok itu, namun sudah sangat terlambat menyadarinya sekarang sosok itu menghilang di telan bumi.
"LISAAAAAA"
Lisa terkekeh menatap sahabatnya masuk kedalam kelas menghentakan kaki.
"Aduh Liv, bisa ngak sih lo ngak usah imut gitu pengen karungin", celetuk Tomi.
"Anjir lah untung baru sekarang lo bertingkah seperti ini Liv, kalau dari awal lo seceria ini gue yakin anak sekolah antri dapatin hati lo", celetuk Feli.
Yang lain menganggukan kepala setuju, "heh kemarin-kemarin aja sudah banyak yang naksir apa lagi sekarang", ujar Siti
"Heh heh ngak usah ribut sudah ada pawang", ujar Tobi yang masuk kedalam kelas menatap tajam ke arah teman kelasnya yang lain.
"Liv, mau nanya apa yang bikin lo berubah drastis begini?", tanya Dira penasaran.
Livia meringis, menghembuskan nafas panjang, "yeee Livia mah aslinya begini", celetuk Lisa menanggapi, Livia sampai terkekeh mendengar ucapan sahabatnya.
"Hm, akhirnya gue tahu semua yang papa katakan selama ini tidak benar", ujar Livia mengganti panggilan Yanto dengan sebutan papa.
"Maksudnya?", tanya Regil ikut penasaran.
"Sebelum masuk SMA papa pernah bilang gue hanya anak dari seorang pelacur, jalang, gue hanya aib keluarga, papa ingin gue meninggal, menderita, bahkan papa berharap tawa dan senyum gue hilang di gantikan dengan tangis", ceritanya membuat yang lain menahan nafas tidak percaya.
"Tapi seminggu yang lalu akhirnya gue tahu jika papa melakukan itu karena tidak terima mama meninggal, papa ingin gue hidup sensara atau lebih sensara dari yang pernah mama alami, namun papa pula yang minta gue kembali, gue kembali pada diri gue yang dulu, karena sekarang papa sudah terima kepergian mama, papa sadar semuanya sudah jalan takdir", lanjutnya.
Tentu sebagian dari cerita Livia hanya karangan semata, mana mau Yanto melihat Livia bahagia, menurut Yanto Livialah yang merenggut nyawa kakanya, di tambah Nahen ayah Livia yang menghancurkan hidup kakanya, alasan yang sebenarnya sampai Livia kembali pada dirinya yang dulu karena sekarang Livia sudah menerima takdir hidupnya, dengan Nahen yang selalu memberinya perhatian yang selama ini belum Livia rasakan.
Perubahan besar dalam hidup Livia tentu karena kehadiran Nahen, ayah kandung Livia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Heart (Selesai)
Short StoryCinta, satu kata penuh makna. Tapi Cinta, tidak ada artinya bagi yang pernah merasa patah dan kecewa. Namun apakah Cinta mampu meluluhkan hati yang beku ? hati yang sudah tertutup rapat dengan benteng kokoh dan kuat. Ini kisahnya, kisah seorang Feli...