Mozaik 5

122 17 10
                                    


"Terima kasih, Mas... karena udah ngasih izin aku kerja." Wajah Khalisa tampak berbunga-bunga.

"Masalahnya... kamu melamar kerja dadakan. Di lain waktu kalau mau mengambil langkah, pikirin dulu baik-baik bisa 'kan?" Sahut suami cupu Khalisa yang ternyata bisa tegas juga.

Khalisa mengangguk mengakui kesalahannya. Padahal kalau memang tidak setuju, seharusnya tadi Sina bicara sejak awal.

Kini meja makan sepasang pengantin baru tersebut kembali diselimuti senyap. Keduanya larut dalam benak masing-masing. Sesekali mereka saling menatap canggung.

Abdullah Sina yang dari awal dikenal istrinya pendiam, nyatanya adalah sosok yang bertanggung jawab dan mau membantu pekerjaan di dapur. Seperti saat ini, ia turun mencuci piring bekas makan malamnya bersama Khalisa.

"Biar saya saja, Mas." Khalisa berusaha menghentikan suaminya.

"Kamu pasti lelah. Istirahat dulu sana." Perintah laki-laki yang tengah membasuh gelas di wastafel.

Khalisa menatap suaminya lekat. Kembali ia mengagumi laki-laki aneh yang sempat disangkanya seorang dari komplotan mafia sewaktu kemarin di perjalanan dalam kereta.

"Kenapa masih melihat-lihat saya? Masuk saja ke kamarmu lebih dulu." Ucap Sina lagi.

"Iya, Mas. Saya tinggal, ya." Pamit Khalisa tersenyum tipis.

Hari ini Sina sukses mengalihkan ingatan istrinya tentang keluarga yang belum pernah ia perkenalkan dari sebelum nikah sampai sekarang. Belum tahu apa yang terjadi besok dan seterusnya jika Sina masih beralibi. Sementara Khalisa berhak mengetahui siapa keluarga barunya saat ini.


~~~


Khalisa enggan bertanya tentang pekerjaan sang suami. Sementara pagi sekali ia diminta menyiapkan bekal makan siang Sina yang akan berangkat kerja.

Lelaki itu sudah siap dengan setelan kemeja dan celana formal yang ia kenakan tanpa dasi. Rantang berisi nasi dan lauk pauk juga sudah Khalisa taruh di atas meja makan. Hal ini sudah terbiasa dikerjakan gadis itu sewaktu Ayah masih ada dan tiap kali ia pulang dari asrama.

"Kamu tambah cantik... hari ini," puji Sina dengan raut wajah yang kaku saat melihat Khalisa menutup kepalanya hanya dengan balutan pasmina asal-asalan dan dress merah jambu yang membentuk jelas lekuk tubuhnya.

"Makasih, Mas." Gadis itu tersipu malu.

Namun, benak Khalisa justru melayang pada sosok Rayhan yang dulu suka memujinya dengan puisi-puisi yang cukup puitis.

"Selain pintar, kamu juga sangat anggun, Sa." Ucap Rayhan saat Khalisa pertama kali dapat beasiswa.

Pada bunga yang diserahkannya terdapat kartu ucapan berisi sajak cinta.

Dear yang paling menawan,

Padamu sang kekasih, Khalisa Wahidah...

pada suatu hari nanti

suaraku tak terdengar lagi

Jodoh Singgah (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang