07. Sehari Bersama Papa Jake

1.2K 105 0
                                    

.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Papa Jake?"

"Eh? Adek udah bangun?"

Jake menoleh dan mendapati Jungwon menghampirinya bingung. Sarapan sederhana yang Jake buat ia letakkan pada meja makan, melipir mendekati Jungwon yang celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.

"Eung? Papa Jay sama Papa Hoon mana?"

"Papa Jay sama Papa Hoon ada urusan mendadak, sayang. Ada masalah serius di kantor, jadi Papa Jay sama Papa Hoon harus liat sendiri."

"Di mana? Jauh nggak, Pa?"

Jake tersenyum hangat. Tangannya mengelus rambut Jungwon lembut. "Jauh, sayang. Harus ke luar kota."

"Terus, kenapa Papa Jay sama Papa Hoon nggak ada pamit sama adek?" Jungwon bertanya sedih.

Jake memandangnya sendu. Sejujurnya, ia tak tega memberi tahu perihal keberangkatan mendadak Jay dan Sunghoon.

Sebab ia tahu, sang anak akan merasa sedih sebab tak mendapat salam perpisahan.

Ini juga bukan keinginan kedua saudaranya. Namun, masalah pada kantor yang berada di luar kota bisa dibilang cukup parah. Mengharuskan keduanya yang langsung turun tangan.

Jadi, pagi-pagi sekali, bahkan cahaya matahari belum sedikitpun menyinari, Jay dan Sunghoon pergi. Mereka berdua hanya berpamitan pada Jake, keduanya tak tega membangunkan Jungwon yang begitu terlelap dalam tidurnya.

Jadi, kedua saudara kembarnya itu hanya mengecup masing-masing pipi Jungwon. Berpamitan dengan suara pelan yang jelas tak akan membangunkan si kecil, pun keduanya memang tak ada berniat demikian.

Keduanya juga kemungkinan akan pulang esok hari, barangkali sampai di rumah saat siang hari.

Jake menggenggam tangan mungil Jungwon. "Maafkan Papa Jay sama Papa Sunghoon, ya? Mereka berdua harus pergi cepat-cepat tadi, pagiii banget. Jadi Papa Jay sama Papa Hoon nggak tega bangunin adek. Adek kan harus tidur cukup biar sehat."

"Tapi kan, bisa bangunin adek bentar, Pa! Papa Jay sama Papa Hoon jahat!"

"Sayang," Jake menghela napas. "Papa Jay sama Papa Hoon sayang sama adek. Mereka juga nggak mau pergi tiba-tiba tanpa pamitan sama adek. Tapi tadi beneran mendadak, sayang. Mereka harus cepat-cepat pergi kalo nggak mau perusahaannya bangkrut. Bisa bahaya loh kalo perusahaan Papa jadi bangkrut. Nanti kita jadi melarat, terus tinggal di jalan. Adek emangnya mau?"

Dengan polosnya Jungwon menggeleng. Anak kecil itu tak mau jika sampai ia beneran tinggal di jalanan. Cukup ia yang pernah bekerja di sana, jangan sampai jalanan justru ia jadikan rumah.

Hih!

Jake terkekeh pelan. "Makanya itu, mereka nggak sempat pamitan sama adek. Adek nggak marah, kan?"

Gelengan Jungwon tampak begitu menggemaskan di mata Jake. "Nggak, Papa. Adek cuma sedikit kesel aja," jujurnya.

"Adek kalo kesel nggak papa, wajar. Tapi jangan lama-lama. Nggak baik," ingat Jake halus.

Jungwon mengangguk paham dan tersenyum lebar.

"Ayo kita sarapan, hari ini kita bakal jalan-jalan keluar. Adek mau?"

Mata Jungwon berbinar antusias. Ia bahkan sampai melompat-lompat kecil di dekat Jake.

"Mau! Mau! Adek mau, Pa!"

OUR LITTLE JUNGWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang