Mozaik 1

508 27 10
                                    


Suasana di dalam gubuk tua berukuran kecil dan sangat memprihatinkan siang ini dipenuhi suara tangis. Khalisa dan Sina duduk berhadapan menggenggam mushaf persis disisi jasad Pak Rahim kesayangan warga.

Pagi di hari ketiga pernikahan putrinya, Pak Rahim tidak terbangun lagi dari tidur. Sampai seluruh warga berkumpul saat mendengar tangis histeris Khalisa.

"Lihat tuh, Sina.. lelaki pembawa sial! Kasihan lisa, harus kehilangan Ayahnya secara tiba-tiba," bisik salah satu tetangga yang datang melayat.

"Pak Rahim juga sih. Anaknya cantik, pintar begitu malah dijodohin sama Abdullah Sina yang asalnya saja kita nggak pernah tahu sampai sekarang." Kata seorang Ibu lagi, menyahuti temannya.

"Hush... sudah jangan berisik. Kasihan Khalisa."

Percakapan mereka terdengar jelas di telinga gadis berkerudung pashmina dan abaya serba hitam. Sina mendekat begitu melihat istrinya semakin tak berdaya. Hanya mengusap-usap punggung Khalisa yang saat ini bisa ia lakukan, berharap kesedihan gadis itu sedikit reda jika menyadari keberadaan suaminya.

Suami yang dua hari lalu baru menikahi Khalisa atas permintaan Pak Rahim.

Abdullah Sina, nama salah seorang ilmuwan paling jenius di zamannya, melekat pada sosok laki-laki pendiam, berperawakan tinggi, jarang senyum dengan warna kulit sedikit lebih eksotis dibanding Kang Rayhan ketua asrama yang sejak lama ditaksir oleh Khalisa.

Khalisa dengan berat hati harus berhenti dari asrama pesantren dan menggadaikan waktu yang seharusnya ia gunakan untuk kuliah, menikmati perjuangan menggapai cita-cita bersama teman-temannya.

"Kamu yakin Lis, mau menerima perjodohan Ayah? Tahun 2023 loh, sekarang. Sudah bukan jaman Siti Nurbaya! Ingat, Lis, usia kamu saja baru sembilan belas tahun," Diviya sahabat seasrama Khalisa sejak zaman mondok, mati-matian menggoyahkan hatinya, namun tetap kalah dengan ketaatan gadis itu pada sang Ayah.

"Aku juga nggak tau, Div. Kenapa tiba-tiba Ayah mau menikahkanku. Ayah cuma bilang, dia ingin ada yang meneruskan tanggung jawabnya untuk menjagaku."

"Lalu gimana dengan Kang Rey yang sudah berniat melamarmu saat dia pulang dari Turki nanti?" Pertanyaan Diviya sama sekali tak digubris. "Okelah, namanya Abdullah Sina. Kalau kita bayangin dia itu... sosok yang komunikasinya cukup bagus. Kenyataannya beda dengan sosok Sina yang kemarin ta'aruf sama kamu, Lisa. Mas Sina-mu itu cupu." Diviya begitu cemas memikirkan nasib sahabatnya.

"Ayah mengurusku sejak bayi, Div. Ibu meninggalkan ku sejak hari pertama putrinya ini menghirup udara dunia. Aku percaya sama Ayah. Lagipula di dalam surah annur sudah Allah jelaskan, perempuan yang baik, untuk laki-laki yang baik."

"Cie... merasa perempuan baik, nih ceritanya?" Raisya mencibir.

"Berusaha baik maksud Lisa mungkin, Sya," Diviya menimpali.

"Tapi kalau begitu, harusnya Asiyah tidak berjodoh dengan Fir'aun lah," Raisya memasang wajah penasaran.

"Makanya kalau ngaji jangan ngehalu terus kamu, Sya! Ustad baca kitab, Dosen jelasin materi... buka mata hati dan pikiran kamu!" Kedua sahabat Khalisa malah berdebat.

Mungkin Pak Rahim sudah bersugesti akan pergi meninggalkan putri tunggalnya untuk selama-lamanya. Seorang Ayah di belahan Bumi mana yang rela melepas anak gadisnya sendirian setelah ia pergi menghadap Tuhannya. Walau kenyataannya jarang sekali ada orang yang menyadari ajalnya tak lama lagi.

Jodoh Singgah (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang