As Long As We Together

114 15 7
                                    

Sebelum terlelap Tao sudah memastikan jika Kris yang terbaring di sampingnya sudah menunjukkan tanda jika dia telah tidur dengan nyaman, setelah perban di kakinya telah diganti dan lukanya kembali diobati dalam kondisi bersih.

Tao selalu memastikan jika suhu tubuh Kris dalam keadaan normal, dia tidak menggigil atau pun kesakitan. Tao selalu berada di sana, tepat di sampingnya, bersandar di dinding yang terdapat lubang besar, dan diantara barang-barang yang berserakan kacau, juga reruntuhan bangunan yang sudah tidak utuh lagi.

Setidaknya dirinya menemukan tempat ini untuk mereka berlindung, untuk merawat Kris yang terluka cukup parah dan Tao tidak bisa meninggalkan laki-laki itu di sana sendiri. Tidak dalam keadaan ini, karena dirinya juga ketakutan.

Sudah beberapa hari sejak invansi mengerikan yang dilakukan sekumpulan objek misterius, tidak dikenal memasuki ozone bumi. Mereka membawa kehancuran, memusnahkan banyak hal, dan menanam teror pada siapa saja yang selamat. Bersembunyi, bertahan di balik dinding-dinding yang tidak lagi utuh, di dalam bangunan-bangunan rusak, di mana saja.

Tao ketakutan. Hanya ada dirinya dan Kris saja di sana, di tempat itu. Dia tidak tahu tempat apa itu, namun ia tidak peduli selagi tempat tersebut dapat melindungi dirinya dan Kris dari makhluk-makhluk mengerikan, kejam, yang memburu mereka seperti sekumpulan hewan ternak.

Tao tidak akan lupa.

Dan sekarang dirinya harus bertahan. Kris, laki-laki yang baru dikenalnya saat teror itu terjadi, membutuhkan bantuannya. Laki-laki yang mengenakkan seragam militer itu masih hidup, dan Tao tidak akan meninggalkannya selama Kris masih bernafas. Tao juga tidak seberani itu untuk berkeliaran seorang diri di luar sana.

Tao duduk di sana, memeluk lutut, sesekali memperhatikan dada Kris yang bergerak naik-turun dengan teratur, lalu memeriksa suhu tubuhnya dengan menempelkan telapak tangannya di dahi laki-laki itu, memastikan jika suhunya masih normal dan tidak akan berubah. Tao duduk terdiam seorang diri dengan perasaan takut dan juga gelisah.

Menyadari jika udara yang mulai berubah, perlahan terasa dingin di kulitnya yang kotor, keringat yang mengering membuat udara dingin terasa mengerikan di tubuhnya yang hanya memakai seragam berwarna biru muda polos. Seragam kebanggaannya selama ini yang selalu ia pakai untuk bekerja, kini hal itu tidak ada artinya.

Tao mengetahui jika matahari perlahan beranjak, membuatnya memeluk lutut lebih erat, dan ia menenggelamkan wajahnya di atas lututnya yang kotor. Saat rasa takut tidak terbendung bercampur dengan kegelisahan yang tanpa akhir dan menimbulkan kantuk yang membuat kedua matanya terasa berat, Tao ingin bertahan untuk tetap terjaga, untuk menjaga mereka berdua tetap hidup. Tapi bagaimana pun ia berusaha untuk tetap membuka mata, rasa kantuknya lah yang menang.

Di dalam sunyi Tao bermimpi.

Makhluk mengerikan itu berdiri di hadapannya dengan keempat kakinya yang besar seperti laba-laba, tajam dan berwarna hitam, kepalanya yang terbentuk seperti laba-laba mendongak dengan mulut yang terbuka lebar dan mengeluarkan sulur-sulur mematikan yang ujungnya bermata tajam. Dirinya gemetar hebat dengan air mata membasahi wajahnya, Tao menjerit di dalam diam. Kris tidak terlihat dimana pun, makhluk mengerikan itu mengeluarkan suara pekikan yang sangat nyaring, menulikan telinga, dan Tao mendengar tanah bergemuruh. Seketika makhluk mengerikan itu semakin banyak, mengepung dirinya dan Tao berteriak memanggil Kris, memohon agar diselamatkan.

Saat itu lah ia terhentak bangun dengan nafas tersengal-sengal seperti jantungnya baru saja berhenti bekerja untuk beberapa detik.

Keringat bercucuran, tubuhnya gemetar, dan ia bernafas cepat yang abnormal. Makhluk mengerikan itu masih menghantui kedua matanya meski kini matanya terbuka, kesadarannya tidak berada di sana, Tao masih tenggelam dalam ingatan mimpinya yang mengerikan.

Kris And Tao Ship: And How To Sail ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang