Part 8

1.5K 269 267
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Perjalanan menuju kantor terasa bagaikan menuju tempat hukuman mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perjalanan menuju kantor terasa bagaikan menuju tempat hukuman mati. Dipenuhi ketegangan dan kewas-wasan.

Setiap kali Luke bergerak, maka Amber akan beringsut menjauh seraya menahan nafas. Takut Luke melakukan sesuatu kepadanya.

Saking takutnya, Amber membuka jendela mobil lebar-lebar supaya bisa berteriak minta tolong di saat Luke melakukan sesuatu kepadanya.

Tingkahnya itu membuat Luke menggelengkan kepala gemas. Sangat berlebihan menurutnya.

"Bagaimana luka di tanganmu, amour?" Tanyanya perhatian tapi malah tatapan sinis yang didapatkannya.

"Masih sakit."

"Jangan memaksakan diri bekerja nantinya kalau masih sakit."

"Oke." Amber bahkan tidak repot-repot menanyai balik keadaan Luke. Penasaran saja tidak.

Luke melirik gadisnya. Sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas.

Akhirnya impian berangkat kerja bersama Amber menjadi kenyataan. Hal yang diimpi-impikannya selama beberapa tahun belakangan ini.

Impiannya sangat sederhana tapi sangat sulit diwujudkan. Butuh waktu yang panjang dan perjuangan yang sulit.

"Apakah kau tidak penasaran terhadap apa yang kulalui selama ini, amour?" Celetuk Luke.

Amber bergumam pelan tanpa menatap pria di sampingnya. "Tidak."

"Kau tidak penasaran kenapa anak miskin sepertiku bisa menjadi seorang CEO?" Ulangnya lagi.

"Tidak."

Luke tertawa kecil.

Jawaban jutek Amber sangatlah menjengkelkan meskipun dirinya selalu diperlakukan demikian.

Mungkin karena sudah terbiasa. Jadi, hal itu bukan lagi menjadi masalah besar baginya. "Kau tidak pernah berubah, amour." Komentarnya.

"Kau juga." Sahut Amber dingin.

Luke tersenyum senang. "Rupanya kau masih mengingatku, amour. Aku sangat senang bisa menjadi bagian dari ingatanmu."

Gadis cantik itu mendecih pelan. Mengabaikan ucapan Luke serta berharap cepat sampai di kantor. Berduaan dengan Luke di dalam mobil sangatlah mencekiknya.

"Dari tadi kau tidak pernah menatapku. Apakah jalanan lebih menarik dibandingkan wajahku, amour?" Sarkas Luke.

"Ya."

Amber bergidik ngeri kala Luke menyentuh tangannya dan mengecupnya.

Ia refleks menarik tangannya. Melototi Luke yang menyengir polos. "Fokus saja menyetir! Kau ingin membuat kita kecelakaan?!" Ketusnya.

Luke mengendikkan bahu cuek. "Tenang saja, amour. Aku tidak akan membuatmu celaka saat bersamaku." Mengedipkan matanya genit hingga membuat Amber mendelik.

****

Sejauh kaki melangkah, pandangan terus tertuju ke arahnya.

Bagaimana tidak menjadi pusat perhatian kalau Luke memeluk pinggangnya posesif?!

Luke seakan tengah mengumumkan ke semua orang bahwa dirinya telah menjadi milik pria itu.

Memberontak pun percuma karena cengkraman Luke sangat kuat. Tak mau lepas dari pinggangnya.

Amber hanya bisa pasrah sambil menunduk dalam agar orang lain tidak bisa melihat wajahnya.

Gadis itu tidak ingin menjadi bahan gosip. Yah, meskipun hal tersebut sangat mustahil karena sudah terlanjur terjadi.

Hancur sudah kehidupan normalnya di kantor.

"Sampai kapan kau akan menunduk, amour?"

Luke tiba-tiba menarik dagu Amber. Memaksa gadis cantik itu menatapnya.

"Apakah berjalan di sampingku sangat memalukan?" Imbuhnya.

Amber menggigit bibir bawahnya geram. Tatapannya begitu menusuk wajah menyebalkan Luke.

Namun, sialnya, hal tersebut malah tampak sangat lucu di mata Luke.

Luke tertawa gemas sambil mencubit kedua belah pipi Amber. "Kau sangat menggemaskan, amour."

Amber memberanikan diri menepis tangan Luke. "Berhentilah mengangguku!" Tekannya.

Luke mengedipkan matanya polos. "Menganggumu? Kapan aku menganggumu?"

Gadis itu mendorong bahu Luke sekuat tenaga. Kemudian, mempercepat langkah kakinya.

Mengabaikan pertanyaan Luke lantaran merasa sia-sia saja menjawab pertanyaan bodoh Luke.

"Tunggu aku, amour." Luke mengikuti langkah Amber seraya terkikik geli melihat gadisnya misuh-misuh sendiri.

Pria tampan itu tertawa tertahan melihat Amber tersandung dan nyaris saja tersungkur ke lantai. "Pelan-pelan saja, amour." Ejeknya.

Amber menutup wajahnya malu. Luke benar-benar menghancurkan kehidupan normalnya.

Segala hal tidak lagi berjalan sesuai keinginannya. Selalu saja ada masalah yang menimpanya setelah bertemu pria itu. Baik itu dulu, maupun sekarang.

Kenapa Luke muncul lagi di dalam hidupnya?! Tidak bisakah pria itu menghilang selamanya?!

"Oh iya, aku tidak suka melihat rambutmu diikat. Jangan pernah mengikat rambutmu saat berada di luar rumah." Tahu-tahu, Luke sudah berada di sampingnya serta menarik ikat rambutnya. Alhasil, rambut hitamnya tergerai bebas.

Amber menghela nafas panjang menghadapi tingkah absurd Luke. Tubuhnya menegang kaku kala Luke merangkul bahunya. "Satu hal lagi, abaikan semua laki-laki yang mendekatimu. Kau tahu bukan? Aku orang yang sangat pencemburu." Bisiknya mengintimidasi. Berhasil membuat wajah Amber pucat seketika.

Ucapan Luke mengingatkannya terhadap masa lalu. Dimana Luke nyaris membunuh teman laki-lakinya akibat cemburu buta.

Luke itu pria gila. Kegilaan yang dapat ditutupinya dengan sifat manipulatifnya.

Bersambung...

25/6/23

Ayok vote & komen!!

Komen kalian penyemangat updateku💃

firza532

Obsessed [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang