🎗️ 32 - Ribuan Kenangan.

323 300 27
                                    

«••·••»

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

«••·••»

Setelah lima hari berada di rumah sakit, akhirnya Nana dan William telah keluar dari rumah sakit. Mereka berdua memutuskan untuk kembali ke Penthouse. Mereka berdua yakin jika keadaan telah aman setelah menghilangnya Jordie tanpa jejak. Dengan perasaan yang ragu, William membawa Nana menuju ke Penthouse. Tempat beribu-ribu kenangan itu telah dikuasai oleh debu dan kotoran lain.

Perlahan, William mulai membuka pintu yang telah berdebu. Lalu, Nana mulai melangkahkan kakinya maju ke depan untuk masuk ke dalam Penthouse. Air mata Nana tak bisa Nana tahan lagi. Bibir Nana melengkung ke bawah tanpa tertahan. Pria tua yang berada di belakang Nana ikut menangis. Semua telah berakhir begitu cepat hingga pada akhirnya, mereka terpaksa kembali dan tinggal di Penthouse yang penuh kenangan indah itu.

"Ada apa? Kamu belum pernah menonton televisi? Lihat, ini adalah beberapa siaran televisi. Ada pula film dan beberapa acara untuk anak-anak lainnya."

"Hadiah apa?"

"Gadis pintar Ayah sudah berani sekarang. Bagus."

Nana tiba-tiba menundukkan kepalanya tuk menyembunyikan wajahnya. "Tidak bisakah kau kembali? Gadis pintarmu sudah semakin berani," batin Nana.

"Ayahmu sudah aman bersama kita, Na."

William masuk ke dalam dan meletakkan barang-barangnya. Sementara itu, Nana menolehkan kepalanya untuk melihat seluruh sudut ruangan yang Ayahnya suka. Nana melangkahkan kakinya maju ke depan untuk mendekat ke satu sudut ruangan. Kakinya terhenti tepat di sebelah meja. Tangan Nana terulur untuk menyentuh sebuah benda itu dengan lembut.

Fonograf peninggalan pria tua yang Nana sayang tetap berada di tempatnya. Tubuhnya berbalik dan lagi-lagi melihat seluruh sudut ruangan. Kemudian, perhatiannya teralihkan ketika William membukakan pintu untuknya. William langsung menundukkan tubuhnya untuk mempersilakan Nana untuk masuk. Perlahan, dengan tubuhnya yang masih lemah, Nana melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruangan.

Saat Nana telah masuk ke dalam ruangan itu, William langsung menutup pintunya karena William merasa ruangan akan sedikit sensitif bagi Nana. Setelah itu, William langsung duduk di sofa dan menundukkan tubuhnya. William telah berubah menjadi Panthera yang meringkuk sedih. Untuk pertama kalinya, Panthera menangis begitu pilu. Suara tangisnya telah mengisi seluruh ruangan.

Sementara itu, di sisi lain, Nana telah masuk ke dalam ruangan yang merupakan kamar Ayahnya. Lagi-lagi kepalanya menoleh ke sana-kemari dan tiba-tiba bayangannya kenangan bersama George terbayang-bayang di kepalanya. Untuk kali ini, Nana tidak bisa menangis, hatinya terasa begitu sakit. Air matanya telah mengering dan tidak bisa keluar karena telah menangis begitu lama.

Kepala Nana yang menoleh terhenti di satu titik. Kemudian, Nana perlahan melangkahkan kakinya maju ke depan dengan ragu-ragu dan terhenti di suatu tempat. Tak memperdulikan debu yang mungkin akan membuatnya sakit, Nana langsung mengambil posisi tidur di atas kasur. Tubuhnya meringkuk seolah memeluk seseorang yang dirinya rindukan. Kasur dengan beribu-ribu kenangan itu membuat hati Nana menjadi sedikit lebih tenang.

My Father is a PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang