Alvia Salsabila sangatlah membenci Gilang Raka Bumi yang merupakan teman sekelas sekaligus musuh bebuyutannya. Dia selalu menganggu, mengusili Alvia sewaktu-waktu. Sehari saja tak mengganggu seperti ada yang kurang bagi Gilang.
“APAA!”
“Apaan dah, Vi!” Nada frustasi terdengar keluar dari mulut laki-laki itu.
“Lo ngapain ngikutin gue!” Alvia berseru dengan dagu terangkat dan mata nyalang menatap langsung pada iris gelap milik Gilang. Kedua tangannya bertumpu pada kedua sisi pinggang. Sikapnya barusan seakan tengah menantang Gilang.
“RUMAH GUE KAN SEARAH SAMA LO, VIA!” Gilang berseru lebih keras, menumpahkan kejengkelannya.
Kontan saja Alvia tertawa keras setelah berhasil membuat Gilang frustasi. Ekspresi kesal cowok itu yang jarang ditampakkan terlihat menggemaskan bagi Alvia. Alvia masih saja terus tertawa, bahkan semakin keras sampai tubuhnya membungkuk dan tangan sibuk memegangi perut yang berubah keram.
Hari-hari mereka selalu dipenuhi dengan kejadian-kejadian serupa, saling menjahili, mengejek satu sama lain. Kehebohan yang sering mereka ciptakan membuat mereka dikenal oleh hampir seluruh penduduk SMA HARAPAN CERAH, bahkan tak terkecuali oleh para guru.
Cekcok atau beradu argumen tentang segala hal sudah menjadi bagian dari keseharian mereka, dari meributkan masalah sepele hingga masalah besar.
Namun, ada kalanya juga mereka akan sangat berkebalikan dari sifat dan sikap di atas. Jika mereka tengah akur, maka orang-orang akan dibuat takjub dengan kedekatan mereka.
Saling memberi perhatian manis satu sama lain layaknya sepasang kekasih. Terkadang di satu waktu Alvia akan tersipu malu atau kikuk akibat perhatian yang diberikan Gilang padanya hingga membuat dia gemas.
“Kalau dipikir-pikir, kelakuan kita kenapa random banget, ya? Nggak jelas banget.” Alvia membuka suara setelah aksi mereka saling berteriak satu sama lain. Saat keduanya tengah berjalan beriringan setelah keheningan menyelimuti mereka beberapa saat yang lalu.
Lihat. Beberapa menit lalu mereka layaknya dua orang musuh yang saling membenci satu sama lain, sekarang sudah seperti sahabat karib yang hidup bersama sejak kecil.
“Hahaha ... lo baru sadar, Vi?” Gilang menoleh menatap Alvia dengan napas terhela, menarik atensi Alvia untuk bertanya.
“Kenapa?”
“Gue mau tanya, deh, ke lo.”
Langkah mereka sedikit melambat, membagi fokus antara jalanan dan kalimat satu sama lain.
“Apa?” Alvia menatap Gilang sebentar sebelum kembali mengalihkan pandangan pada jalanan di depannya.
“Kalau misalnya gue suka sama lo, gimana tanggapan lo?”
Alvia spontan menghentikan langkah. “HAH? Apa? Lo ngomong apa?” tanyanya dengan keterkejutan yang tidak repot-repot berusaha ia sembunyikan.
“Lo mau pake cara nyata, tapi kalem dan romantis, atau pake cara sembunyi-sembunyi, tapi pake tenaga ekstra?” Bukannya mengulang pernyataannya barusan, Gilang malah menjawab dengan pertanyaan lain.
Kedua alisnya terangkat menunggu jawaban Alvia, tetapi Alvia sendiri tampak tidak berniat menjawab sebab masih mencerna semua kalimat-kalimatnya.
“Lo mau yang mana?” Gilang bertanya lagi. Kedua tangannya berada dalam saku celana, menunjukkan bahwa ia biasa saja, santai, tetapi sungguh-sungguh dengan perkataannya.
Alvia mengedipkan kedua matanya beberapa kali, dengan tubuh kaku dan mulut terkatup rapat. Entah antara belum paham sama sekali dengan ucapan Gilang atau tidak bisa berkata-kata saking terkejutnya.
Lima detik berlalu dan keheningan singkat itu terasa aneh, panjang. Hingga lima detik berikutnya kedua netra Alvia membulat lebar, tersadar dari pikiran mencerna semuanya.
Oh my God! Apakah maksudnya barusan Gilang menyatakan perasaan padanya? Begitu!
Alvia berusaha fokus menatap ke dalam manik mata laki-laki di depannya ini, berusaha mencari entah apa. Ia sendiri bingung. Intinya sesuatu yang bisa meyakinkannya bahwa kata-kata Gilang tadi cuma bercanda, seperti yang sering cowok itu lakuin.
“Gilang, lo bercanda, kan?” tanya Alvia sambil tersenyum aneh seperti berusaha menangkap basah Gilang.
Gilang hanya diam, tidak menjawab. Yang entah kenapa membuat Alvia yakin bahwa Gilang serius dengan pernyataannya tadi.
“Lang, l-lo nggak papa, kan? Maksud gue, lo sadar, kan, sama apa yang lo omongin tadi?”
Dalam hati, Alvia berharap bahwa Gilang menjawab sebaliknya dengan apa yang dia yakini.
“Seribu persen sadar! Kenapa?”
Alvia spontan memalingkan wajah. Menggigit bibirnya cemas.
“Vi ... kenapa?”
Pertanyaan bernada lembut dari Gilang tersebut sukses membuat sesuatu dalam dirinya tak karuan. Alvia merasa tidak nyaman dengan fakta itu.
Refleks, tubuhnya mundur beberapa langkah sambil menuding Gilang tepat di depan wajah dengan satu tangan.
“Stop! Lo, tuh, bikin gue nggak sehat, tau nggak!” Ucapan Alvia lebih terdengar seperti gumaman dengan mata liar menatap tak tentu arah, berusaha tak menatap ke arah Gilang.
“Hah? Apa, Vi?”
Alvia mendesah, berhenti, sadar dengan tingkahnya yang mungkin hanya akan terlihat aneh di mata Gilang.
“Udah, deh, ayo pulang.” Dengan tampang kesal dan kaki yang sedikit dihentak-hentakkan, Alvia berjalan terlebih dahulu meninggalkan Gilang di belakang.
“Terus jawaban buat gue gimana?”
Via membalikkan tubuh dan menjawab masih dengan tampang kesalnya. “Apa lagi!”
“Jawaban buat pertanyaan gue tadi, Via Sayang. Jangan digantungin kayak jemuran dong. Sakit nih hati. Gue butuh kejelasan,” ucap Gilang dilebih-lebihkan.
Rasa-rasanya Alvia ingin melempar sesuatu ke kepala Gilang saat ini juga.
“Bodo!”
Alvia membalikkan badan menghadap depan dan entah bagaimana bisa satu tangan Gilang sudah menarik tangannya hingga mereka berdua saling berhadapan sekarang. Padahal Gilang berada cukup jauh di belakangnya barusan.
Kejadian mendadak tersebut membuat Alvia terlalu terkejut untuk bereaksi, sehingga dia hanya bisa menatap Gilang dengan jantung yang sudah berdetak tidak karuan.
“Jadi lo mau pake cara yang mana?”
Nada serius dari Gilang membuat Alvia secara tak sadar ketar-ketir dibuatnya. Mak! Tolongin anakmu ini mak!
Yuuhuu! TTM kembali hadir buat kalian, nih 🥰
Kasih support dan luv banyak-banyak 💖✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Tapi Mesra
Teen Fiction[CERITA INI DIIKUTKAN DALAM EVENT GREAT AUTHOR FORUM SSP X NEBULA PUBLISHER] "Jangan membenci seseorang terlalu dalam. Soal perasaan nggak ada yang tau ke depannya akan gimana. Awas nanti bisa berubah jadi cinta lho!" Mungkin kalimat itu sudah serin...