"Tiara—kau—aku sama sekali tidak mengerti bagaimana fikiranmu itu. Kemarin kau dengan sangat jelas menyaksikan kremasi mantan kekasihmu itu, dan hari ini kau berfikiran jika si brengsek itu masih hidup?"
"Karena kau bukanlah Adit, dan Adit bukanlah kau. Aku tahu kau tidak sejahat Adit. Tetapi bagaimana bisa kau bersekutu dengan musuhmu sendiri untuk melenyapkan Zidan?" ucap Tiara dengan suara yang mulai bergetar
Awan pun sontak berlutut hidapan Tiara ketika wanita itu mulai terisak
"Sayang, tenangkan dirimu.." ucap Awan sambil menggenggam tangan Tiara yang dingin"Aku, Adit maupun si brengsek itu—adalah sebuah persaingan. Dan aku berhasil menjadi pemenangnya. Tetapi sampai saat ini aku tidak bisa menikmati kemenangan ini, jika dua tikus itu masih berkeliaran disekitarmu. Paham?"' jelas Awan secara hati-hati
"Aku tahu kak, aku tahu. Tetapi tidak seperti ini yang aku inginkan" Tiara pun bangkit dari duduknya, meninggalkan Awan begitu saja yang masih bersujud dihadapannya
"Sayang jika tidak seperti ini, aku akan kalah dari segi manapun. Si brengsek itu sudah mengambil hatimu, dan sampai detik ini hatimu masih untuknya bukan? Lalu Adit, mungkin dia akan melakukan hal yang sama denganku—menculikmu lalu menyekapmu setelahnya memaksamu untuk menikah dengannya" ucap Awan sambil mengikuti arah langkah sang istri
"Dengan memanfaatkan kekayaannya mungkin saja Adit akan melakukan hal yang lebih kejam dariku" lanjutnya
Tanpa sadar, langkah kaki membawa Tiara ke kamar tidur, Awan pun memahami jika mungkin saja istrinya sedikit lelah dan ingin mengistirahatkan tubuhnya
"Lebih kejam? Bagaimana maksudmu?"
"Mungkin saja Adit akan memberikan anak perusahaannya kepada Ayahmu, atau jika Tuan Jo masih menolaknya dia tidak akan ragu memberikan sebagian hartanya kepada ayahmu"
Tiara pun tersenyum dan dalam hati mengkasihani dirinya sendiri. Apakah dirinya adalah sebuah barang yang dapat diperjual belikan begitu saja? Bagaimana bisa Adit mematok harga atas dirinya?
"Baik-baik, aku mengerti kak. Hanya satu hal yang tidak aku mengerti, haruskah dengan mengotori tangan kalian sendiri?"
"Tentu tidak sayang"
Tiara mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar. Tangannya kini mengepal erat, mungkin jika dilepaskan akan terlihat beberapa titik kemerahan akibat kukunya yang panjang
Tiara akui baik Awan maupun Adit memiliki banyak kekayaan, maka apapun akan menjadi mudah. Begitu pula dengan menyingkirkan Zidan. Walaupun Awan bersitegang mengatakan jika bukan dirinya dalang dibalik semuanya ini, namun Tiara yakin setidaknya Awan lah yang menyusun skema
"Tubuhku terasa sangat berat dan kepalaku seperti ingin pecah. Aku ingin beristirahat sejenak kak" ucapnya yang tak lagi memunggungi Awan
"Baiklah, kita akan kembali ke rumah. Perasaanku juga tidak akan tenang jika kau tidak berada disisiku. Bahkan lebih dari sepuluh penjaga yang ku kerahkan untuk menjagamu pun tidak akan sanggup melawan Adit, bagaimana jika aku meninggalkanmu seorang diri hanya dengan Tuan dan Nyonya Alona?"
"Sayang maafkan aku. Itu semua ku lakukan untukmu, untuk kita" tangannya kini terulur untuk membelai surai hitam milik sang istri
"Aku ingin sendiri, tolong mengertilah"
"Sayang maafkan aku. Maafkan aku yang tidak memahami perasaanmu. Kau—beristirahatlah, aku yang akan mengemasi barang-barangmu. Ah benar, aku juga telah menyiapkan secangkir coklat hangat, minumlah" Tiara hanya menghela nafas dan mengangguk
💋💋💋
Wanita yang masih menggunakan sepasang short pants serta t-shirt yang berwarna hitam itu akhirnya membuka kedua matanya setelah hampir seharian tertidur
"Biasanya aku tidak bisa tidur setenang ini, dan sepertinya tidur ku lebih dari cukup tetapi aku tidak merasakan pusing sama sekali pagi ini. Asing sekali" ucapnya bermonolog
"Aku tak ingat jelas kejadian setelah itu. Yang ku ingat hanya—aku mengatakan jika ingin beristirahat, lalu aku juga sempat melihat Awan menarik beberapa koper dan mulai menata pakaian yang kita bawa" ucapnya lagi sambil menatap langit-langit kamar yang tak asing baginya
"Ah—ini kamarku?"
"Sayang, kau sudah bangun? Bagaimana tidurmu? Apa kau merasa pusing setelah perjalanan ini?" ucap Awan begitu keluar dari toilet kamarnya
Tiara akhirnya mendudukan tubuhnya agar dapat melihat sang suami dengan jelas. Wanita itu berdehem kecil ketika melihat Awan yang hanya menggunakan handuk untuk melilit pinggang saja
"Hanya sedikit, mungkin karena tubuhku kekurangan cairan. Intinya aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir kak"
"Baiklah, aku tenang mendengarnya" ucap Awan sambil menggunakan pakaiannya
Pasalnya, didalam secangkir coklat hangat dimalam itu Awan menaruh obat tidur dengan sengaja menambahkan dosisnya
Terlebih obat tidur tersebut bukanlah yang Awan bawa, melainkan pemberikan Dokter Chris. Walaupun Dokter Chris merupakan dokter kepercayaan keluarga Alona dan beliau juga mengatakan tak apa jika menambahkan dosisnya, Awan tetap merasa khawatir. Benar, Awan sama tidak berbohong ketika Tiara-nya mengatakan jika dia baik-baik saja
"Kau sepertinya sangat sibuk hari ini?" tanya Tiara yang melihat sang suami sudah berpakaian rapih, lengkap dengan dasi yang mengikat lehernya
"Sayang, maaf. Aku ada pekerjaan yang sangat penting, dan sepertinya aku akan menginap beberapa hari"
Tiara pun hanya mengangguk dan memahami alasan mengapa mereka harus kembali hari itu juga
"Dengan Nara? Hanya kalian—?"
"Tidak, tidak hanya Nara. Ada beberapa karyawan lain yang ikut. Ini tidak akan lama, sungguh" ucap Awan meyakinkan
"Aku percaya dan aku juga tidak melarangmu untuk pergi bukan?"
"Benar, aku hanya khawatir kau memikirkan hal yang tidak-tidak"
"Jika itu benar, aku hanya akan meminta pisah denganmu dan kau harus menyetujui itu"
"Tiara jaga ucapanmu! Mendengarnya saja aku tidak ingin, apalagi sampai berpisah denganmu. Aku lebih baik kehilangan seluruh kekayaanku daripada harus kehilanganmu"
"Tapi bagaimanapun garis takdir sudah ditentukan oleh Tuhan bukan? Mungkin saja kau akan kehilanganku dengan cara yang lain, seperti—"
"Ku peringatkan sekali lagi, jaga ucapanmu Tiara Veronica Jordan"
"Kak, bagaimanapun juga kita akan berpi—"
Benar, Tiara memang wanita yang keras kepala. Awan langsung saja mencium bibir Tiara dengan kasar untuk menghentikan ucapannya
"Aw—Awan!" Tiara dengan sengaja menarik dasi Awan ketika sang empunya menggigit bibir Tiara dengan keras
Tiara tahu Awan sedang tersenyum disela-sela kegiatan ini. Lambat laun aggressive kiss itu berubah menjadi french kiss. Ya, gaya keduanya adalah yang paling disukai Awan
"Persetan dengan pekerjaan yang menungguku. Kalau kau terus menggoda seperti ini aku tidak akan berangkat, dan sudah dipastikan kau akan habis hari ini"
Tiara hanya bisa memejamkan kedua matanya. Bukan, bukan karena dia menikmati setiap sentuhannya. Tetapi, entah mengapa Awan terlihat seperti seekor serigala yang berhasil menangkap mangsanya. Dan jika diingat, serigala tersebut sudah menyantap makan besarnya hari lalu
"Aku tidak menggodamu" bantahnya
"Aku lupa, kapan terakhir kau merayuku?" ucap Awan sambil mendorong tubuh Tiara agar merebahkan dirinya. Lalu dengan cepat Awan mengunci Tiara dibawahnya
Dengan ukuran tangan Awan yang dua kali lipat dari tangan Tiara, Awan hanya membutuhkan satu tangannya untuk mengunci kedua tangan Tiara
"Please say the magic word, lalu aku akan melepaskanmu" ucap Awan tepat ditelinga Tiara hingga hembusan nafasnya pun mampu membuat Tiara bergidik
"Hmm, dady?"
"Yes baby girl"
"Can i get one more kiss dady?"
"Sure, and one game"
Sial, Tiara tertipu
KAMU SEDANG MEMBACA
My Partner Sex is My Ex-Boyfriend
Short Story[PART 2] "whatever you want daddy, because I'm yours"💋