19.Hilang arah (End)

227 8 0
                                    


3 tahun kemudian...

"Nih, obat Lo."

Rendi melempar obat-obatan baru milik Atama pada meja kerjanya. Tiga tahun telah berlalu tapi dengan tekatnya ia masih setia disamping Atama.

Ia merebahkan diri di sofa dengan menumpu tangannya kebelakang sebagai bantal tanpa memperdulikan tatapan si pemilik ruangan tersebut.

"Gak ada sopan-sopannya Lo sama bos sendiri."

"Masa bodoh, Lo jadi CEO-nya masih beberapa jam lagi jadi buat apa gw peduli."

Suasana kembali hening, Atama tak lagi menimpali ucapan Rendi. Ia termenung sejenak melirik kearah obatnya itu yang ia minta pagi tadi pada dokter Juna.

"Nanti malam Lo gak mau ajak yang lain ketemu Ta? Udah lama kita gak ngumpul bareng." Tanya Rendi tanpa melihat kearah Atama.

Ia lebih suka memandangi dinding langit tak bercorak diatasnya itu. Jujur saja mereka berenam tak pernah berkumpul bersama sejak meninggalnya Aleon tiga tahun lalu.

"Gw aja gak yakin mereka masih mau ketemu gw Ren." Balasnya terkekeh kecil.

Rendi menghela nafas, ia juga masih penasaran kenapa dirinya masih saja menemani bajingan itu. Disaat teman-temannya yang lain enggan untuk menyapa bahkan untuk bertemu pun enggan, sedangkan ia selalu ada walaupun tak ada ikatan darah.

"Lo kenapa masih mau jadi temen gw sih, kenapa gak kayak yang lain aja."

"Asal Lo tau Ta, gw aja juga bingung tapi mungkin karena gw udah tau luar dalamnya kehidupan Lo."
"Gimana-gimananya hidup Lo gw udah tau."

•🌻•

Atama memandang jauh pemandangan kota yang dapat ia lihat langsung diruang kerjanya. Sudah lebih dari enam tahun sejak kematian ibundanya dan sampai sekarang ia belum tau pasti kronologi asli dari kejadian tersebut.

Suara terbukanya pintu dibelakangnya tak Atama hiraukan. Atama berpikir Rendi lah yang membuka pintu tersebut karena tak mungkin karyawan lain membuka pintunya dengan tak sopan seperti itu.

"Udah gw bilang kan Ren kalo buka pintu itu ketuk dulu, gw sekarang atasan__"
"Jovan.."

Atama seketika terdiam, kedatangan Jovan untuk pertama kalinya membuatnya terkejut. Jovan bahkan memandangnya dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya sejak dulu.

"Kenapa Lo.."

"Long time no see bro."

Atama seketika mendekat dan memeluk Jovan dengan erat. Jovan yang tiba-tiba menerima pelukan hangat dari Atama itu langsung membalasnya.

"Sorry.."

"Jangan minta maaf, Lo gak salah apa-apa."
"Gw disini mau nyerahin ini." Ucap Jovan setelah melepaskan pelukannya dan menunjukkan sebuah flashdisk.

Atama menatap Jovan dan flashdisk ditangannya bergantian. Apa yang sebenarnya Jovan maksud sebenarnya.

"Ini apa?"

"Semua jawaban yang Lo cari ada disana semuanya." Ucap Jovan yang membuat Atama langsung bergegas memeriksa isi dari flashdisk tersebut.

Disana ia dapat melihat bagaimana Aleon dan Saputra saling kejar mengejar persis seperti apa yang ia dengar dulu. Ada berbagai rekaman CCTV disana yang dapat Atama lihat jelas semua kronologi yang sebenarnya terjadi.

"Jarak antara Saputra yang kembali ke jalur sama bunda Lo masih jauh Atama, gw dapat simpulin kalo bunda Lo belum tentu lihat anaknya yang balapan disana."
"Kejadian itu pure kecelakaan, bunda Lo oleng kesamping karena ban mobil pecah secara tiba-tiba."
"Truck yang tepat dibelakang gak ada persiapan untuk rem mendadak dan akhirnya kecelakaan itu gak bisa dihindari lagi."
"Gak ada sangkut pautnya antara Saputra maupun Aleon." Jelas Jovan.

Serangan apalagi yang Atama dapati, kenapa baru sekarang? Ia tak mengerti, segala penyesalan tiba-tiba menghantamnya begitu saja. Jovan mendekat menahan tangan Atama yang hendak memukul kepalanya kembali.

"Bodoh..bodoh! Atama bodoh! Mati, mati aja.. hidup gw penuh dosa.."

"Kendaliin diri Lo anjing! Siapa yang Lo bilang bodoh hah!" Sentak Jovan yang membuat atama langsung terdiam.

"Van ini gimana.. sakit banget, semuanya sakit..gw harus gimana?"

Jovan memandang Atama sendu, ia tak menyangka akan seperti ini. Dia tak mengira Atama semenderita ini. Tapi setidaknya ia lega sudah mengatakan semuanya, ia lega Atama mengetahui kebenaran ini tanpa merasakan sakit lagi dimasa depan.

•🌻•

Sore itu, ditengah guyuran hujan yang membasahi bumi.. Atama terlihat berjalan tak tentu arah. Ia mendongak merasakan sisa air hujan yang terjatuh tepat dibawah mata.

Air hujan itu mengalir disela-sela air mata yang masih membasah karena terkena tetesan air hujan yang berhenti beberapa menit yang lalu.

"Andai Lo gak lahir di keluarga ini pasti gak akan semenderita ini kan dek?"
"Kebahagiaan apa yang Lo lihat sampai mau lahir di keluarga ini."

Ia hilang arah, tak tau tempat dimana harus berteduh. Ia juga ingin keluar dari lubang kegelapan yang tak berujung ini,tapi ia tak bisa. Dirinya sudah terlanjur masuk terlalu dalam sampai membuatnya bingung dimana arah kebahagiaan yang sesungguhnya.

"Tuhan tolong, Atama lelah.."

°°°

~to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~to be continued

The Nareksa || Lee Haechan ft. NCT DREAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang