Jadwal seperti biasa yang dilakukan di hari Senin, upacara bendera yang tidak boleh dilewatkan. Seluruh murid mulai keluar dari kelas, bersiap menuju ke lapangan upacara.
Termasuk kelas Alvia yang kini mereka semua mulai keluar, menyusul murid lain menuju lapangan dengan Liana dan yang lain. Alvia berjalan seperti biasa seraya mengobrol ringan dengan Liana, Laras, serta Mela tentang persiapan ujian mereka Minggu depan.
Mendekati menuju lapangan Liana, Laras, dan Mela setengah berlari menuju lapangan, meninggalkan Alvia yang mulai melambatkan langkah. Saat mereka menuju lapangan sebelumnya, mereka berempat melewati ruang perpustakaan. Alvia yang menjadi orang pertama yang melihat ada seseorang di dalam sana.
Tak ingin rasa penasarannya semakin menjadi-jadi, ia mengedarkan pandangan yang sudah tidak terlalu banyak murid yang lewat. Alvia mulai mendekati perpustakaan di mana pintu ruangan tersebut terlihat tak tertutup dengan rapat. Gadis itu menyipitkan kedua mata, saat pintu benar-benar tak tertutup rapat.
Samar-samar, Alvia mendengar suara Gilang yang memekik. Dari nada suaranya, ia rasa laki-laki itu sedang marah. Namun, Gilang sedang marah dengan siapa hingga sampai seperti itu. Alvia semakin berani melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam. Mencari keberadaan Gilang yang tak kunjung terlihat.
"Tujuan lo nyuruh bikin gosip buruk buat Alvia ngapain? Terus untungnya buat gue apa? Untungnya buat gue apa, hah!" tanya Gilang dipertanyaan akhir dia menaikan nada bicaranya.
"Gue deketin lo, minta ngajarin lo, itu semua cuman buat hubungan lo sama Via ngejauh. Tapi, kayaknya, gue lihat itu nggak berpengaruh, ya. Lo ... pacaran sama gue! Kita sebarin berita yang bener-bener bikin nama Via jelek satu sekolah." Alvia menutup bibirnya rapat dengan satu tangan. Terkejut mendengar semua perkataan Farah. Ia sangat yakin jika itu suara Farah.
Cepat, Alvia bersembunyi di balik rak buku, dia ingin mendengarkan lebih lanjut percakapan mereka. "Jadi kita kerja sama gitu?" sahut Gilang geram.
Alvia sudah tidak tahan mendengar percakapan mereka berdua. Ia segera melangkahkan keluar menuju ruangan perpustakaan tersebut. Namun, entah karena terbawa emosi atau bagaimana, ketika ia membuka pintu menimbulkan suara yang membuat keduanya menoleh.
Gilang berlari dengan cepat disusul Farah di belakang menuju asal suara. Laki-laki itu melihat Alvia yang seakan terpaku di depan pintu. Air mata gadis itu luruh menatap sepasang matanya. Seakan sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri, Alvia meninggalkan perpustakaan tersebut.
Farah menahan lengan Gilang dengan kedua tangan. "Lo belum jawab tawaran gue!" sentak Farah menatap tajam pada Gilang.
"Jangan buat gue mukul lo, ya, Far," ucap Gilang menekan segala kata yang keluar dari mulutnya.
"Jawab dulu pertanyaan gue!" teriak Farah menahan lengan Gilang lebih erat yang justru memancing emosi laki-laki itu keluar.
"Lepas!" bentak Gilang. Hal itu sepertinya cukup berhasil menurut Gilang. Tangan Farah yang semula menahannya, kini mulai mengendur dan melepas dari lengannya. Buru-buru Gilang keluar dari perpustakaan itu, menyusul Alvia yang sekarang entah ke mana.
Di lain sisi, Alvia berlari berniat menuju ruangan UKS. Di jalan ia berpapasan dengan Derrel yang paling terakhir menuju lapangan. Padahal, upacara sudah terdengar dimulai.
Alvia menghentikan langkahnya sebentar, menghampiri Derrel yang malah membuat air matanya jatuh lebih cepat. "Der ... gue izin nggak ikut upacara, ya. Gue mau ke UKS. Kalau ketemu Gilang, jangan bolehin dia masuk ke UKS. Gue minta tolong sama lo, Der. Gue minta tolong ...," lirih Alvia berkata. Sesekali ia menjeda sejenak merasa sesak yang teramat sangat di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Tapi Mesra
Teen Fiction[CERITA INI DIIKUTKAN DALAM EVENT GREAT AUTHOR FORUM SSP X NEBULA PUBLISHER] "Jangan membenci seseorang terlalu dalam. Soal perasaan nggak ada yang tau ke depannya akan gimana. Awas nanti bisa berubah jadi cinta lho!" Mungkin kalimat itu sudah serin...