CHAPTER 26 : MEDICINE FOR ALL WOUNDS

1.8K 95 0
                                    


Mentari akan segera kembali ke peraduan. Pria itu pun baru keluar dari ruangan setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan. Dia mengenakan jaket baseball hitam untuk menutupi punggung dan pakaiannya yang sudah tidak sempurna.

Dengan langkah pelan. Aland berjalan menyusuri koridor sekolah menuju parkiran, namun dia merasakan handphone yang berada dalam saku jaketnya bergetar. Aland pun meraih benda pipih itu dan menatapnya Lamat.

Caramel
|Tujuh belas langkah ke kiri
|Dari gerbang sekolah.

Aland menautkan alisnya membaca pesan dari Caramel, lantas dia mengetikkan balasan.

Aland
|Ngapain?

Caramel
|I'm Waiting

Aland tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala. Entah apa rencana gadis ini, tapi Aland tetap menurut dan melanjutkan langkah menuju gerbang, lalu mulai menghitung saat berjalan ke kiri.

"Tujuh belas," bisik pria itu seraya menghentikan ayunan langkahnya lalu mengedarkan pandangan ke sekitar, namun tak menemukan apa apa.

Tin tin...

Suara klakson dari samping membuat Aland menoleh. Seorang gadis dengan motor sport nya berada di dalam gang kecil seperti sedang bersembunyi.

Dia memajukan motor nya menghampiri Aland, lalu memberikan sebuah helm pada pria itu.

Aland tak menyambut dan malah tertegun menatap pemberian Caramel. "Apa ini?"

"Helm," jawab Caramel seadanya.

Aland menghela nafas. "Iya... saya tau helm, tapi maksud nya bukan itu."

Caramel tersenyum di balik helm nya, dan Aland menyadari itu. Melihat mata sang gadis yang menyipit membentuk bulan sabit. "Ayo!"

"Kemana?" Aland menautkan sepasang alisnya bingung.

"Pulang lah, kakak pulang kan?" ujar gadis itu pula

"Kakak bawa motor, Cara..." tolak Aland dengan halus.

Caramel menghela nafas panjang menatap Aland teduh. "Dengan kondisi kakak yang habis terluka? Cara mana tega biarin kakak bawa motor sendiri."

Aland tertawa kecil. Menertawai kepolosan Caramel. "Kakak gak papa. Kamu bisa liat, kakak gak selemah itu, Dek."

"Enggak! Pokoknya Cara gak bisa biarin Kaka pulang sendiri." Caramel menarik tangan Aland, dan meletakkan helm itu di tangan Sang pria. "Ayo naik!"

"Cara, Kakak-"

"Kalo kakak nolak. Cara bakalan marah sama kakak dan Cara gak akan nampil besok!" ancam gadis itu dengan wajah serius membuat Aland terdiam.

Pria itu menghembuskan nafas panjang. Memejamkan matanya lalu kembali membuka nya, bersamaan dengan senyuman tulus yang terbit di wajah tampan itu.

"Udah berani ngancem Kakak ya sekarang?" Aland menyentuh pelan kepala Caramel yang terbalut helm. Membuat rasa kesal yang tadinya memuncak pada benak sang gadis menjadi surut kembali.

Aland pun memasang helm yang di berikan Caramel tadi, lalu kembali menatap gadis itu. "Mundur," titah nya.

"Ha?" Caramel menyipitkan mata heran.

"Mundur, Dek..." ulang Aland dengan sabar.

"Lho kenapa? ini kan-"

Melihat Caramel yang tertegun dan lambat sekali dalam merespon. Aland pun gemas, lantas mengangkat tubuh gadis itu dan memindahkan nya duduk di jok belakang motor. Seperti menggendong balita.

"Eh... -eh, Kak. Apa apaan?" protes Caramel saat Aland menaiki motornya di jok depan.

Padahal kan niatnya dia yang mau bonceng Aland. Kenapa sekarang terbalik? Aland tertawa kecil melihat tingkah kebingungan Caramel melalui kaca spion.

"Sok sok-an mau nganterin pulang. Tau rumah kakak aja enggak," sindir Aland seraya menghidupkan motor Caramel.

"Oh... iya juga, ya?" gumam Caramel seraya menggaruk kepalanya di balik helm. Jatuhnya malah garuk helm.

Aland kembali tertawa melihat itu. Sambil memfokuskan pandangannya pada jalanan sore Kota Tevaga yang lengang.

"Pegangan, Cara. Nanti kamu jatuh," kata Aland dengan suara yang sedikit dikencangkan, karena takut teredam angin.

Caramel tidak merespon apa apa. Membuat Aland melirik melalui kaca spion dan melihat gadis itu hanya diam. Dia pikir Caramel tidak mendengar ucapannya.

"Cara!" panggil pria itu lagi.

"I-iyaa?" Caramel akhirnya menyahut.

"Pegangan, dek..." ulang Aland lagi.

Caramel menunduk menatap kedua tangannya yang terangkat ragu. "Boleh, Kak?"

Aland tersenyum kecil lalu mengangguk. "Boleh, dek."

Caramel menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman simpul. Perlahan kedua tangan nya terulur di kedua sisi tubuh Aland, dan memegang ujung jaket pria itu.

Aland mendapati keraguan gadis nya, lantas kembali angkat suara.  "Katanya tadi mau peluk? Jadi nggak?" ujar pria itu lagi, menggoda Caramel.

Ucapan terakhir Aland itu mengingatkan Caramel tentang permintaan nya di UKS tadi. Dia pun kini kembali menggerakkan tangan nya dengan penuh keyakinan, hingga kedua tangan lentik itu melingkarkan sempurna di pinggang Aland.

Aland tersenyum cerah. Dia sekilas menunduk menatap kedua tangan Caramel yang melingkar indah di atas perutnya. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang memenuhi perut pria itu, membuat nya ingin meledak.

Caramel pun merasakan hal yang sama. Dia memeluk tubuh kekar Aland.

"Kak..." panggil Caramel.

"Hmm?" sahut Aland dengan mata yang menatap fokus pada jalan.

"Masih sakit nggak punggung nya?" tanya Caramel

Aland melirik sekilas pada Caramel, lalu menggeleng pelan.

"Beneran?" Gadis itu mencoba memastikan

"Bener, sayang. Udah enggak," sahut Aland tanpa kebohongan. Memang benar. Rasa sakit nya tak terasa lagi. Setidaknya semenjak gadis itu menyentuh punggung nya. Sentuhan tangan Caramel seperti penawar bagi segala luka Aland.

Caramel berdecak tak percaya. "Seampuh ampuh nya obat. Gak ada yang langsung nyembuhin luka. Kakak bohong!"

Aland tertawa kecil. "Ada Kok, tapi obat nya gak ada di dokter mana pun."

Caramel memiringkan kepalanya menatap Aland melalui kaca spion. "Terus di mana?"

"Di sini." Aland menarik lembut tangan kiri Caramel dan meletakkan di atas dadanya. "Di sini ada kamu, Cara.

"Pelukan kamu punya kekuatan untuk menyembuhkan segala luka dan rasa sakit kakak," jelas Aland membuat Caramel tertegun.

"Kakak lagi ngegombal atau apa?" cibir gadis itu dengan tatapan tak percaya.

Aland tertawa lantas menoleh sedikit pada Caramel. "Kakak gak jago gombal dan itu bukan gombalan. Itu kenyataan."

Caramel terkekeh kecil lalu kembali mengeratkan pelukannya pada Aland.  Menyandarkan kepalanya di punggung lebar pria itu.

"I love you, Kak Aland," bisik gadis itu di tengah terpaan angin senja menjelang malam yang lumayan kencang.

Aneh nya Aland bisa mendengar bisikan kecil itu lalu menyunggingkan senyuman bahagia. "I love you too, Cara ku."

****

BK VS BAD GIRL {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang