Vote sebelum baca 🌟
Semenjak tadi, perasaan Amber selalu was-was. Merasa resah tinggal sendirian di rumahnya.
Amber benci sendiri. Amber benci dicekik keheningan. Rasanya Amber sangat ingin melarikan diri dari keheningan itu, tapi sadar dirinya tidak punya teman untuk diajak main.
Akhirnya, Amber menguatkan tekadnya. Melalui malam-malam sepi seorang diri tanpa kehadiran orangtuanya karena keduanya mendadak dinas ke luar kota.
"Aku pasti bisa," ujarnya menyemangati diri sendiri. Menarik selimutnya, menutupi seluruh tubuhnya, dan memejamkan mata rapat. Berharap dirinya segera masuk ke alam mimpi supaya bisa melarikan diri dari kenyataan.
Pengapnya udara di dalam selimut membuatnya memunculkan kepala ke permukaan. Bibirnya tertekuk sedih sedangkan matanya berkaca-kaca. "Aku takut. Cepatlah pulang, mom, dad." Lirihnya lemah.
Tanpa dapat ditahan, air matanya pun meluncur bebas. Membasahi pipinya.
Amber menutup wajahnya frustasi. Sadar tingkahnya sangat kekanakan.
Di usianya yang ke 25 tahun, dia masih saja takut tinggal di rumah seorang diri. Sangat tidak mencerminkan sosok orang dewasa. Memalukan.
"Sebenarnya apa yang bisa ku lakukan di dunia ini? Kenapa aku sangat tidak berguna? Apakah kehadiranku hanya menjadi beban bagi orang sekitarku?" Keluhnya.
Setelah puas menangis dan mengeluh, akhirnya Amber pun tertidur pulas.
Matanya terasa sangat berat setelah menangis, membuat kualitas tidurnya meningkat.
Ia bahkan tidak menyadari kehadiran Luke yang menerobos masuk ke dalam kamarnya, tidur di sampingnya, serta memeluknya erat.
Luke memperhatikan wajah Amber cukup lama. Mengagumi kecantikan gadis kesayangannya dalam kesunyian dan menghela nafas pelan melihat sisa air mata di wajah gadisnya.
Wajah tampannya kian mendekat. Menjilat air mata Amber tanpa merasa jijik sedikitpun. Lalu, memberikan kecupan singkat di bibir gadis itu.
"Semoga mimpi indah, amour." Direngkuhnya tubuh mungil Amber ke dalam pelukannya dengan perasaan membuncah bahagia.
Akhirnya, impian lainnya terwujudkan, yaitu tidur bersama Amber. Berada di kasur yang sama dan di bawah selimut yang sama.
Perasaannya kian menggebu-gebu kala Amber membalas pelukannya. Menciptakan senyuman lebar di bibirnya. "Kau selalu berhasil membuatku menggila, amour." Bisiknya parau.
****
Tidur nyenyak Amber perlahan terganggu akibat kecupan basah di wajahnya.
Gadis itu membuka mata kesal. Mencari pelaku yang membuat tidurnya terganggu.
Ia melongo kaget. Tubuhnya menegang kaku. Jantungnya bahkan berhenti berdetak sesaat lantaran terlalu terkejut melihat si pelaku. Luke, si pria gila.
"Bernafaslah, amour." Bisik Luke tepat di depan bibir Amber. Membuat gadis itu refleks menjauh darinya.
Amber sedikit gemetar mendapatkan kejutan di pagi hari. Kejutan yang tak pernah disangka-sangkanya. "Kenapa kau ada di kamarku?" Tanyanya kalut. Bingung, panik, takut, dan juga marah. Semua perasaannya bercampur aduk menjadi satu.
Luke bertopang dagu, menatap Amber tanpa merasa bersalah. "Entahlah. Saat membuka mata, aku sudah berada di sini. Mungkinkah aku tidur sambil berjalan karena terlalu merindukanmu?"
Semua omong kosong Luke membuat Amber mengepalkan tangan kesal. "Keluar dari kamarku!" Teriaknya sekuat tenaga.
Wajah Luke tertekuk sedih. "Jahat sekali. Kau langsung mengusirku setelah menjadikanku bantal guling mu semalaman penuh," katanya sok sedih.
Amber semakin terkejut mendengar penuturan Luke yang berada di dalam kamarnya semalaman.
Sekujur tubuh Amber merinding bukan main memikirkan segala kemungkinan terburuk yang menimpanya.
Tidak mungkin Luke hanya diam di sampingnya! Pasti Luke melakukan sesuatu kepadanya.
"PERGI!" Teriakan Amber menggema di dalam ruangan tapi Luke malah tersenyum geli melihat reaksinya.
"Bahkan saat berteriak pun, kau sangat menggemaskan, amour." Kikiknya.
"Brengsek! Cepat pergi dari sini!" Umpat Amber muak akibat selalu diganggu Luke. Baik itu dulu, maupun sekarang. Luke selalu saja menganggunya dan mengabaikan perkataannya.
"Wow, umpatan yang keluar dari mulutmu pun terdengar sangat manis, amour. Ayo umpat aku lebih banyak lagi." Tutur Luke bersemangat. Menghadirkan pelototan kesal dari Amber.
Amber menarik nafas dalam-dalam. Berusaha menjernihkan kepalanya yang terbawa emosi melihat tingkah menyebalkan Luke.
'lebih baik aku segera keluar sebelum dia melakukan hal lain kepadaku' pikir Amber kembali rasional.
Gadis itu berjalan ke arah pintu, lalu membukanya.
"Mau ke mana? Kuncinya ada di sini." Luke memamerkan kunci di tangannya seraya memainkannya sehingga membuat Amber terduduk lelah dan menyembunyikan wajahnya di lutut. Disusul oleh tangisan yang terdengar memilukan.
Amber lelah. Lelah dipermainkan Luke secara terus menerus.
"Hei, berhentilah menangis. Aku bercanda. Ini ambillah kunci kamarmu, pergilah kemanapun yang kau inginkan." Bujuk Luke. Tapi, sayangnya, Amber tak terbujuk dan terus menangis.
Yah, hanya itulah yang bisa dilakukannya saat berhadapan dengan Luke; menangis. Karena cuma tangisan lah yang bisa melegakan perasaannya.
Bersambung....
26/6/23
Ayok vote dan komen!!
Komen kalian penyemangat ku💃
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed [HIATUS]
RomanceTakdir mempertemukan mereka. Selalu menyatukan mereka seolah keduanya telah ditakdirkan bersama. Takdir yang berusaha dilawan Amber sekuat tenaga akibat tidak bisa hidup bersama pria seperti Luke, posesif dan obsesif. Akankah Amber mampu melawan ke...