7

206 27 0
                                    

"maaf..."



Donghae segera mengelap sup yang jatuh di baju Lia entah sudah keberapa kalinya. Dia tak pandai menyuapi seseorang. Bahkan dia tak pernah menyuapi satupun anaknya. Sekarang dia menyadari betapa sulitnya menjadi seorang istri dimana hal kecil seperti ini saja tak bisa dilakukannya.




"Biar aku saja, pa..."




"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Suara Jaehyun yang baru tiba membuat keduanya menoleh pada pria berwajah dingin dengan tatapan elang itu.



"Memangnya kau bisa?" Tanya Donghae ragu. Pasalnya putranya itu sama saja dengannya. Bahkan lebih parah.



"Aku bisa lebih baik dari yang papa lakukan..." Ucap Jaehyun yang mengambil alih piring di tangan Donghae dan duduk di tepi ranjang. Mengambil sesendok sup dan meniupnya pelan lalu mendekatkan sendoknya pada bibir Lia.




"Buka mulutnya..."



"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Sungguh, ini pertama kalinya Lia melihat kakaknya itu tersenyum dengan tatapan teduhnya. Haruskah Lia bersorak? Tentu tidak. Dia masih menatap takut pada kakaknya itu.




"Tak apa. Jangan takut padaku, Lia. Aku akan menjagamu sekarang. Ayo buka mulutmu..." Bujuk Jaehyun dengan senyum yang lebih lagi hingga dimplenya terlihat. Mau tak mau akhirnya Lia membuka mulutnya perlahan dan menerima suapan dari Jaehyun.



Melihat itu, Donghae akui Jaehyun memang lebih baik darinya dalam menyuapi seseorang makan. Rapi dan tak sampai meluber. Salahnya juga menyuapi Lia dengan sendok yang penuh.




"Makanlah dengan Jaehyun dulu,oke? Papa harus menelfon seseorang sebentar..."




Donghae dan Jaehyun saling melirik seperti memberi kode sebelum akhirnya Donghae keluar dari ruang rawat Lia. Meninggalkan Lia bersama kakak tertuanya itu.




"Apa masih sakit?"



Lia menjawabnya dengan gelengan pelan dan mata tertunduk. Hal itu membuat Jaehyun tersenyum dan mengusap pelan pipi adiknya itu hingga Lia mengangkat pandangannya menatap bingung sang kakak.



"Apa kau takut pada ku?"




Lia kembali tertunduk dan menggeleng kaku. Jelas sekali gadis itu berbohong dengan jawabannya.



Jaehyun tersenyum sambil mengangguk pelan lalu melanjutkan suapannya pada Lia sampai selesai.



"Bagus... Kau harus makan banyak..."




"Kata dokter, kalau besok tak ada kendala, kau bisa pulang segera..." Ucap Jaehyun sembari merapikan alat makan Lia yang membuat gadis itu menghela nafas lega sementara Jaehyun yang sejak tadi memperhatikannya sedikit menarik senyumnya.







"Kau senang?"






Pria yang 7 tahun lebih tua dari Lia itu duduk di tepi ranjang dan merapikan rambut adiknya. Lia yang diperlakukan seperti itu untuk pertama kalinya tentu merasa sedikit aneh juga dan kembali hanya mengangguk pelan. Bahkan jantungnya menjadi berdebar saking kagetnya mendapat perlakuan itu dari kakaknya.





"Jadi...kau sudah memikirkan hadiah apa yang kau inginkan?" Tanya Jaehyun lagi.






"Aku hanya ingin pulang segera..."






































































































Dengan seragam sekolahnya yang masih rapi dan lengkap, Lia memastikan lagi alamat di catatan yang ia pegang dengan bangunan dihadapannya.





Sebenarnya, dia belum siap melihat ini semua. Tapi dia sudah terlanjur bolos sekolah hari ini supaya bisa datang ke tempat yang dia dapatkan alamatnya itu dari salah satu pelayan dirumahnya secara diam-diam.



Jantungnya berdetak cepat, dadanya terasa sesak, matanya terasa panas berair, dan pegangan tangannya pada tali tas di bahu mengerat. Sebagian dari dirinya ingin melangkahkan kaki masuk, tapi sebagian lagi seakan belum siap untuk melihat kenyataan.






"Kau harus siap, Lia. Pasti sudah sangat lama mama menunggumu..."









Lia mendekati pagar utama tempat itu dan langsung disambut ramah oleh security yang bekerja disana.



"Ada yang bisa saya bantu, nak?"




Lia mengulurkan kertas di tangannya yang berisi data lengkap apa yang dicarinya dengan tatapan penuh harap.






Security itu sedikit bingung namun membaca juga kertas yang Lia berikan.





"Alamatnya sudah benar. Memang ini tempatnya. Tapi untuk orang yang dicari, saya kurang yakin. Ayo saya antar ke bagian pendataan..."




Lia tersenyum cerah lalu membungkuk sebelum gerbang dibuka dan mengikuti sang security memasuki bangunan itu.





Matanya melihat keadaan sekeliling yang baru pertama kali dilihatnya. Aneh dan membuatnya cukup takut juga.






Merasa anak yang bersamanya tak nyaman, security itu hanya tertawa pelan.



"Tak apa, mereka aman..." Ucap sang security sebelum akhirnya mereka masuk ke bangunan utamanya dan berdiri tepat di depan meja dengan seorang perawat wanita duduk disana.








"Anak ini sepertinya mencari seseorang..." Ucap sang security sambil memberikan kertas pada si perawat yang nampak kebingungan juga sebelum akhirnya mengecek kertasnya.






"Maaf...tapi anda..."







"Saya putrinya..." Jawab Lia dengan mata berkaca-kaca yang langsung diangguki oleh si perawat. Pasalnya, dia cukup kenal dengan orang yang Lia cari dan wajah mereka memang cukup mirip.






"Baru pertama kali datang,kan? Biasanya tuan atau nyonya Lee yang datang..." Ucap sang perawat yang mempersilahkan security untuk pergi lalu bangkit dan meminta Lia mengikutinya.






"Sering?"







"Tidak juga. Setahun mungkin tiga sampai empat kali untuk mengecek keadaannya..." Jawab sang perawat yang membuat Lia sedikit merasa bersalah pada mamanya.








"Apa sebelumnya nona Lee tinggal jauh?"






"Hhmmm?? Tidak..." Jawab Lia lirih yang membuat sang perawat mengerutkan alisnya.






"Lalu?"




















"Saya...





























amnesia..."




















.
.
.




















Scars (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang