Bagaimana bisa?
Di mana ini? Mengapa aku bisa ada di sini?
Aku mencoba berjalan menapaki jalan yang berkabut.
Sepertinya aku pernah berada di sini. Aku merasa aku sudah mengenal tempat ini. Aku tetap melanjutkan perjalananku.
Ah... aku baru sadar, saat ini aku sedang berada di sekolahku. Tapi mengapa aku bisa ada di sini?
Duk.. duk.. duk..
Aku mendengar suara bola dipantulkan, suaranya seperti di lapangan basket. Aku berlari menuju lapangan basket. Benar, suaranya memang berasal dari sini.
Di depan sana terlihat laki-laki jangkung yang sedang bermain basket. Dia sendirian. Untuk apa dia bermain basket sendirian? Aku masih memandangnya dari tempatku berdiri. Dia mulai mendribble bola basketnya lagi dan melakukan lay up.
Blam.
Bola berwarna oranye itu berhasil masuk ke dalam ring dan menggelinding. Aku masih melihat arah bola oranye itu menggelinding.
Tuk.
Ternyata bola oranye itu berhenti tepat di depan sepatuku. Aku kembali melihat ke arah laki-laki jangkung tadi. Dia melihatku dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai. Entah mengapa aku tidak merasa risih, biasanya aku paling tidak suka jika ada orang yang memandangku seperti itu. Tapi kali ini beda, mata tajamnya yang dibingkai kacamata berframe hitam seakan-akan menyedotku untuk tetap memandangnya. Aku merasa waktu berhenti sejenak.
Dia mulai melangkahkan kakinya ke arahku. Aku yang sudah tersadar cepat-cepat mengambil bola oranye tadi yang berhenti tepat di depan sepatuku. Dia semakin mendekat, kali ini aku bisa melihat lebih jelas wajahnya. Dia tidak tampan, tapi manis.
"Bola?" pintanya sambil menengadahkan tangannya di depanku.
Aku langsung menyerahkan bola oranye di tanganku ke tangannya.
"Thanks," ucapnya dengan memberikan senyuman tipis.
Apa tadi? Aku melihat lesung pipit di kedua pipinya walaupun hanya samar. Dia lalu melangkah meninggalkanku yang masih berdiri seperti orang bodoh di lapangan basket.
Siapa dia? Mengapa aku seperti mengenal dia?
"Aira.."
Aku mendengar namaku dipanggil, tapi suara itu masih terdengar samar.
"Aira.. bangun sayang."
Suara itu, aku seperti pernah mendengarnya.
"Aira... bangun sayang, sekarang sudah jam 7 kurang 15 menit. Nanti kamu telat masuk sekolah."
Mendengar itu aku seperti ditarik ke dalam kenyataan. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Pertama kali yang aku lihat adalah langit-langit kamar yang berwarna biru -warna kesukaanku-. Aku kenal tempat ini, ini adalah kamarku. Lalu aku melihat mamaku duduk di tepi ranjang tempat aku berbaring. Aku masih merasa nyawaku belum terkumpul sempurna.
"Aira, jika kamu dalam 10 menit masih belum siap, kamu akan terlambat sayang," ujar mamaku sambil beranjak dari ranjangku
"Ha?" hanya itu yang mampu keluar dari mulutku saat ini.
Aku masih bingung, jadi tadi hanya mimpi? Tapi mengapa seolah-olah seperti kenyataan? Matanya, senyum tipisnya, dan lesung pipitnya masih teringat jelas di memori otakku.
"Lihat jam beker di atas nakasmu itu sayang." Setelah berkata seperti itu, mamaku melangkah keluar kamar.
Aku melirik jam beker di atas nakas yang terletak di samping ranjangku.
06.50
Mataku melotot. Tidak, aku bisa telat masuk sekolah. Aku langsung saja berlari ke kamar mandi.
***
Aku mendesah perlahan. Entah sudah berapa kali aku mendesah seperti ini. Aku memandang nanar pemandangan di depanku, pagar gerbang tertutup. Ya, pagar gerbang sekolahku.
Aku telat, batinku lirih. Entah sudah berapa kali aku melafalkan kalimat itu. Ini adalah tatib pertamaku selama 2 tahun bersekolah di sini.
Aku tadi sudah melakukan rutinitas pagiku sebelum berangkat sekolah dengan secepat kilat. Bahkan aku melewatkan sarapanku tadi pagi. Aku menunduk lesu. Terdengar suara langkah kaki dan suara itu berhenti di sebelahku. Aku masih menunduk memandang sepasang sepatu milik orang lain yang berdiri di sebelah kiriku.
"Hm, telat juga?" suara itu. Entah mengapa aku seperti pernah mendengar suara itu. Apakah mungkin?
Aku perlahan mengangkat kepalaku dan menoleh ke arah orang di sebelah kiriku.
Tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa orang yang aku mimpikan sekarang berdiri di sebelahku?
Dia kemudian menoleh ke arahku sambil mengerutkan kening, mungkin merasa jika aku melihatnya intens atau heran karena aku tak menjawab pertanyaannya.
"A-aku... ee... i-iya," jawabku tergagap. Aku masih memandangnya tak percaya.
"Sama dong," balasnya sambil tersenyum manis dan mengalihkan pandangannya ke depan. Iya manis, tidak seperti ketika di mimpi yang hanya tersenyum tipis. Kali ini lesung pipitnya terlihat jelas. Dia berkali-kali terlihat lebih manis. Aku kembali mengalihkan pandanganku ke depan.
Bagaimana bisa?, batinku bertanya. Tak urung senyum lebar terukir di bibir tipisku.
-THE END-
Ide cerita ini aku culik dari sahabatku. Makasih sudah memperbolehkan aku untuk meminjamnya.
Salam sayang Ey~
KAMU SEDANG MEMBACA
FF[1] - June
RandomKumpulan Flash Fiction yang ditulis oleh beberapa member Sahabat Pena. Dengan tema yang berbeda dan masing-masing keunikannya. Selamat Membaca^^ Juni. @raezhyla - @insanaya - @arloji - @SaberAsh - @TalentaSaritha - @Hyderia - @luminous-rare - @ir...