"Apa yang kau lakukan, Evans. Jangan bertindak tidak sopan, ingat, aku adalah gurumu!" -Naraya-
"Di sekolah, kamu memang guruku. Tapi di atas ranjang, kamu adalah istriku. Ingat itu, Naraya!" -Evans-
Follow akun Wattpad ini sebelum baca!
Follow Inst...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan lupa vote dan komen 🥳 Masukan ke perpustakaan agar dapat notifikasi kalau cerita ini update! Follow juga akun Wattpad dan IG author: Wihelmina Miladi Agar tidak ketinggalan cerita terbaru. . . . . .
Situasi menjadi dingin, Evans diam saja sejak semalam. Pagi ini juga masih sama, walaupun Nara sudah berusaha membujuknya untuk tidak marah, tapi Evans tetap bersikap lebih dingin dari biasanya.
Kini keduanya tengah berada di ruang makan, mereka sedang sarapan bersama. Evans sudah libur, sedangkan Nara masih harus ke sekolah untuk terakhir kalinya karena dia sudah mengajukan pengunduran dirinya.
"Vans, kamu masih marah?" tanya Nara karena sejak tadi Evans diam saja.
"Enggak."
"Aku minta maaf kalau kamu merasa tersinggung atau sakit hati sama keputusan aku. Tapi aku benar-benar gak ada maksud lain, aku bukan malu untuk mengakui kamu sebagai suami. Hanya saja aku masih perlu waktu untuk jujur pada orang-orang yang mengenal kita. Tolong mengertilah, aku mohon."
"Hah, baiklah. Aku akan mencoba bersabar sekali lagi. Setelah aku pikirkan matang-matang, memang saat ini aku belum layak disebut sebagai suami yang bisa dibanggakan. Aku akan mencoba memantaskan diri, agar kamu tidak perlu malu lagi mengakuiku." Semalam Evans sudah merenung, dan kini dia jadi lebih dewasa mengambil sikap.
"Evans, aku 'kan tadi udah bilang, aku gak malu punya suami sepertimu. A—aku hanya merasa belum siap saja. Aku sudah sering bilang alasannya, mentalku belum sekuat itu untuk menjadi bahan gossip. Sudah pasti mereka menganggapku aneh, bahkan yang terburuk bisa saja ada yang menyebutku pedofil. Seorang guru wanita menikahi muridnya sendiri, apalagi aku yang sudah tinggal di rumah orangtuamu sejak dulu. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau orang-orang yang mengenal kita berdua sampai tahu. Aku harap resepsi pernikahannya juga kecil-kecilan saja."
"Iya, aku akan coba mengerti kamu. Aku akan memberikan waktu lebih lagi untukmu."
"Makasih, Evans."
"Sama-sama, oh iya, kamu mau ke sekolah hari ini?" tanya Evans.
"Iya, bisa dibilang ini hari terakhir bekerja."
"Aku anter yah, nanti pulangnya aku jemput. Kamu kirim pesan aja kalau udah mau pulang." Evans kini sudah mulai kembali tenang.
"Emang kamu gak repot antar jemput aku?"
"Ya enggak dong, masa nganter jemput istri sendiri repot. Lagian aku 'kan udah libur sekarang, paling nanti mau ke rumah mama dan papa mau ngurusin perjalanan bulan madu kita. Kayanya sekalian bahas resepsi pernikahan kita deh, nanti aku bujuk papa biar ngundang orang terdekat aja."
"Makasih banyak, Evans!" pekik Nara terharu.
"Ehem, cium dulu dong kalau mau berterimakasih dengan tulus." Evans memanfatkan kesempatan itu untuk bisa mendapatkan ciuman dari istrinya.