Haechan tiba dirumah dengan terburu-buru karena mendapat pesan dari Taeyeon yang mengatakan Lia sudah dirumah.
Pintu rumah dibuka dan dihadapannya Lia sudah berdiri tersenyum sambil membawa sebuah kotak. Namun sedetik kemudian, senyum Lia luntur dan tubuhnya tersentak saat Haechan melempar kotak di tangan Lia dan menarik tangannya kasar.
"Darimana saja kamu,hah?!"
"C–Chan..."
"Sudah aku bilang, tunggu disana jangan kemana-mana. Tapi kau melanggar perintahku! Aku hanya menemani Yuna sebentar. Apa tak bisa kau membuat kami tenang sebentar saja?!"
"Chan..."
Haechan menghempas tangan Yuna yang menyentuh bahunya tanpa berpaling tatapannya dari wajah Lia yang kini sudah memerah.
"Aku bertengkar dengan Yuna selalu saja karena masalah yang sama. Kau yang selalu membuat masalah disaat kami berdua. Sehari saja Lia, bisakah kau membuatku tenang?!" Bentak Haechan terus hingga membuat tubuh Lia tersentak setiap mendengarnya.
"Apa yang membuatmu berani pergi disaat aku memintamu untuk menunggu disana? Kau sudah merasa kuat sampai berani pergi sendirian? Kau sudah merasa hebat sekarang? Baiklah! Sekarang urus dan jaga dirimu sendiri! Aku tak peduli lagi denganmu!" Ucap Haechan sambil menghempas tangan Lia emosi.
"Haechan!"
Suara bentakan Taeyeon membuat Haechan menoleh dan kaget. Pasalnya ternyata disana ternyata ada banyak teman-temannya, papanya, Renjun,dan Sungcheol. Bahkan rumah itu sudah dihias dengan barner bertuliskan "selamat ulang tahun Haechan".
Lia melangkahkan kakinya mundur beberapa kali sebelum akhirnya berbalik dan berlari melewati semua orang menuju kamarnya.
"Lia...!"
Sungcheol segera menyusul Lia sedangkan Haechan menoleh pada kotak kue yang sudah hancur yang dia banting tadi. Emosinya tadi berubah seketika menjadi rasa bersalah yang jauh lebih besar dari emosinya sebelumnya.
Wajah kecewa dari kedua orang tuanya dan heran dari teman-temannya tak tertutup lagi.
"Lia?"
Renjun yang ditatap oleh Haechan mengangguk pelan.
"You destroy everything, Haechan!"
"Dia hanya emosi karena sedang lelah saja, Lia. Kau sendiri yang bilang sejak pagi kalian mengelilingi mall..." Ucap Sungcheol mencoba menenangkan Lia yang menangis dalam pelukannya.
"He's right. I'm a burden for him..."
"No, you're not. Jadi berhentilah menangis. Semua orang bisa emosi saat lelah dan panik. It's okey. Besok semuanya pasti akan baik-baik lagi..." Ucap Sungcheol berusaha membuat Lia tak salah paham.
Tak lama, suara ketukan pintu terdengar dan gagang pintu bergerak. Namun karena Lia yang marah tadi, ia sudah lebih dulu mengunci pintunya dari dalam sehingga tak akan ada yang bisa masuk begitu saja.
"Lia...it's me. Your Channie. Channie so sorry..." Ucap Haechan dari balik pintu karena gagal masuk kedalam kamar Lia.
Sungcheol menoleh pada Lia namun gadis itu nampak abai dan melihat ke arah jendela.
"Lia—"
"Tell him to go away, kak..."
"Jangan begitu, Lia..."
"Please... Aku sedang tak ingin bertemu dengan siapapun..." Ucap Lia dengan tatapan memohon pada Sungcheol membuat pria itu menghela nafas panjang dan menelfon nomor Haechan.
"Halo, kak? Kau di dalam kan? Bisa kau buka—"
"Haechan... Kau kembalilah dulu dengan yang lain. Lia bilang dia sedang tak ingin bertemu siapapun sekarang..." Ucap Sungcheol sambil menoleh dan mengusap kepala Lia.
"Tapi kak—"
"Chan.. aku tahu kau merasa bersalah sekarang. Tapi Lia juga masih merasa kecewa. Bicarakan besok saja, oke? Kalau kau memaksa bertemu, yang ada Lia akan makin emosi nanti..."
Terdengar suara Haechan menghela nafas berat diseberang sana dan disusul suara ketukan pintu lagi olehnya.
"Channie so sorry, Lia. Take a rest with kak Sungcheol, okey? Good night, mochi..." Ucap Haechan sebelum akhirnya terdengar suara langkah kaki menjauh yang membuat Lia menarik nafas dalam dengan mata terpejam.
"Sudah. Sekarang ayo istirahat. Aku akan menemanimu disini..." Ucap Sungcheol sembari menarik kan selimut untuk mereka.
Jangan tanya kenapa mereka bisa tidur bersama seperti itu. Karena Sungcheol termasuk orang yang dipercaya keluarga Lia juga untuk menemani Lia selain Haechan.
Sementara di sisi lain, Haechan masuk kedalam kamarnya. Mengabaikan para tamu undangan yang masih berada di ruang tamu. Bahkan mengabaikan Yuna yang juga menunggunya juga untuk mengantarnya pulang.
Haechan duduk di sofa dekat jendela kamarnya dan mengusap kasar wajahnya sendiri. Melirik ke arah side table, ia segera menarik laci disana dan mengeluarkan pil untuk diminumnya.
Seharian keluar dadakan membuatnya tak sempat untuk meminum obat dari resep dokter khususnya itu. Pantas saja sejak pagi emosinya sulit sekali ia kendalikan. Bahkan dia sampai membentak dan berlaku kasar pada saudarinya itu.
Andai saja Lia tahu, mungkin dia tak akan semarah ini pada Haechan. Hanya saja semua keluarga diminta tutup mulut oleh pemuda itu khawatir membuat Lia takut. Pasalnya berita diinternet mengenai gangguan kepribadian dan emosi yang sepertinya alami terdengar menyeramkan walaupun nyatanya memang demikian.
"Aku harus melakukan sesuatu untuk meminta maaf besok padanya. Anak itu biasanya mudah dibujuk dengan barang atau makanan kesukaannya..."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars (✓)
FanfictionSemua kisah dalam hidup bagaikan rantai yang saling menyatu satu sama lain. Entah dari masa lalu yang bisa mempengaruhi masa depan orang lain. Dan biasanya sesal pun akan datang diakhir. Seandainya cerita masa lalu itu tak terjadi, mungkin masalah y...