Setiap malam yang hening dan dingin dengan disertai hujan, aku selalu melihatnya. Gadis kecil yang merangkul erat kedua lututnya di sudut ruangan. Aku belum tahu apakah dia termasuk salah satu hantu, atau sekedar imaginary friend yang dulu pernah ku miliki. Keberanianku belum mencapai batas untuk mendekatinya, aku masih selalu gemetar di bawah selimut tebalku.
Aku tidak pernah tahu kapan tepatnya ia datang, darimana ia berasal, ia tiba-tiba saja sudah berada di sana. Tubuhnya selalu terlihat bergetar ketika aku diam-diam memberanikan diri untuk melihatnya. Rambutnya yang hitam sedikit bergelombang selalu terlihat berantakan, menutupi bagian depan tubuhnya. Aku masih saja belum memiliki keberanian untuk mendekatinya, untuk yang kesekian kali, aku mengabaikannya.
Hal yang berbeda terjadi beberapa waktu ini, ia tidak hanya datang ketika hujan turun. Ia hampir setiap malam berada di sana, tidak sekedar bergetar tubuhnya, ia... Terisak... Mengeluarkan tangisan pilu yang mengalun sendu dalam keheningan malam. Setelah sekian malam ku abaikan, kali ini aku membuka ragu selimut tebal yang selalu melindungiku. Temaram memenuhi ruangan yang selalu hanya diterangi oleh cahaya lilin di dekatnya, aku mengambil langkah ragu.
Samar, ia masih terlihat memeluk kedua lututnya, baju terusan putih yang ia kenakan terlihat sangat lusuh. Apakah ia benar-benar hantu? Aku terdiam, ragu. Rasanya sangat berat untuk terus maju, tubuhku kaku. Ketika isakannya semakin menjadi, aku terpaksa kembali mendekatinya, setapak demi setapak. Hawa dingin mulai memeluk erat, gesekan-gesekan ranting pohon pada tembok kamar di luar sana menjadi alunan musik yang mengikuti setiap langkahku. Aku berhenti setengah meter di hadapannya, mengulurkan tangan kananku ke arahnya, tepat di atas kepala.
"Se... Selamatkan aku, siapa pun," tanpa melihat, ia berkata lirih, hampir tidak terdengar, ia tidak asing.
Hatiku bergetar, kini ku tahu ia bukan sekedar Imaginary Friend, hantu? Aku ragu. Ia terus mengulangi perkatannya dengan suara lirih yang hampir habis tak terdengar. Hawa dingin memelukku erat-erat, suara-suara aneh bersahutan datang, gadis kecil di depanku bergetar hebat. Tanpa pikir panjang aku memeluknya, ia mulai tenang. Suara-suara bersahutan belum menghilang, semakin dekat, dan semakin dekat, aku memejamkan mata.
"Semua akan baik-baik saja, bertahanlah," aku berbisik, aku harap ia bisa mendengar suaraku di tengah banyaknya suara-suara yang saling bersahutan.
Ku dengar suara langkah kaki menyentuh kasar kayu-kayu yang menjadi alas seluruh tempat ini, berdecit, menghentak, semakin dekat. Tubuhnya kembali bergetar hebat, aku berusaha memeluknya lebih erat, sangat erat, mengabaikan rasa raguku, aku akan membuatnya merasa lebih baik.
BRAK!
Pintu kayu ruangan ini di buka kasar, aku masih memejamkan mataku, tidak berani melihat kebelakang, ke arah datangnya suara hentakan kaki keras. Tidak ada kata yang keluar, hanya isakan ketakutan yang ku dengar di tembah hembusan napas berat dari arah belakang.
"TIDAK BERGUNA!" kata-kata itu menggema, memecah keheningan pilu yang setiap waktu mengalun di sini.
Tidak lama sesuatu menembus diriku, tidak berdaya ku lihat rambut gadis kecil itu di tarik kasar, ia diam meski airmatanya terus tumpah. Aku membalikan tubuhku, melihat samar apa yang sebenarnya terjadi. Mataku terbuka lebar, seketika tubuhku terlempar ke arah dinding, tidak sakit, aku tidak merasa sakit, aku memang tidak dapat merasakan sakit. Merangkak, ku ikuti gadis kecil yang kedua tangannya di tarik, ia diseret oleh sosok besar.
Terlalu terang, aku menyipitkan mata. Kali ini aku dapat melihat jelas bentuk keseluruhan mereka meski yang ku lihat hanya berwarna abu. Pria besar yang menyeret gadis kecil tadi, mengikat kaki dan tangan gadis kecil tersebut, menggeletakkanya di pojok ruangan yang kotor dan basah. Aku merangkak pelan ke bawah meja untuk mendekatinya, mengulurkan tanganku untuk dapat menyentuhnya. Ia bergerak, hanya kepalanya saja. Wajahnya tertutupi oleh helaian-helaian rambutnya, namun dapat ku lihat matanya basah.
Ku lihat pria besar tadi datang, membawa cambuk, ia kembali berkata kasar.
"Salahkan Ibumu yang pelacur itu! Melahirkan anak haram sepertimu!" Pria besar bersiap untuk mengarahkan cambuk tersebut ke arah gadis kecil itu, cukup!
Aku keluar dari bawah meja, berdiri di depan pria besar tersebut. Merentangkan kedua tangan untuk melindungi gadis kecil tersebut, sia-sia, pria besar tersebut tidak peduli. Pria besar tersebut tetap mengangkat cambuk tinggi-tinggi untuk kemudian dilepaskan, ke arahku, ke arah gadis kecil tersebut, aku memejamkan mata.
PLAK PLAK PLAK
Beberapa kali cambukan ku dengar, gadis kecil itu merintih, mengapa aku tidak tersentuh? Aku membuka mata, ku lihat cambuk tersebut tepat di mataku, kemudian menembus tubuhku begitu saja, aku tidak tahu. Ku perhatikan sekeliling ruangan, semuanya tidak asing. Berat ku balikan tubuhku, untuk pertama kalinya aku dapat melihat wajah gadis kecil tersebut. Dia... Adalah aku... Aku di waktu yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FF[1] - June
RandomKumpulan Flash Fiction yang ditulis oleh beberapa member Sahabat Pena. Dengan tema yang berbeda dan masing-masing keunikannya. Selamat Membaca^^ Juni. @raezhyla - @insanaya - @arloji - @SaberAsh - @TalentaSaritha - @Hyderia - @luminous-rare - @ir...