11 . CHARTREUX

143 23 18
                                    

🐣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐣






Terik yang terasa suram menaungi sepetak pemakaman di siang itu. Seorang pria dengan hoodie hitam terduduk menyedihkan di tengah-tengah tiga pusara. Iris matanya yang berwarna hazel kehijauan tampak berkaca-kaca di balik kacamata minus yang dikenakan. Deru napasnya mengeras diiringi semilir angin. Membuat kacamatanya seketika memburam disebabkan uap yang keluar dari balik wajah tertutupnya.

Getir seakan begitu menusuk dalam kerongkongan. Pria itu tampak membuka seluruh kerapuhannya di depan tiga gundukan tanah berisikan mayat-mayat yang telah terkubur. Jemarinya yang gemetar menyentuh pusara demi pusara dengan perlahan, melesatkan sesak tak tertahan yang kini hanya menjadi angan semu. Levon Timothy sudah tidak bisa menyangkal atau menuduh siapa pun selain dirinya sendiri.

Seseorang membantai habis keluarganya.

Ini terasa begitu menakutkan. Seseorang membalaskan dendam masa lalu dengan begitu sadis dan tepat sasaran. Musuhnya berhasil membuat Levon tersiksa secara mental. Hingga kini, rasanya pria itu tidak sanggup untuk menghadapi kejutan lain. Levon tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Sedikit pun ia tidak bisa menerka pergerakan musuhnya. Maka, dengan segenap kewarasan yang masih tersisa, Levon mengeluarkan senjata api yang tersimpan di saku jaketnya lantas mengarahkan ujung pistol tersebut ke pelipisnya sendiri.

"Sial," desis Levon ketakutan. Pria itu praktis memejamkan mata ketika merasakan ujung pistol yang menyentuh permukaan kulitnya. "Sial! Sial! Sial!"

Levon berusaha meyakinkan tekadnya untuk mengakhiri semua ini. Namun rasanya begitu sulit. Bahkan untuk menggerakkan telunjuk yang menekan pelatuk di senjatanya, Levon merasa ditahan oleh sesuatu yang besar. Keringat mulai membanjiri sekujur tubuhnya. Hingga gemuruh dalam hati Levon mulai keluar bersamaan dengan kilas balik dari semua kejadian ini. Kematian keluarganya yang dibumbui misteri aneh membuat publik menuduh Levon sebagai dalang dari semuanya.

Selama berminggu-minggu, pria itu bersembunyi.

Sejurus kemudian, Levon mengurungkan niatnya. Tekad untuk mati telah padam. Alih-alih berganti menjadi ambisi kuat yang berapi-api. Levon mengeraskan rahang, memasukkan senjatanya kembali, lantas mengelus pusara orang tua beserta adik kecilnya secara bergiliran. Deru napasnya berubah tenang. Bertepatan dengan kinerja otaknya yang mulai berpikir mengenai perlawanan sepadan.

"Mom, Dad, Lavender," lirih Levon dengan suara yang begitu tenang, seakan tingkah frustrasinya yang tadi menggila tidak dianggap nyata. "Aku akan mengakhiri semua ini. Mari kita balas rasa dendam oleh dendam yang lain."

Siang itu, sebuah janji telah terjalin.








⬛⬛⬛






Kehadiran Kwan Jimin benar-benar memberi warna baru dalam lingkup keluarga Damares yang misterius. Kendrick semakin menaruh empati pada pria itu, Canary tetap teguh pada perasaannya dan Amala yang begitu senang memiliki teman baru. Sudah lebih dari seminggu Jimin tinggal di kaki pegunungan Oregon yang lokasinya tidak terdeteksi. Pria itu mulai terbiasa dengan situasi rumit yang terjadi, dan kehadiran Amala adalah alasan terbesar dari semuanya.

The Tales of Black Swan [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang