Banyak adegan kekerasan jika tidak sanggup skip saja!!
"Gadis bodoh ayo bangun, kau suka tidur di lantai seperti itu?" Lalisa mendongakan kepalanya, pelipisnya bengkak akibat tendangan dari Irene, pipinya memerah hasil tamparan dari Jennie, raganya sakit, hatinya sakit.
"Bodoh, bodoh, bodoh, mati saja kau" Tendangan di perutnya berkali kali, Seulgi pelakunya, tawa ricuh terdengar di dalam lokal itu, tidak ada satupun yang ingin menolong Lisa.
Lalisa hanya diam, selalu diam setiap kali di bully karena gadis itu tau tidak ada yang akan menolongnya di sekolah ini, jika dia berani melawan maka mereka semua akan menyakitinya lebih parah dari pada ini.
"Semua bubar, pertunjukan sudah selesai" Seulgi bersuara, membubarkan para siswa dan siswi yang berkerumun di sana untuk menyaksikan pembullyan Lalisa.
Kelas menjadi sepi, Lalisa masih meringkuk disana memegangi perutnya yang teramat sakit hasil tendangan keras Seulgi.
Seulgi, Irene, Jennie, mereka tidak pernah puas membully Lisa, mereka sangat suka itu, mereka tidak punya hati.
Flashback
"Lisa, kau harus menolak Seulgi, please aku menyukainya" Lalisa menatap bingung Irene yang memohon padanya saat ini.
"Kenapa aku harus menolaknya" Irene mendekat berbicara sedikit berbisik pada Lisa.
"Dia akan menyatakan perasaan padamu sehabis jam pelajaran, kau tau kan aku menyukai Seulgi, jadi tolong tolak saja" Lisa tersenyum tipis sangat tipis, siapa yang tidak menyukai, Seulgi, salah satu murid populer di sekolah ini.
"Baiklah" Jawab Lisa, Lisa tidak ingin pertemanannya dengan Irene hancur hanya karena berebut satu orang.
Setelah jam pelajaran, Lalisa dan Irene berjalan di koridor sambil berbicara tentang pelajaran, sampai seorang siswa menghentikan langkah mereka.
"Lalisa, Seulgi menunggumu di lapangan" Lalisa dan Irene saling pandang.
"Kau ingat janjimu kan" Lalisa mengangguk paham, dia tidak akan mengingkari janji.
"Maaf aku menolakmu, Seulgi" Seulgi menggeram setelah mendengar penolakan Lisa, buket bunga yang ia pegang, pria itu buang di hadapan Lisa, Seulgi menginjaknya hingga hancur.
"Kau akan menyesal Lalisa"
Lalisa duduk di halte menunggu bus, gadis itu selalu mengingat setiap kejadian pembullyan padanya.
Apa yang menyebabkan Lalisa di bully gadis itu pun tidak tau, Lalisa bukanlah gadis miskin yang bisa masuk ke sekolah itu dengan jalur beasiswa, orang tua Lisa, cukup berada hingga bisa menyekolahkan Lisa di sekolah elit ini hanya saja, orang tua Lisa bukanlah orang sombong yang menyombongkan hartanya, mereka tidak sama seperti orang tua murid lain yang mencari muka dengan menjadi investor di sekolah itu, orang tua Lisa selalu mengajarkan, Lisa menjadi anak yang sederhana pintar dengan hasil kerja kerasnya sendiri.
Karena tidak adanya keterlibatan orang tua Lisa, itulah yang menyebabkan para guru tutup mata dan telinga atas kejadian pembullyan Lisa.
Walaupun Lalisa adalah murid yang pintar bahkan, Lalisa adalah perwakilan sekolah olimpiade matematika, Lalisa mengharumkan nama Sekolah dengan menyumbangkan piala kemenangannya.
"Kau pulang terlambat" Lalisa, menggenggam erat tali tasnya, menundukan kepalanya, suara pecahan kaca terdengar nyaring setelah vas bunga itu menghantam tembok tepat di sisi kiri, Lisa.