Part 09 - Malam pertama?

2.9K 86 4
                                    

Baca selengkapnya di Karya Karsa Wihelmina Miladi ke bagian seri dan pilih judul Suamiku Murid Nakalku

Evans menatap lekat-lekat gadis yang kini berada tepat di bawah kungkungannya. Wajah Naraya terlihat begitu cantik dimata Evans, bibir tipis Nara bahkan menarik perhatian Evans. Sebenarnya sejak kejadian malam kemarin Evans terus terbayang-bayang akan Naraya. Dia ingin menuntaskan apa yang sebelumnya tertunda. Biarpun Evans sudah meminta maaf akan kesalahannya pada malam itu. Tapi sebenarnya di dalam hati kecil Evans, dia sama sekali tidak merasa bersalah atau menyesal telah melakukan kesalahan itu. Justru entah mengapa Evans merasa begitu bersyukur, karena berkat kejadian itu membuatnya bisa menikah dengan Naraya.

"Apa yang kamu lakukan, Evans? Berhenti bertindak tidak sopan. Ingat, aku gurumu."

Dengan bibir bergetar Nara sekuat tenaga berusaha melepaskan diri dari kungkungan Evans. Namun tentu saja usahanya itu sia-sia, karena Evans yang masih muda dan begitu bertenaga tidak mampu Nara lawan.

"Ya, di sekolah, kamu memang guruku, tapi di rumah ini kamu adalah istriku. Ingat itu, Naraya."

"Aku mohon jangan begini, aku takut, Evans." Kini Nara mulai terisak.

"Aku akan pelan, Nara. Aku tidak akan kasar seperti malam kemarin. Walaupun ini pengalaman pertamaku, tapi aku akan berusaha keras agar selembut mungkin terhadapmu, istriku."

(Sebagian part 21+ dihapus untuk kepentingan penerbitan. Bisa didapatkan full chapter di e-book atau bisa dapatkan per satu bab agar lebih bisa hemat di Karya Karsa)

"Begini, terimakasih karena kamu sudah mau mengerti dan mendengarkan penjelasanku."

"Ya, aku sebenarnya tidak sesabar itu, Naraya. Tapi berhubung kamu adalah istriku, jadi aku pikir aku tidak boleh terlalu egois."

"Evans, kamu tahu 'kan kalau kita menikah karena kamu malam itu nyaris merenggut kesucianku secara paksa. Aku trauma karena malam itu, aku masih belum bisa memberikan hakmu."

Nara tidak berbohong, dia memang masih takut jika teringat kejadian malam itu yang begitu mengejutkan.

"Hah, aku mengerti, tapi mau sampai kapan kamu menghindari kewajibanmu, Nara?" tanya Evans meminta kepastian.

"Jujur saja, aku masih belum bisa sepenuhnya menerima pernikahan ini. Apalagi mengingat kamu adalah muridku. Selain muridku, sejak dulu aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri. Karena aku tahu kamu sejak kamu masih kecil, lalu tumbuh menjadi seorang remaja menuju dewasa. Kamu tahu gak rasanya, aku merasa aneh, dan aku merasa kalau sampai kita melakukan hal itu, sama seperti aku pedofil."

"Kamu gila, aku bukan anak kecil, aku sudah memiliki kartu tanda penduduk yang dapat diartikan kalau aku sudah dewasa. Lagi pula kita bukan saudara, aku juga tidak pernah menganggapmu sebagai kakakku. Mungkin di sekolah kamu memang guruku, tapi di rumah 'kan bukan. Dan sebentar lagi aku juga akan lulus."

"Maka tunggu sampai kamu lulus, baru aku mau memberikan hakmu. Itupun dengan beberapa syarat."

Nara dapat melihat betapa frustasinya Evans saat ini, lelaki itu tampak mengusap wajahnya dengan gusar.

"Syarat apa?" tanya Evans

"Kamu harus berhenti membolos, berhenti menjadi pembuat masalah, aku tidak mau lagi melihatmu pergi ke klub malam, apalagi sampai mabuk-mabukan. Dan dihari kelulusanmu nanti, aku ingin kamu mendapatkan nilai tinggi, kalau bisa masuk dalam jajaran juara. Kalau kamu bisa memenuhi semua hal itu, baru aku akan melaksanakan kewajibanku." Naraya memberikan beberapa syarat yang membuat Evans melongo.

"Sebanyak itu? Astaga, Naraya, aku hanya ingin meminta hakku. Tapi kenapa kamu begitu mempersulitnya begini sih?" kesal Evans.

"Evans, kamu tahu 'kan dalam kehidupan pernikahan itu juga ada yang namanya hak dan kewajiban. Sebelum kamu menuntut apa yang menjadi hakmu, penuhi dulu kewajibanmu. Dengarkan aku, sebagai suami salah satu kewajibanmu adalah memberikan nafkah, tapi kamu masih pelajar, sehingga orangtuamu yang menanggungnya. Lalu sebagai suami tentu saja kamu adalah kepala keluarga yang harus membimbing istrimu. Tapi kalau kamu saja bermasalah, apa kamu bisa membimbing keluargamu nanti?" ujar Nara.

Evans hanya bisa terdiam, dia tidak mampu menjawab semua yang Naraya katakan. Karena hal itu memang benar adanya, tapi untuk memenuhi semua syarat yang Naraya ajukan sepertinya akan sangat berat bagi Evans karena itu semua adalah kebiasaannya. Merubah kebiasaan itu tidaklah mudah.

"Aku akan berusaha memenuhi semua syarat yang kamu ajukan, dan aku akan menagih bayarannya nanti."

Evans adalah jenis orang yang tidak mau mengalah begitu saja. Dia sejak dulu selalu mendapatkan apa yang dia mau, itulah makanya Evans akan berjuang keras mendapatkan apa yang ia mau kali ini.

"Terimakasih banyak atas pengertianmu, Evans."

"Tidak mengambil mahkotamu sekarang bukan berarti aku benar-benar tidak menyentuhmu, Nara. Kamu mengerti 'kan maksudku? Akan sangat menyiks jika aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun."

"M-maksudmu?" cicit Naraya.

"Ciuman dan hal-hal lain, aku ingin melakukannya. Meskipun tidak sampai bagian intinya."

"T-tapi ...."

"Ayolah, Ra. Jangan sebegitunya kamu menyiksa suamimu ini. Aku sudah setuju dengan banyaknya syarat darimu. Tidak mudah menahan hasrat, kau tahu."

Evans memohon, dengan berat hati sembari menghela napas akhirnya Naraya mengangguk. Seketika itu Evans langsung memeluk istrinya kemudian kembali menciumi pipi, leher, hingga akhirnya melumat bibirnya dengan tangan yang menggerayang ke mana-mana. Semua itu berakhir ketika Nara memintanya untuk berhenti karena dia begitu lelah dan ingin tidur. Akhirnya Evans menghentikan aksinya, dia menarik Nara ke dalam pelukannya. Pada awalnya Nara menolak untuk tidur sambil dipeluk oleh Evans, tapi Evans memang keras kepala, pada akhirnya karena lelah Nara menyerah dan membiarkan Evans tidur sambil memeluknya.

Suamiku Murid NakalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang