1.Candra dan tawa

343 25 0
                                    


"Atama!" Teriak seseorang yang membuat arah pandang Atama teralihkan.

Suasana kelas yang awalnya ramai menjadi hening sesaat setelahnya. Atama yang sedari tadi bermain game di handphonenya harus terhenti, ia menatap heran sang sahabat yang menghampirinya dengan nafas memburu.

"Kenapa?"

Alih-alih menjawab, pemuda itu justru membantu membereskan semua barang Atama kedalam tas.

"Ayo pulang dulu nanti gw jelasin dijalan."

"Lo kenapa sih!" Sentak Atama yang semakin heran saat pemuda bernama Rendi tersebut, menarik tangannya kasar.

"Nanti gw jelasin!"

Sesampainya diparkiran, Atama menarik tangannya dari genggaman Rendi. Entah kenapa gelagat Rendi saat ini membuatnya gelisah, seperti ada sesuatu buruk yang terjadi.

"Ayo cepetan!"

"Lo jelasin dulu kenapa sih? Gw gak bisa tenang kalo Lo diem gini!"

Rendi yang sedari tadi sudah menaiki motornya kembali turun menghampiri Atama. Ia memeluk sahabatnya itu erat, entah bagaimana caranya ia menjelaskan hal tersebut pada orang didepannya saat ini.

"Bunda...bunda Lo kecelakaan Atama." Ucapnya pelan.
"Beliau, meninggal ditempat."

Tubuh Atama menegang, lelucon macam apa yang barusan ia dengar. Saat sadarnya ia langsung mendorong bahu temannya dan menatapnya dengan tajam.

"Lo pikir gw gampang Lo bercandain kayak gini? Maksud Lo apaan hah!"
"LO BILANG APA TADI? NYOKAP GW KECELAKAAN? BUNDA..bunda gw meninggal?" Ucap Atama sebelum tiba-tiba ia meluruh kebawah.

"Sadar! Jangan gini.."
"Ayo pulang Atama, jangan buat bunda nunggu Lo disini."

•🌻•

Atama berdiri diam tak bersuara, didepan matanya ia dapat melihat seseorang yang selama ini sudah melahirkan dan membesarkannya telah tertidur tenang.

"K-kakak..."
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka semua membawa bunda pergi."
"Tolong k-kak, larang mereka membawa bunda.."

Aleon, satu-satunya adik yang dimiliki Atama kini anak itu tampak sangat hancur didepannya. Aleon menangis dengan pilu layaknya seorang anak kecil.

Dan cukup sudah, Atama tak sekuat itu untuk menahan semuanya. Baginya hal ini terlalu tiba-tiba untuk ia terima seorang diri.

Ia tarik sang adik kedalam pelukannya. Hanya kata-kata penenang yang saat ini bisa ia lakukan. Adiknya terlalu kecil untuk mengerti semua hal ini, apalagi alasan sang ibunda meninggal.

"Adek mau kan, temenin bunda ke peristirahatan terakhirnya sama kakak?"

Aleon segera melepaskan pelukan Atama dan mengangguk setuju. Dan setelahnya hanya senyuman kecil yang bisa Atama berikan. Ia hampir tak menyadarinya, bahwasanya sang adik kini akan tumbuh dewasa.

•🌻•


Suasana baru yang tak pernah Atama bayangkan sebelumnya. Entah kenapa hal ini menjadi rasa hampa dilubuk hatinya. Ia kini duduk disofa ruang tamu bersama Aleon.

Atama selalu bertanya kejutan apalagi yang akan terjadi dikemudian hari. Ia tak pernah berpikir akan menghadapi situasi seperti ini. Ayahnya pun sepertinya sama. Mungkin sekarang sang ayah juga masih sangat shock atas apa yang baru saja terjadi.

Ngomong-ngomong tuan besar Nareksa itu masih belum berbicara seharian padanya. Padahal Atama berharap sang ayah akan menghampirinya dan menenangkan kakak beradik tersebut. Nyatanya ia salah, sampai kapanpun mungkin sang ayah tak akan pernah mendekapnya dengan hangat.

"Lo butuh sesuatu? Laper gak? biar kakak masakin" Ucap Atama yang melihat gelagat aneh dari sang adik.

"Gak usah, gw mau tidur aja"
"Lanjut besok aja, lo juga butuh tidurkan? Jangan sampai sakit, nanti nyusahin ayah,"

"Kalo ngomong difilter dulu, jangan bicara seakan ayah gak peduli sama kita,"
"Setidaknya untuk hari ini, jangan bikin bunda sedih diharinya ini,"

"Maaf, tapi bukankanya udah jelas ya kak."
"Dia bahkan gak nyapa kita sedikitpun untuk hari ini," Ucap Aleon sebelum menaiki tangga menuju kamarnya.

Atama memperhatikan adiknya sebelum pemuda itu benar-benar hilang dari etensinya. Aleon, pemuda itu akan menjadi tanggungjawabnya setelah ini.

Helaan nafas terdengar sampai tak menyadari sang ayah sejak tadi memperhatikan keduanya. Beliau mendekat tapi bukan untuk menghampiri, hanya sekedar lewat didepan Atama meninggalkan dua kalimat yang sedikit membuat Atama terdiam.

"Jangan terlalu menyayangi adikmu seperti orang bodoh Candra Atama Nareksa."
"Kau bisa melukai dirimu sendiri."

°°°

~to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~to be continued

The Nareksa || Lee Haechan ft. NCT DREAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang