13.Yellow

83 8 0
                                    

Kuberpikir seribu kalipun tak ada yang bisa kujawab dari pertanyaan ilusiku. Ujian kenaikan kelas sudah didepan mata. Tapi rasanya masalah tetap saja ada.

Rasanya aneh saat mendengar hal yang tak sekalipun ia prediksi terlebih dahulu. Sudah sekian kalinya ia berlari untuk anak satu itu.

Kenapa selalu dia dan dia, tidak ini bukan karena takdir. Tapi Atama sendirilah yang tak pernah bisa mencegah hal itu. Ayahnya pasti akan melampiaskan semua kemarahannya padanya jika mengetahui keadaan anak bungsunya itu.

Dari sini, kalian mungkin bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi. Aleon kali ini membuat masalah baru, bukan karena aksi bertengkarnya tapi karena ia datang ke sekolah dengan keadaan yang tak bisa dibilang baik.

Rendi tadi yang mengabarinya terlebih dahulu. Ucapkan terimakasih pada anak itu karena kebetulan ia ada diparkiran saat itu.

Setelah kejadian itu, Atama selalu merawat adiknya sebaik mungkin. Bahkan ia tak mengijinkan Aleon mencoba membawa motornya lagi.

"Gw udah bilang jangan berurusan sama Saputra lagi, kenapa Lo batu banget sih gw bilangin."

"Gw juga gak tau kak, kalo akhirnya Saputra balik lagi setelah dua tahun ke Kanada."

"Sekarang Lo maunya gimana?" Ucap Atama lelah, ia senderkan kepalanya pada sofa dibelakang.

Hari ini Aleon sudah mulai masuk sekolah setelah beberapa hari ia tak diperbolehkan sang kakak untuk berangkat sekolah.

Tapi paginya menjadi petaka bagi Atama bahwasanya ia baru mengetahui siapa yang membuat Aleon seperti ini setelah sekian lama adiknya itu sembunyikan.

"Gw bakal nyoba damai sama dia."

"Jangan aneh-aneh, gw gak ngijinin Lo ketemu dia lagi."

"Dia sahabat gw, gw pasti bis_"

"Itu masa lalu Aleon, Lo gak tau sebenci apa orang itu sama diri Lo sendiri?"

"Sekali aja, ijinin gw ketemu Saputra, gw takut gak ada waktu lagi nantinya."

Atama menyerit heran, apa maksud adiknya itu. Ia lebih baik memilih pergi mengistirahatkan tubuhnya darisana daripada mencari keributan dengan Aleon.

•🌻•

Diruang kerja ayahnya, Atama merenung memperhatikan sang ayah dari sofa didekat sana. Dan ia baru menyadari, ayahnya itu mulai berubah sejak sang ibunda pergi dari hidupnya. Ia ingat betul dulu tuan Nareksa tak sekeras sekarang.

"Ayah.."

Tuan Nareksa yang terpanggil menatap anak sulungnya itu sebentar sebelum kembali menatap komputer didepannya.

"Kau butuh sesuatu?" Ucap tuan Nareksa setelahnya.

"Bunda.. Apa ayah tak merindukannya?"

"Kau ingin menjenguk ibumu Atama? Ayah akan mengijinkannya tapi jangan lupa waktu."

"Ck, bukan aku tapi ayah! Apa ayah tak ingin menjenguk bunda sekali saja? Ia pasti juga sangat merindukanmu."

"Ayah sibuk."
"Temui sendiri jika kamu ingin menemuinya."

Atama berdecak kesal. Apa ayahnya itu memang sekeras kepala ini. Ternyata sifat batu adiknya itu menurun dari sang ayah. Mengesalkan sekali pikirnya.

"Februari nanti kau berangkat ke French untuk kuliah, ingat ayah tak menerima alasan apapun Atama."

"Sungguh ayah sudah keterlaluan, tak bisakah kau mendengar pendapatku sebelum mengatakan apa yang ayah inginkan?"
"Atama juga punya perasaan, Atama bukan robot!"

"Berhentilah merengek, dan selama masa senggangmu nanti ayah akan menempatkanmu diperusahaan utama jadi bersiaplah."

"Sialan,"

"Jangan sia-sia kan pengorbanan ku kali ini Atama, banyak uang yang sudah ayah keluarkan hanya untukmu jadi jangan kecewakan ayah."
"Kau juga harus mengembalikan uang yang ayah keluarkan selama ini untuk sekolahmu, jadilah seseorang yang setidaknya berguna untukku nanti."

•🌻•

"Mau?" Ucap Jovan menawarkan ciki ditangannya pada Atama.

Atama menggeleng, entah kenapa ia sangat tidak mood malam ini. Diotaknya selalu terpikirkan perkataan sang ayah yang seakan mengatakan hidup yang ia jalani layaknya berutang yang harus dibayar dengan uang suatu saat nanti. Itu menyakitkan sungguh.

Jovan tak tau apa yang membuat sahabatnya itu diam sedari tadi. Yang ia tau Atama pasti sedang memikirkan masalah keluarga.

"Malem ini Lo mau turun kan Van?" Ucap Mahendra yang datang menghampiri keduanya.

"Iya bang, udah lama juga gw gak balapan."

"Good luck deh, inget tetep hati-hati lawan Lo hari ini Yonathan dia bisa aja curang dan bikin Lo celaka."

"Gw usahain, duluan ya udah dipanggil itu." Pamit Jovan pada keduanya.

Mahendra memilih mengajak Atama mendekati tribun penonton. Air mineral ditangannya ia berikan pada Atama. Semoga saja Jovan menang malam ini, keduanya akan selalu mendoakan sang sahabat.

"Gw sebenarnya penasaran alasan Lo mau ikut ajakan Jovan setelah sekian lama Lo gak kesini Ta."

Atama tertawa,
"Aneh ya gw tiba-tiba kesini lagi?"

"Gak aneh sih, orang rumah pasti ngira Lo dikantor tapi ternyata lo-nya aja keluyuran sampai sini."

"Kalo gak karena mereka juga gw gak kesini bang, tapi jujur setiap gw disini rasanya bebas banget."
"Udaranya, udara kebebasan." Candanya.

"Udara bau bensin nih yang bener, pakek bilang udara kebebasan."

"Realistis aja sih, idup gw kan udah kaya penjara giliran ngelanggar gini rasanya bebas banget njirr."
"Hebat juga ternyata hidup gw."

Mahendra terkekeh mendengar pernyataan Atama. Hidup seseorang memang sehebat itu. Kadang mereka juga harus keluar dari zona nyaman untuk mendapatkan kebahagiaan yang belum mereka alami.

°°°

~to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~to be continued

The Nareksa || Lee Haechan ft. NCT DREAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang