Vote sebelum baca🌟
Hari pertama bekerja saja sudah melelahkan, apalagi ke depannya.
Dunia kerja lebih melelahkan daripada bayangannya.
Amber sedikit syok merasakan kenyataan pahit itu.
Di lain sisi, ia menjadi menyesal telah berfoya-foya menggunakan hasil jerih payah orangtuanya.
Entah selelah apa tubuh kedua orangtuanya mencari pundi-pundi uang demi memuaskan sifat borosnya.
Andai kata bisa kembali ke masa lalu, pasti Amber tidak akan hidup berfoya-foya. Amber akan hidup hemat dan sederhana. Menghargai semua jerih payah orangtuanya.
Gadis cantik itu membenamkan kepalanya di atas meja. Merenungi semua sifat buruknya selama ini.
"Apa lagi yang dipikirkannya?" Gumam Luke heran melihat tingkah kekasihnya.
Luke bangkit dari kursinya. Berjalan mendekati Amber, lalu mengelus puncak kepala gadis itu. "Kau baik-baik saja, amour? Apakah pekerjaanmu terlalu berat? Haruskah ku kurangi pekerjaanmu dengan mencari sekretaris tambahan?" Tanyanya bertubi-tubi.
Amber mendecih kesal di dalam hati. Tak sudi di sentuh Luke. Pria yang selalu mengawasinya sejak tadi pagi.
Gadis itu menegakkan tubuhnya seraya menepis tangan Luke dari kepalanya. "Aku baik-baik saja." Sahutnya datar.
Luke melipat tangannya di depan dada. Reaksi Amber membuatnya kesal, tapi ia berusaha menahan kekesalannya lantaran tidak ingin mengacaukan suasana. "Baiklah. Kalau kau baik-baik saja, ayo makan siang di kantin." Putusnya.
"Aku belum lapar." Amber menyahut ketus.
Oh ayolah! Dia hanya ingin sendirian, tanpa kehadiran Luke.
Tidak bisakah pria itu enyah dari hadapannya?
"Lapar ataupun belum lapar, kau harus tetap makan siang bersamaku. Apa pilihanmu ... Jalan sendiri atau ku gendong?"
Amber menggeram kesal akibat diancam untuk kesekian kalinya.
Namun, apalah daya. Amber terpaksa mengikuti kemauan Luke daripada menjadi gosip hangat lagi di kantor.
Pada akhirnya, keduanya pergi ke kantin perusahaan. Tentu saja mereka tak luput dari tatapan dan gosip para karyawan. Membuat Amber semakin lelah.
Mentalnya terkuras habis oleh tatapan dan bisik-bisik para karyawan. Ingin segera pulang dan bersembunyi dari semua orang.
"Ah, hati-hati, nona."
Seorang pria tampan menahan tubuh Amber yang nyaris terjatuh di tangga akibat melamun.
Akan tetapi, Luke segera menarik Amber ke dalam pelukannya. Memeluk Amber begitu posesif seolah mengumumkan hak kepemilikannya.
"Maaf, pak. Saya hanya berniat membantu kekasih bapak." Jelas pria tampan itu kalem. Tak terganggu sedikitpun oleh tatapan dingin Luke.
Sementara itu, Amber memijit hidungnya gusar melihat tingkah berlebihan Luke.
"Saya permisi dulu, pak." Melihat Luke tidak tertarik terhadap penjelasannya, pria itu pun segera pergi.
Sekali lihat saja, dia langsung menyadari sifat posesif CEO nya. Ia tidak ingin membuat atasannya semakin cemburu kepadanya.
"Cih, menyebalkan. Berani sekali dia menyentuhmu." Luke mengomel kesal sembari membersihkan jejak pria tadi di bahu Amber.
"Kau ingin aku terjatuh?" Balas Amber kesal.
"Tanpa bantuannya pun, aku bisa menahanmu supaya tidak terjatuh, amour."
Amber menghentakkan kaki kesal. "Terserah!"
Kesal melihat sifat menjengkelkan Luke yang selalu cemburu ke pria di sekitarnya tanpa mempedulikan alasan di balik itu semua.
"Jangan marah, amour." Luke memeluk tubuh Amber gemas tapi Amber memberontak akibat tak suka dipeluk.
Amber mengambil posisi terjauh dari Luke seraya menatap Luke marah.
"Kau membuat lukaku kembali terbuka, amour." Celetuk Luke santai seraya menunjuk kemeja putihnya yang berlumuran darah sedangkan Amber tertegun melihat hal tersebut.
"Makanya jangan memelukku!!" Desis Amber geram. Menyembunyikan perasaan bersalahnya.
"Ughh, ini sangat sakit, amour. Tolong bantu aku mengobatinya." Rengek Luke manja.
Amber mundur beberapa langkah ke belakang. "Obati saja sendiri!" Tukasnya dan hendak melarikan diri, tapi Luke lebih sigap darinya.
Luke menangkap tangannya serta memojokkannya ke dinding. "Jangan harap bisa kabur sebelum bertanggung jawab, amour." Bisiknya mengintimidasi.
Gadis cantik itu menelan saliva kasar. Ia menunduk dalam, takut menatap wajah Luke. "Kenapa aku harus bertanggung jawab? Bukankah kau sendiri yang memelukku? Jadi, harusnya kau yang bertanggung jawab atas keputusanmu itu."
Luke tersenyum geli melihat nyali Amber mendadak ciut. Dicengkeramnya dagu Amber pelan dan memaksa gadis itu menatapnya.
Ia semakin tersenyum melihat kegelisahan terpancar jelas di sorot mata Amber. "Apakah aku semenakutkan itu, amour?" Tanyanya polos.
"Aku hanya menatapmu, bukan memakanmu." Kekehnya menyebalkan.
Amber membuang pandangannya ke arah lain mendengar ejekan menyebalkan Luke.
"Tapi, sepertinya aku berubah pikiran. Aku ingin memakanmu sekarang." Seringai Luke menyeramkan dan menyatukan bibir mereka. Memagut kasar bibir Amber seraya mengeratkan pelukannya. Mengurung Amber di dalam dekapannya tanpa mempedulikan penolakan dan tangisan Amber.
Bersambung....
26/6/23
Ayok vote dan komen!
Komen kalian penyemangat updateku 😗 .💃
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed [HIATUS]
RomansaTakdir mempertemukan mereka. Selalu menyatukan mereka seolah keduanya telah ditakdirkan bersama. Takdir yang berusaha dilawan Amber sekuat tenaga akibat tidak bisa hidup bersama pria seperti Luke, posesif dan obsesif. Akankah Amber mampu melawan ke...