Perlahan, mata dengan warna merah pekat itu terbuka. Sang empu masih mencoba membiasakan diri terhadap cahaya yang berbondong masuk kedapam retinanya. Kelopak matanya beberapa kali berkedip, sebelum akhirnya pandangannya menyusuri seisi ruangan.
Nyawanya masih belum sepenuhnya terisi, dengan masih mengingat ingat kejadian semalam pandangan Saga mengedar untuk mendeteksi keberadaannya saat ini.
Ruangan ini tak asing bagi Saga. Ini kamarnya. Itu berarti saat ini tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi kepadanya. Ruangan ini save place untuknya.
Saga hendak duduk, saat akan menarik tangannya ia merasa ada sesuatu yang menahan. Saga menoleh kearah tangan kanannya, mata Saga menatap sesosok yang tengah tidur dengan menjadikan tangannya sebagai tumpuan. Menyadari hal itu Saga urungkan niat untuk menarik tangannya, ia tak mau menganggu tidur lelap dari sosok itu.
Tangan kiri saga bergerak kearah pucuk kepala Niko, dengan perlahan ia mengusapnya gemes. Entah sadar ataupun tidak, Saga mengulas senyum tipis saat melakukannya.
"Saga, sudah bangun?"
Nilam masuk dengan membawakan nampan berisikan sarapan untuk Niko dan Saga. Nilam meletakkan nampan itu kearas meja yang terletak disamping ranjang Saga.
Saga menangguk menjawab pertanyaan retoris yang Nilam tanyakan. Tentu saja ia sudah bangun.
Lalu keheningan tercipta.
Nilam menyuapkan bubur kepada Saga. Awalnya Saga hendak menolak, ia ingin makan sendiri karena kondisinya masih memungkinkan untuk dirinya makan sendiri. Tapi setelahnya sadar kalau salah satu tangannya masih disendera Niko yang masih tertidur lelap dengan menumpukan kepalanya pada tangannya. Akhirnya Saga minta disuapin Nilam saja.
"Anak anak khawatir sama lo."
"?"
"Lo bisa cerita ke kita apapun dan kapanpun itu Saga, bahkan ke Niko pun lo bisa cerita karena gw yakin dia bakal dengerin lo, dengerin semua cerita lo. Tapi gw tau lo ga akan ngelakuin itu karena lo ga mau buat Niko kepikiran."
Saga terdiam. Nilam benar, ia tidak ingin membebani Niko.
Nilam menghela nafasnya, ia lalu menyodorkan sesendok terakhir bubur kepada Saga. "Setidaknya cerita ke gw. Kembar juga khawatir sama lo, terlebih Marvel. Lo bisa cerita ke mereka. Ga ada yang merasa terbebani lo disini Saga, ga ada yang bakal ninggalin lo. Lo bisa cerita ke kita, setidaknya untuk mendengar semua cerita lo kami sanggup. Sendiri itu menyedihkan, bukan?"
Benar, sendiri itu menyedihkan. Entah kapan Saga akan menyadari kalau sebenarnya dirinya takut sendiri. Entah sejak kapan Saga mendoktrin dirinya kalau dia lebih baik sendiri.
Saga dilema.
Saga mencoba menyakinkan dirinya kalau ia memiliki teman teman yang dapat diandalkan. Tapi sesuatu dalam dirinya menahan Saga untuk mempercayai hal itu. Tapi kalau terus begini Saga hanya akan semakin membebani pikiran teman temannya, juga Niko. Kalau terus seperti ini Saga merasa akan kehilangan sesuatu yang berharga untuknya.
Keadaan hening kembali tercipta.
Nilam membereskan mangkok bekas bubur Saga tadi dan meletakkannya diatas nampan. Sedangkan sarapan milik Niko ia letakkan diatas meja disamping raniang Saga.
Nilam pikir, biarlah Saga memikirkannya sendiri. Ia tau Saga tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui maksud dari perkataannya tadi.
Pada sisi Niko, ia sudah mulai terbangun.
"Saga sudah bangun?"
Kedua pemuda itu sontak menoleh kearah sumper suara serak khas bangun tidur itu. Ternyata Niko sudah tebangun dengan dirinya yang masih sibuk mengucek matanya.
"Jangan di kucek matanya, Niko."
"Ummn~"
"Cuci muka dulu sana, setelah itu sarapan. Gw udah buatin sup ayam kesukaan lo."
Niko menangguk, ia berjalan menuju toilet dikamar Saga.
"Gw keluar dulu. Entar bicara sama Niko, dia khawatir banget sama lo sejak kemarin." Nilam berdiri dengan nampan berisi mangkok kosong ditangannya.
Saga menangguk, "makasi."
"No prob. Ingat jangan buat tu anak khawatirin lo lagi."
Nilam keluar setelah mengatakan hal itu kepada Saga. Selang beberapa menit setelah Nilam keluar, Niko juga sudah selesai mencuci wajahnya. Niko berjalan bingung kearah Saga, ia merasa ada sesuatu yang hilang. Niko celingukan mancari sesuatu yang dipikirannya itu.
Saga yang mengerti gelagat Niko akhirnya ia memanggilnya "Nilam barusan keluar. Sini dekatan, ada yang mau gw omongin."
Niko menghela nafas lega, entah untuk apa tapi ia merasa sedikit tenang. Niko berjalan kearah Saga. Duduk pada kursi disamping ranjang Saga tempat ia tertidur saat menemani Saga tadi.
Saga meraih tangan Niko.
"Maafin gw ya karena udah bikin lo khawatir."
"No, lo ga salah."
"Gw ga salah karena udah bikin lo khawatir?"
Wajah Niko mendadak cemberut, ia menggenggan tangan Saga sedikit kencang. "Kalau yang itu salah."
Saga terkekeh geli, "kalau gitu gw minta maaf ya."
"Saga always say sorry, tapi saga selalu ngulang hal itu lagi. Aku juga sudah capek mendengar saga say sorry. Aku ga mau forgive kalau Saga masi tetap ngulangin. Buat apa saga say sorry kalau entar diulang lagi."
Niko kalau sudah dalam mode baby talk gini benar benar gemesin. Niko akan seperti ini saat kena marah sama Nilam karena kebanyakan main game, saat dijahilin si kembar, atau saat ia menceramahi Saga seperti saat ini. Sangat lucu mendengar Niko menggunakan bahasa bayi, makanya Marvel sering banget jahilin Niko karena ingin Niko manja manja kayak sekarang ini.
"Sorry ya, tapi kali ini aku janji ga akan ulangin lagi."
"Promise?"
Saga tersenyum, ia mulai menautkan jarinya pada jari kelingking Niko. "Promise."
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMERS BABYBOY || NIKO
Teen FictionNiko yang menjadikan game sebagai pengalih ke-overprotectivean keempat sahabatnya. Membuat alasan alasan masuk akal agar dirinya bisa bermain game seharian tanpa dilarang. Niko si maniak game. Juga keempat sahabatnya yang ternyata sama gilanya pada...