"Mas, hari ini kita jadi mengunjungi keluarga njenengan, pulang belanja dari Pasar?"Sina menatap wajah istrinya cukup lama. Seolah berat sekali rasanya bagi lelaki misterius itu menjelaskan tentang keberadaan keluarganya.
Khalisa merespon tatapan suaminya dengan raut penuh tanya. "Gimana Mas?" Ulangnya lagi.
"He, i-iya. Kita belanja ke pasar Bambu sekarang." Sina mengangguk kemudian menunduk, lanjut menyeruput sisa kopi yang hampir dingin, sejak pagi sudah disiapkan Khalisa.
Gadis berkerudung salem tua dengan corak gamis senada, tersenyum manis sambil berkata "Selesai aku nyuci piring, kita berangkat, ya, Mas." Dijawab anggukan oleh Sina.
Khalisa sangat antusias mengira sebentar lagi akan bertemu dengan keluarga suaminya. Ia begitu semangat mengurus rumah Sina sejak pagi. Saat ini pun ia tengah membereskan dapur dan sisa sarapan sembari menunggu Sina memanaskan motor tua yang terparkir di halaman.
Sepeda motor sudah siap mengantar sepasang pengantin baru ini menuju ke pasar. Keduanya tidak terlalu banyak bicara, hanya sesekali saling berbalas senyum.
"Ustadz Abduh. Ini istri barunya, ya?" Tanya seorang Ibu yang melintas di depan mereka.
Hah, istri baru? Memangnya lelaki ini sudah berapa kali menikah? Dan para tetangga memanggilnya dengan sebutan ustad Abduh. Padahal Ayah tak pernah mengenalkan Sina dengan segala gelar dan pekerjaannya. Khalisa bertanya dalam hati.
"Iya, Bu. Namanya Khalisah." Sina memberi instruksi agar istrinya menyalami tetangga yang bersusulan menghampiri mereka karena penasaran.
Semua terlihat hormat pada Abdullah Sina. Persis seperti cara warga memperlakukan Pak Rahim, mendiang Ayah Khalisa.
"Ayu sekali perempuan Jawanya, ya, Ustad!" Seru seorang ibu disambut senyum oleh Sina dan Khalisa.
Setelah adegan perkenalan dengan para tetangga, Sina menyuruh istrinya agar lekas menaiki motor. Keduanya melaju dengan motor tua yang derunya menandakan mesin motor tersebut masih cukup bagus.
"Ini motor njenengan, Mas?" Khalisa penasaran hingga tidak bisa menunda pertanyaannya.
"Motor teman saya. Sudah saya beli saat pertama kali kerja dan baru gajian." Jawab Sina agak berbelit dengan setengah berteriak diiringi deru suara kendaraan lain yang sama-sama melaju di jalan raya.
"Lalu yang kita tempati rumah siapa?" Khalisa menempelkan dagunya di bahu Sina sambil sedikit merenggangkan busa helm bagian telinga agar mendengar jelas jawaban suaminya.
"Oh, itu masih nyewa." Sahut Sina kali ini singkat dan padat.
"Masih mending rumah Ayah, biarpun reyot... tapi milik sendiri!" Gumamnya berharap tidak didengar oleh Sina.
Sepulang dari belanja, Sina mengantar kembali istrinya ke rumah untuk meletakkan sayur mayur yang telah dibeli. Khalisa tetap tak lupa akan janji sang suami dan masih terus menagihnya.
"Kita berkunjung ke rumah saudara, ba'da dzuhur, ya, Mas."
Sina yang sejak tadi sibuk dengan gawai, menoleh sebentar sambil mengiyakan pelan. Wajah lelaki itu tampak mulai cemas dan gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Singgah (Terbit)
RandomPerjodohan antara gadis piatu modern dengan pemuda pilihan Ayahnya yang menyamar jadi seorang culun.