12

14 3 0
                                    

Di rumah Felix terlihat sudah rusuh dengan kehadiran Tifa yang tiba-tiba merengek seperti anak kecil, kedua orang tua Felix sampai memijit pelipis menahan diri agar tidak kasar dengan gadis itu, kini keduanya paham bagaimana frustasinya Felix saat Tifa mendekat padannya, Felix hanya diam menampilkan wajah datar tidak bersahabat.

"Ayahhhhh tolonggg dong nikahin aku sama Felix, aku ngak bisa hidup tanpa Felix yahhh", untuk kesekian kalinya Tifa merengek meminta agar orang tua Felix menihkahkan keduanya.

Felix yang sudah jengah bergegas keluar membuat Tifa semakin menjadi-jadi, "yah, dia kayaknya sudah gila", bisik mama, membuat ayah langsung menoleh meringis mengangguk setuju.

"Maaaaa tolonggg dongg mamaaa", rengeknya lagi memohon.

"Maaa hubungi dokter pribadi kita, anak ini harus di periksa dulu jangan sampai apa yang mama bilang benar adannya", ujar ayah langsung di angguki oleh mama.

Keduanya tentu kaget dengan sifat Tifa yang sangat berbeda jauh dari apa yang di katakan kakak mama Felix, katanya gadis itu lemah lembut, perhatian, polos, namun nyatanya berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.

Dua puluh menit seorang dokter datang dengan alis terangkat melihat Tifa yang masih merengek, Dokter mendekat, "dek sini om periksa dulu", ujarnya lembut membuat Tifa melotot garang.

"Aku ngak sakit", ujarnya tajam, dokter itu tersenyum menatap tepat pada manim mata Tifa, dokter itu terkekeh menggelengkan kepala, kini tahu dengan jelas kondiri dari gadis di depannya.

Dokter itu berdiri menatap kedua orang tua Felix, terkekeh perlahan, "permisi pak Arga saya permisi, anak gadis ini tidak sakit, dia hanya punya sifat yang luar biasa, manipulatif, jadi hati-hati saja", ujarnya berbisik sebelum keluar meninggalkan kediaman Felix.

Ayah memijit pelipis jengah sendiri sudah tidak tahan, emosinya hampir meledak mendengar rengekan dari gadis itu namun terhenti mendengar suara dingin dari seseorang didepan pintu.

"Ngapain lo di rumah calon martua gue"

Tifa berhenti merengek menoleh dengan tatapan tajam, mama dan ayah Felix mengerjap menatap seorang gadis imut dengan piyama lucu di tubuhnya sedangkan Felix berdiri di samping gadis itu tersenyum puas menatap Tifa.

"Tifa lo pulang sekarang, calon gue mau bertamu ayah", ujar Felix dingin.

Tifa mengatupkan bibir menatap tajam ke arah gadis itu beranjak keluar, Felix tertawa puas sedangkan gadis di sampingnya menatap tajam ke arah Felix.

"Puas lo"

Felix mengatupkan bibir menatap gadis itu, "Liv maaf", ujar Felix merasa bersalah.

Beberapa menit yang lalu, Felix keluar menuju rumah Livia.

"LIVIAAA, LIVIAAA".

Teriak Felix, Livia membuka pintu dengan perasaan dongkol, sedangkan Felix sudah melongo menatap gadis di depannya, terlihat sangat-sangat imut.

"Apa?", tanya Livia tajam.

Felix meringis, "Liv ikut gue ke rumah, Tifa datang mengacau", ujarnya memohon.

Livia memutar bola mata malas, "ogah gue, sana, ganggu lo", marahnya.

Gadis itu hendak menutup pintu namun Felix lebih dulu menahan, "gue mohon Liv, gue mohon, orang tua gue sekarang sudah pusing di rumah", ujarnya kembali memohon.

Livia menghela nafas beranjak berjalan keluar rumah menutup pintu kencang, melangkah meninggalkan Felix yang kini melongo di tempat.

*****

"Nama kamu siapa sayang kok imut bangat ?", tanya mama gemas menatap Livia yang duduk di sofa ruang tamu.

"Livia tante", ujarnya dengan wajah seperti biasa tanpa ekspresi.

"Kamu pacarnya Felix ?", tanya ayah sedari tadi menatap gadis itu, penuh selidik.

"Bukan om, cuma teman kelas", ujarnya singkat padat dan jelas.

Felix meringis, memijit pelipis, melihat interaksi ketiganya yang begitu kaku.

"Maaf tante, om, Livia permisi", ujar Livia berdiri menunduk sopan menyalami kedua orang tua Felix terlebih dahulu, belum sampai di pintu Livia kembali menoleh membuat Felix yang tadinya hendak ikut berdiri kembali duduk di tempatnya.

Tatapan Livia kini tertuju pada ayah Felix dengan tatapan meredup membuat Felix mengangkat alis bingung, "jangan khawatir om, saya bukan siapa-siapanya Felix, sebelum om menilai saya, dengan senang hati saya akan bilang sama om, tatapan om tadi benar adanya saya bukan dari keluarga baik-baik, saya hanya anak dari seorang jalang om", ujarnya berbalik kembali melangkah meninggalkan rumah Felix.

Felix melongo begitupun dengan mama, sedangkan ayah mengerjapkan mata, tidak menyangka, gadis itu dengan mudah mengetahui isi fikirannya melalui tatapan.

Frozen Heart (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang