"Om siapa?"
"Saya papanya Marvel dan Marvin. Mana mereka?"
Niko menatap om om itu lamat, om om yang ditatap itu juga diam saja. Soalnya ia tudak tau kenapa bocah dihadapannya menatapnya lamat begini.
"Om bohong ya?"
"Loh kok bohong sih? Saya beneran papanya Marvel Marvin nak. Kamu ga percaya? Nih om ada bukti kartu keluarga." Om om itu melihatkan pada Niko kartu keluarganya. Benar ada nama si kembar disana. Tapi bisa aja itu penipuan. Om om ini bisa ada memalsukan nama mereka berdua.
"Ga percaya."
"Panggilin Marvin Marvel dulu sana. Kalau mereka pasti tau kalau saya beneran papanya mereka."
"Ga mau."
"Nyebelin yah kamu bocah."
"Mereka ga lagi ada dirumah om. Besok aja ngambil merekanya, kalau mereka ada sih." Niko berbalik, hendak masuk kedalam apartment dan mengunci pintunya. Sayang, lengannya ditahan oleh om om tua ini.
Om om itu tersenyum, mencoba ramah kepadanya. Tapi Niko tidak terlalu menanggapi itu. Ingin melepaskan cekalan om om itupun Niko tidak punya tenaga.
"Boleh saya masuk?"
"Ga boleh."
Om om itu masih saja tersenyum, tangannya yang mencekal lengan Niko semakin meremas kuat. Mungkin ia juga sedikit kesal dengan penolakan yang Niko berikan. "Boleh ya."
Itu bukan pertanyaan, itu pernyataan. Artinya Niko tak punya pilihan lain selain mengiyakan om om gila itu.
"Yaudah masuk, jangan ribut. Awas aja kalau lu sampai macem macemin gw ya om."
"Saya kesini cuma untuk ketemu anak saya."
Keduanya masuk. Niko berusaha untuk tetap memberi jarak diantara mereka. Alaram Niko untuk waspada berbunyi semenjak om om itu mengcekal tangannya. Niko harus berhati hati karena didalam hanya ada ia, om om ini dan Saga yang tengah tertidur. Entar kalau om om ini macem macem ia harus teriak agar Saga bangun dan menolongnya.
***
"Jadi om kapan pulang? Udah sejaman loh om disini."
"Sampai Marvel sama Marvin pulang."
"Kalau mereka ga pulang pulang?"
"Saya tungguin sampai pulang."
Niko mencebik, ia kembali melanjutkan gamenya yang sempat tertunda. Suara yang terdengar hanyalah bunyi hentakan keyboard yang Niko tekan dengan jari jarinya. Coba memfokuskan seluruh perhatiannya pada game, daripada ke seonggok om om yang memperhatikannya sedari tadi.
"Keras kepala banget sih," bisik Niko.
Om om itu berjalan kearah Niko.
"Ngapain?" tanya Niko sebelum om om itu sampai disampingnya.
"Kamu jago ngegame ya."
"Biasa aja."
"Sejak kapan kamu suka ngegame?"
"Kepo."
"Saya dulu juga suka ngegame loh."
"..."
"Tapi ga sejago kamu sih. Kamu ada streaming buat ngegame gitu juga, ya? Saya terkadang suka nontonin orang orang ngegame di moutube. Seru lihat mereka main. Kapan kapan mau ajarin saya ngegame gak?"
Walau tampak serius pada gamenya, Niko seratus persen mendengarkan seluruh perkataan om itu. Om ini sepertinya baik, Niko jadi merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan kepadanya tadi.
"Om dah tua, ngapain main game?"
"Justru karena saya sudah tua saya mau nikmatin serunya main game."
"..."
"Kapan kapan ajarin saya ya?"
"Sana dah om. Ganggu."
Om om itu terkekeh mendengar jawaban Niko, ia akhirnya kembali duduk ke sofa tempat yang Niko persilahkan tadi. "Oh, ngomong ngomong saya Aditama, panggil saya senyamanmu saja."
"Iya Dit."
"Ga sopan, yang sopan dong ngomong sama orang tua."
"Tadi katanya panggil sesukaku aja. Gimana sih om."
"Ya jangan panggil nama juga dong." Protes Aditama. Masa iya dirinya dipanggil Adit oleh bocah baru jadi kemarin ini. Susakanya aja emang ni bocah. Untung gemesin.
"Yaudah om Adit."
"Terserah kamu deh Niko."
"Loh, lo tau nama gw om?"
"Ya taulah."
"Tau dari mana?"
"Kamu itu temennya anak saya. Sudah sewajarnya saya harus tau siapa saja teman anak anak saya itu. Kalian tinggal di apart ini berlima, kan?"
"Bener. Tau dari mana dah. Om Adit stalker?"
Aditama menggeleng heran. Anak ini entah emang beneran polos atau sengaja berpura pura polos untuk mepermainkannya. "Saya ga sebejad itu stalking bocah bocah SMA kayak kalian, ya."
"Bener?"
"Beneran."
"Percaya deh."
"Kamu sendiri aja disini Niko? Yang lain pada kemana?" Aditama melirik sekitar. Memang sedari tadi tidak ada kehidupan lain selain dirinya dan Niko didalam sini. Makanya Aditama bertanya tanya kemana perginya empat bocah lainnya.
"Iya gw sendiri. Anyway om, gw lulusan pencak silat sabuk hitam loh. Entar kalau lu macem macemin gw, tinggal gw tendang aja itu lu. Gw juga ga terlalu bisa nahan refleks gw, jadi jangan macem macem lu ya om Adit." Niko berbohong kalau masih ada Saga yang tengah tidur didalam kamarnya.
"Aduh, saya ga sebejad itu Niko!"
"Ya, mana tau, kan. Gw cuma ngingetin aja si tadi."
"Jangan nethinkin saya gitu dong. Entar orang orang pada salah paham."
"Tapi muka lu emang mirip pedo om."
"Astaga Niko mulutnya!"
Niko terkikik, seru juga ternyata ngebercandain ni om om. "Becanda."
***
"Katanya papa udah di apart tuh bareng Niko. Gimana, mau balik apa enggak nih?"
"Balik aja kali ya? Kasian Niko cuma berduaan baren si tua itu."
Marvin mengangguk setuju, "yasudah ayo pulang."
"Moga si tua itu ga buat ulah dah."
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMERS BABYBOY || NIKO
Teen FictionNiko yang menjadikan game sebagai pengalih ke-overprotectivean keempat sahabatnya. Membuat alasan alasan masuk akal agar dirinya bisa bermain game seharian tanpa dilarang. Niko si maniak game. Juga keempat sahabatnya yang ternyata sama gilanya pada...